Pekan ini saya disibukan dengan persiapan pernikahan. Meski utk ke-4 kalinya, tetap saja ada rasa deg-degan, gemetar dan was-was. Seumpama gadis belia yang sedang dimabuk asmara, aku pun rajin berkaca. Mematut diri, gerangan apa yang kurang dalam diri. Meskipun kaca pecah seribu, tetap saja tidak merubah penampilanku yang sudah Ibu-ibu usia 38 tahun dengan anak 4. Mas Imam pun sibuk mencari penghulu, penginapan dan catering untuk acara ijab kabul nanti. Seminggu ini dia gak pernah ada kabar. Suami pun ikut emosi, sehari ada 3x menanyakan sejauh mana persiapan pernikahan kami. Yang akhirnya membuat saya juga bosan untuk menjawabnya. Akhirnya tiba jua hari yang dinantikan, hari dimana Mas Imam mengucapkan Ijab Kabul di depan penghulu di sebuah desa di Sukabumi. Mas Imam terlihat santai dengan sarung dan kemeja koko berwarna krem lengkap dengan kopiah hitam. Aku dibalut gamis pengantin warna senada hasil karya designer Bandung yang terkenal dengan brand kerudung Syar’i. Mas Imam sengaja memesan kesana, begitu tahu aku paling suka dengan brand itu. Anak-anak Mas Imam bersama dua kakak laki-laki mas Imam turut hadir di pernikahan kami. Dari pihak aku, suamiku dan entah siapa aku gak kenal yang disewa suami untuk berpura-pura jadi keluargaku. Kami menggunakan wali hakim. Di depan penghulu dan undangan aku mengaku janda dan yatim piatu. Ijab kabul berjalan lancar, Mas Imam begitu antusias dan lantang mengucapkannya. Kemudian kami beramah tamah sejenak dengan para undangan dengan menu ala kadarnya. Setelah semuanya beres, kami bergegas menuju kota Sukabumi untuk menginap di sana. Rencananya besok pagi kami baru kembali ke rumah. Hotel Tamansari jadi pilihan kami. Malam ini aku berdua saja dikamar dengan Mas Imam. Malu-malu aku melepasi pakaian bersiap untuk menghabiskan malam pertama. Mas Imam sedang di toilet membersihkan diri dari keringat setelah seharian beraktifitas. Aku sengaja tidak menutupi tubuh ini dengan selimut, karena percuma juga toh nanti akan ditarik juga. Mas Imam sangat bergairah ketika mendapati tubuh polosku di atas tempat tidur. Tanpa aba-aba lagi aku diterkamnya. Diciuminya seluruh tubuhku. “…mmmhhhh harumnya, tubuhmu wangi sayang…” ucapnya sambil lidahnya menari-nari di kulit punggung dan bokongku. Aku biarkan dia memuaskan hasrat birahinya terhadap tubuhku. Aku hanya mengerang dan mendesah saja untuk membuatnya lebih terbakar. Lidahnya beralih ke bagian depan tubuhku, payudara menjadi destinasi pertama mendapatkan kecupan dan jilatan bibirnya. Menurun ke perut..hingga ke vagina. “Ahhhhhh…ahhhh..masssssss…ouuuhhhh.” Setelah puas dilebarkan pahaku, penisnya diposisikan di depan bibir vaginaku. Dan Blesssssshhh ahhhhh…ouuhhh…ahhhhh Kami berdua mendesah menikmati gesekan kelamin kami berdua. Kakiku diletakkan di pundaknya, penisnya keluar masuk di dalam vagina. Malam itu Mas Imam begitu ganas menghabisiku. Digenjotnya tubuhku, dibanting, dibolak-balik sesuka hati. Berbagai macam gaya dipraktekkannya. Memekku terasa tebal dihajar penis yang berkepala besar. Rasanya bengkak sudah setelah aku orgasme 4 kali dan mas Imam ngecrot 2 kali. Aku terkapar hingga bangun kesiangan, tubuh ini terasa remuk redam. Seprei dan kasur berantakan akibat ulah Mas Imam. Setelah sarapan dan beberes maka kami pun meninggalkan Sukabumi. Aku kini resmi menjadi istri siri mas Imam. Aku mencoba menikmati kehidupan ini, meski kadang terasa pahit dirasa. Mas Imam tetap bekerja dan tinggal di mess perusahaan, Sabtu-Minggu dia akan ada di rumahku menginap. Suami melapor ke Pak RT bahwa mas Imam sebagai kakakku. Dan meminta ijin setiap hari Sabtu dan Minggu mas Imam akan menginap di rumahku. Maka kehidupan kami pun berlanjut, setiap malam Sabtu mas Imam akan datang ke rumah, menghabiskan waktunya ngesex denganku. Senin-Jum’at dia bekerja di Bandung. Kehidupan kami boleh dibilang bahagia, aku bahagia, mendapat suami sebaik Mas Imam. Mau bertanggung jawab, sayang pada anak-anak. Anak-anakku jadi dekat dengan Mas Imam. Mereka tetap memanggil Mas Imam dengan sebutan Om. Biasanya mereka akan meminta digendong mas Imam atau bermain kuda-kudaan sampai mereka lelah dan terlelap. Setelah itu baru mas Imam akan kuda-kudaan denganku hingga subuh menjelang. Aku akan dinaikinya, ditusuknya dan digenjotnya hingga dia ngecrot menumpahkan lahar putih kental di dalam memekku. Pernah suatu malam mas Imam menginginkan aku segera hamil. Aku kaget, tapi segera mengiyakan keinginan mas Imam. Namun diam-diam tanpa sepengetahuan mas Imam dan suamuku, aku memasang spiral untuk mencegah kehamilan. Terus terang dengan pengalaman yang kualami sebelumnya. Aku jadi khawatir untuk hamil lagi. Toh Mas Imam sudah memiliki anak dari istri pertamanya aku pun demikian. Mas Imam sering mengajak kami liburan bersama anak-anak. Ancol dan TMII jadi tempat langganan kami. Pernah juga kami diajak ke Maribaya Lembang, menghabiskan waktu di Kota Bandung. Keahlian mas Imam memijat juga sering dipraktekan kepadaku. Setiap melihatku letih, lesu biasanya mas Imam akan sigap segera memijat badanku. Dan ujungnya sudah bisa dipastikan setelah pijat, mas Imam meminta plus-plus, enak-enak bersetubuh denganku. Mas Imam selalu bisa memuaskan nafsu birahiku. Meski kadang aku merasa nyeri pada vagina karena serangan-serangan dia yang ganas. Namun aku tetap berusaha mengimbangi nafsu binatang Mas Imam. Rasa nyeri dan panas dalam vagina makin terasa berat. Aku akhirnya memutuskan ke dokter kandungan kemudian dinyatakan ada infeksi di dalam vagina, harus segera diobati dan dilarang untuk bersenggama dulu sampai 14 hari. Aku mengabarkan ke mas Imam lewat pesan singkat, Mas Imam sedikit kecewa mengetahui kondisiku. Namun tak mengurangi mesranya terhadapku. Maka ketika pulang pun untuk mengambil jatah bersenggama, mas Imam tetap mengajak aku bercinta meski tidak melakukan penetrasi. Keahliannya mengoral sex seluruh tubuhku, membuat aku orgasme tanpa harus ditusuk. Aku pun belajar menghisap dan mengoral kelamin mas Imam sebagai balasan. Untuk pertama kalinya aku tahu posisi 69. Kami saling memuaskan kelamin masing-masing hingga kami ngecrot dan terkapar lemas. Setelah 14 hari aku dinyatakan sembuh, namun jadwal kepulangan mas Imam kali ini bertepatan dengan jadwal tamu bulananku. Sebenarnya mas Imam sedikit kecewa karena harapannya aku segera hamil harus tertunda karena aku menstruasi. Namun acara ngesex tetap berjalan. Mas Imam tetap mengerjai tubuhku, payudara dan pantatku menjadi sasaran. Aku tak kuasa menolak keinginan mas Imam. Dan untuk pertama kalinya aku merasakan robeknya lubang belakangku. Mas Imam banyak mengajarkan aku soal sex, nafsu binatang kami di eksplore untuk mendapatkan kepuasan badani. Kondom gerigi, lubricant bahkan dildo menjadi alat mainan kami ketika melakukan hubungan seksual. Aku pun semakin larut dalam lubang permainan mas Imam. Fantasi-fantasi liar dicekokin ke dalam otakku. Dan aku semakin menikmati persetubuhan kami. Pernah kami melakukan hubungan seksual di kolam renang sebuah hotel di Jakarta di waktu malam. Atau mas Imam pernah mengentotku di tepi sungai di daerah kampung orang tuaku. Aku mengenalkan Mas Imam sebagai sepupunya suami. Jadi orang tuaku tak menaruh curiga ketika mas Imam ikut pulang kampung. Setahun persis pernikahan kami berjalan dengan baik. Pertengkaran tentu saja selalu ada selayaknya rumah tangga, namun biasanya akan berakhir dengan persenggamaan yang binal dan menguras peluh. Untung tak bisa diduga, malang tak bisa dicegah. Aku mendapatkan kabar mas Imam mengalami kecelakaan ketika pulang habis menengok anaknya di rumah mantan istrinya. Mobil yang dikendarainya menabrak sebuah truk yang terparkir di tepi jalan tol pada kegelapan malam dengan kecepatan tinggi. Aku hanya bisa pasrah dan menangis atas kepergiannya untuk selamanya. Tanpa kata cerai, tanpa kata pisah mas Imam pergi meninggalkan aku dan segala kenangannya. Mobil yang dikendarainya itu sering menjadi saksi persetubuhan kami di jok belakang. Setiap kami pergi ke Bandung, Bogor mau pun Bekasi. Sudah pasti, supir pribadinya sibuk mengendarai mobil, sementara mas Imam sibuk menjilati dan mengenyoti vaginaku sampai akhirnya menyetubuhi aku di sepanjang jalan tol hingga dia ambruk melepaskan spermanya. Kini aku hanya bisa menatap cincin pemberiannya sebagai mahar atas pernikahan kami. Aku sedih karena tidak bisa hadir menguburkan jenazahnya. Dan aku pun menyesal karena tidak sempat mengabulkan permintaannya agar aku hamil sebagai tanda buah hasil percintaan kami. ?????? Setelah kepergian Mas Imam, hidupku kini kembali seperti semula, meski aku memutuskan untuk tidak menjual diri lagi. Aku mencoba berdamai dengan diri sendiri. Menata kembali hidup berdua dengan suami. Suamipun sempat jatuh sakit mendapat kabar kematian sahabatnya. Beberapa tawaran menikah siri-pun aku tolak, karena aku sedikit trauma. Banyak lelaki datang menghampiri namun aku berusaha untuk tetap berdua dengan suamiku. Guru ngaji suamiku termasuk yang datang melamar. Karena issue suamiku impoten, diam-diam rupanya sudah menyebar. Aku tolak secara halus keinginan guru ngaji suamiku. Dia bercerita bahwa sejak gadis sebenarnya dia sudah menaruh hati padaku. Namun karena keduluan suamiku dia pun membatalkan niatnya untuk menikahiku. Kini setelah dia tahu kondisi diriku maka dia pun memberanikan diri datang melamarku. Yang aku tidak suka adalah dia tetap meminta merahasiakan pernikahan kami seandainya itu terjadi. Dan dia memintaku bercerai dari suamiku. Dua syarat itu yang membuat aku mantap menolak lamaran beliau. Kini aku cukup bahagia bersama suami dan anak-anakku. Meski hidup pas-pasan namun aku menjalaninya dengan senyum dan penuh keikhlasan. Itulah akhir kisah petulangan kehidupan seksualku. Semoga menjadi pelajaran dan ada hikmah di balik setiap kisahnya. ??????
TAMAT
ns 15.158.61.20da2