Keesokan harinya, mereka berkumpul di meja makan. Seperti biasa Viana harus memasak dan menghidangkan makanan untuk mereka para arwah.
"Hari ini aku capek, makan ini aja ya," ujar Viana membagikan bubur putih ke mereka.
"Yahhh, lagi-lagi bubur," sahut Nana cemberut.
"Kalau nggak mau? ya udah nggak usah dimakan!" bentak Viana.
"Iya-iya, aku makan," sahut Nana dan menyabet mangkok lalu menyendoki bubur itu.
"Ini untuk kamu," ujar Viana memberikan bubur ke pria itu.
"Eh Vi, kasih dia nama geh, biar enak manggilnya," usul Brian.
"Oh iya, lupa, dia kan belum punya nama," pikir Viana.
"Kalau dari mukanya yang ganteng, gimana kalau kita kasih nama dia Anjie, Riski, atau Jacky," celetuk Nana.
"Haestt, jelek semua itu," bantah Brian.
"Udah, panggil aja dia Dirly, kurasa nama itu cocok untuknya," usul Viana yang masih menyendok bubur dan memakannya.
"Dirly ..., hem, lumayan tuh, kamu suka nggak?" tanya Nana padanya.
"Aku suka, makasih ya," ujar pria itu yang kini bernama Dirly seraya tersenyum gembira.
Di ruang tamu, Viana sedang membersihkan rumah.
"Eh Dir, kamu kan bisa megang barang, kenapa kamu nggak bantuin Viana aja, biar dia nggak kecapean," usul Nana.
"Emangnya boleh?" tanya Dirly.
"Udah sana, bilang aja kamu mau gantiin dia."
Dirly tiba tiba datang dan menyabet sapu yang ada di tangan Viana. Tangan mereka saling bersentuhan. Viana bisa melihat bayangan seorang wanita yang berusaha menolong Dirly dari dalam mobil. Ia pun tersentak.
"Aku peringatin sama kamu ya, jangan coba-coba buat nyentuh aku!" bentak Viana tiba-tiba.
"Maaf, aku nggak sengaja, aku cuman mau bantuin kamu doang," sahut Dirly murung karena dimarahi.
Viana melepaskan sapu itu dan duduk di sofa.
"Kenapa sih Vi, marah-marah mulu kamu ini?" tanya Nana.
"Kamu kan tau Na, aku nggak suka disentuh sama arwah, energiku bisa berkurang."
"Iya-iya, ntar aku ngomong sama Dirly, mungkin dia belum tau, udah jangan marah-marah, cepet tua ntar," ejek Nana.
Viana hanya menatap Dirly dengan kesal.
Sore harinya Viana duduk di teras belakang sambil membaca buku. Cuaca hari itu sangatlah cerah. Wanita itu merebahkan tubuhnya di kursi dan memejamkan mata. Dirly yang selesai bekerja melihat ia kepanasan lalu menghampiri.
Tampak sinar matahari menyinari wajah Viana. Dirly mencoba menghalangi sinar itu menggunakan tangannya.
Viana merasakan ada seseorang di sampingnya. Ia membuka mata dan kaget, Dirly sudah berada di hadapanya.
"Percuma lah, sinar itu juga masih tembus kok ke wajahku," ujar Viana ketus.
"Oh, maaf aku lupa," sahut Dirly murung.
Viana bangun dan duduk.
"Sini duduk, aku mau ngomong sama kamu," pinta Viana.
Dirly duduk di kursi.
"Ia kenapa?"
"Apa kebetulan kamu mengingat sesuatu tentang masa lalumu?" tanya wanita itu.
"Enggak tuh," sahut Dirly.
"Kamu juga nggak ingat pernah kenal sama seorang wanita?" tanya Viana lagi.
Dirly menggeleng.
"Haestt, ya udahlah kamu kembali bekerja aja sana," pinta Viana dan kembali berbaring.
Dirly pergi meninggalkan Viana, lalu tak berapa lama Nana datang.
"Ngomong apa kalian?" tanya Nana yang melihat mereka berdua tadi.
"Aneh deh Na, dia sama sekali nggak ingat apapun."
"Mungkin dia meninggal tanpa meninggalkan rasa dendam, sama seperti aku," sahut Nana.
"Yah, bisa juga sih, tapi, tadi pagi pas dia pegang aku, aku liat bayangan seorang cewek, yang mau nolongin dia pas kecelakaan," ujar Viana.
"Yang bener kamu, terus cewek itu siapa?"
"Nah, itu yang aku nggak tau, tapi wajahnya nggak begitu asing kok, lain kali aku akan coba lagi, tapi nunggu energiku pulih dulu ya," ujar Viana.
"Iya, jangan terlalu dipaksain," sahut Nana.
Tiba-tiba ponsel Viana berbunyi.
(Iya Yah ada apa) tanya Viana.
(Kamu nggak lupa tentang rapat besok kan? ingat, kamu harus datang) pinta Ayah.
(Oh, iya Yah, aku ingat kok, besok pasti aku datang)
(Ya udah, sampai ketemu besok ya) ujar Ayah dan menutup telpon.
"Kenapa Vi?" tanya Nana.
"Itu Ayahku, besok aku harus ikut rapat di kantor," sahut Viana sedikit murung.
"Duhh, besok ya? maaf, aku nggak bisa nganterin, aku harus ikut ke PPAC," ujar Nana.
"Apaan tuh?"
"Perkumpulan para arwah cantik," ujar Nana terkekeh.
Brian dan Dirly yang mendengar perkataan Nana langsung tertawa terpingkal-pingkal. Viana ikut tersenyum.
"Wahh, kalian ini ya, kenapa pada ketawa ha!" teriak Nana geram.
"Iya-iya, biar besok aku sendirian aja, kamu pergi ke PP apalah itu tadi," ujar Viana yang masih menahan tawa.
"Vi, kamu nggak boleh pergi sendirian, biar Dirly aja yang nemenin kamu," usul Nana.
"Kenapa bukan aku aja, aku juga bisa kok bantuin Viana," pinta Brian.
"Bantuin kepalamu, kamu tuh bisanya cuman baca buku, megang benda aja kagak bisa!" bentak Nana pada pria yang suka memegang buku itu.
"Yayaya, dasar bawel," sahut Brian dan pergi dari sana.
"Dirly, besok kamu temenin Viana ya, jaga dia dari arwah-arwah jahat yang coba nyakitin dia, ngerti nggak kamu!" pinta Nana.
"Ehm, siap!" sahut Dirly dengan tegas.
506Please respect copyright.PENANAH9mGDLffdj