Empat tahun kemudian.
Viana sudah lulus kuliah dan mendapat gelar S1 di bidang hukum. Wanita itu akhirnya menjadi pengacara seperti ayahnya.
Di meja saat sarapan pagi.
"Selamat ya sayang, kamu sudah mendapatkan gelar itu, impianmu sudah tercapai bukan," ujar Sarah seraya membelai rambut Viana yang kini tumbuh panjang.
"Makasih Bu, tapi, impian Viana belum terkabul nih," ucapnya seraya mengolesi selai nanas keatas roti panggang di tangannya.
"Impian kamu yang bagaimana lagi Vi? bukannya kamu sudah menjadi pengacara sekarang?" pungkas Rahmat seraya menyeruput kopi di cangkir.
"Yah, ijinin Viana buka firma hukum sendiri ya?" pinta Viana tiba-tiba.
Sarah langsung tersedak. "Uhuk, uhuk, kamu ngomong apa Vi! kenapa kamu nggak mau kerja bersama Ayahmu di kantor," pinta ibu dengan nada agak tinggi.
"Buu ... Ibu kan tau, aku ini berbeda dari mereka, makanya plisss, yaaa, ijinin aku buka firma sendiri," sahut Viana memohon.
"Tapi --" ucapan Sarah terhenti karena Rahmat berbicara.
"Sudahlah Bu, biarkan saja, mungkin keadaan itu lebih baik untuk Viana, tapi kamu ingat ya Vi, jika sesuatu terjadi, kamu harus segera mencari kami, mengerti!" pinta pria berkacamata itu.
"Pasti Yah, Ayah yang terhebat," sahut Viana seraya mencium pipi kedua orang tuanya dan berlalu pergi.
"Yah! kenapa membiarkan Viana melakukan itu, dia sudah cukup aneh sejak lulus SMA, dan sekarang dia harus jauh dari kita Yah, Ibu khawatir."
"Bu, Viana itu berbeda, dia ingin melakukan apa yang ada di hatinya, kita berdua tak bisa memaksanya mengikuti keinginan kita," sahut suaminya menjelaskan.
Akhirnya Viana membuka firma hukum sendiri. Viana dan Nana berdiri menatap kantor yang baru.
"Kamu yakin ini akan berhasil?" tanya Nana merasa tak yakin.
"Yuppp, aku sudah nggak sabar, ayo masuk," pinta Viana seraya menggeret koper biru di tangan.
Karena rumah itu cukup besar. Ruangan di atas bisa digunakan untuk tempat tinggal, dan di bawah untuk kantor.
Sebenarnya Viana membuka kantor firma itu, semata-mata untuk membantu para arwah yang penasaran akan kematianya. Ia akan membela kliennya sampai masalah mereka selesai. Tapi, kadang banyak juga yang tidak percaya, dan mengumpatnya. Bahkan pernah juga menyiram Viana dengan air begitu saja.
Byurrrrr!!
"Dasar anak muda jaman sekarang, wajah cantik, baju bagus, sayang otaknya gila, mana ada pengacara arwah, dasar gila, pergi kamu," umpat salah satu klien saat ia ingin membantunya.
Viana yang kebasahan kuyup berjalan sempoyongan.
"Vi, nyerah aja deh, sana kerja sama Ayah kamu aja," saran Nana yang khawatir melihat keadaan temannya itu.
"Huuuhhh, aku sudah terlanjur berjalan sejauh ini, kalau aku kembali, aku hanya akan dipermalukan," ucap wanita itu seraya memeras kemeja yang ia pakai.
Mereka berdua kembali ke rumah mereka.
Viana berganti baju dan merebahkan tubuhnya di sofa.
"Tinggal berapa klien kita?" Ia bertanya pada Nana.
"Tinggal dua, itupun agak susah," sahut Nana.
"Biarkan aku tidur sebentar, aku akan bangun 10 menit lagi," ujar Viana seraya memejamkan mata.
Lima jam kemudian, ia terbangun dari tidurnya.
"Ohhhhh leganya, ternyata tidur 10 menit bisa bikin badanku segar lagi ya," ucapnya sambil meregangkan otot-otot yang kaku karena tidur di sofa.
Nana menatap Viana dengan muka marah. "10 menit kepalamu, liat ini sudah jam berapa? kamu tuh tidur selama lima jam tau!" sahut Nana kesal karena tak bisa membangunkan wanita itu.
"Whattt! kenapa kamu nggak bangunin aku," bantah Viana kebingungan.
"Kalau aku bisa ambil seember air, pasti udah aku tumpahin ke tubuh kamu, haestt," ujar Nana geram.
Viana pun baru ingat, Nana tak bisa menyentuh apapun.
"Maaf-maaf," ujar Viana.
"Itu banyak yang telepon tadi, udah sana telponin balik," suruh Nana.
Viana mengecek beberapa panggilan di ponselnya.
"Duh, ini dari istrinya preman itu, ayo cepat temuin dia," ujar Viana membereskan barang-barang dan mulai bekerja.
Di sebuah restoran tampak seorang wanita duduk dengan wajah yang kesal.
"Apa kamu sedang mempermainkanku, kamu kira aku nggak sibuk ya?" ujar wanita berbaju sexy itu dengan nada marah.
"Maaf, ada klien yang rumahnya begitu jauh, jadi saya terlambat kemari, maaf ya," sahut Viana beralasan.
Viana mencoba menyakinkan wanita itu bahwa ia bisa melihat arwah suaminya. Awalnya ia tak percaya tapi kata-kata terakirnya membuat wanita itu percaya.
"Benarkah suamiku selalu datang menemuiku tiap malam?" tanya wanita berambut keriting itu.
Viana mengangguk.
"Pantas saja, aku merasa seolah-olah tak sendirian, lalu, apa yang bisa aku lakukan agar suamiku bisa pergi ke surga dengan tenang?" tanyanya lagi.
Viana mengeluarkan sebuah dokumen.
"Ini biaya selama ia berada di firma saya dan juga biaya konseling," sahut Viana tersenyum kecut.
Wanita itu faham dan menuliskan sebuah cek untuk Viana.
"Kuharap setelah ini, suamiku bisa pergi dengan tenang," ujar wanita itu.
"Pasti, aku yakin dia akan pergi dengan bahagia," sahut Viana tersenyum karena sudah mendapat bayaran.
Arwah pria itu ikut tersenyum, lalu menghilang.
Pertemuan itu akhirnya selesai, tampak Viana dan Nana berjalan di pinggir jalan.
"Akhirnya, setelah sekian lama, kamu hebat hari ini, Vi!" puji Nana.
"Iya, kalau udah dapat uang aja, baru kamu bilang aku hebat, pasti ada maunya, ya kan," ujarnya seraya meledek.
"Ahhh, enggak kok, suer, cuman kayaknya bajuku dah nggak muat nih, beliin baru ya," pinta Nana dengan manja.
"Kamu ini ya, mau kupukul apa, baju mulu dipikirin, lagipula nggak ada yang bisa ngelihat kamu juga!" bantah Viana geram.
"Haestt, pelit amat kamu jadi orang," gerutu Nana.
Viana berjalan melewati trotoar di pinggir jalan. Pandanganya melihat ke seluruh jalan itu. Di sana, masih banyak arwah-arwah lain yang kebingungan. Mereka semua tak tau harus berbuat apa. Tapi Viana tidak sembarang membantu mereka. Karena jika ia membantu arwah yang jahat. Ia sendiri yang akan rugi dan juga sangat berbahaya untuknya, makanya Viana berusaha tidak berurusan dengan mereka.
Karena sebenarnya kekuatan Viana ada batasnya. Kala ia mencoba menyentuh arwah, atau arwah itu melewatinya, tubuhnya akan mulai melemah. Karena sedikit demi sedikit energi tubuhnya pun terambil.
Pikiran Viana terhenti saat melihat seorang pria berjalan mendekatinya.
Pria itu berusaha meminta tolong pada orang-orang yang lewat di sana. seakan tak sadar bahwa ia sudah menjadi arwah. Pria itu juga tak bisa menyentuh mereka.
"Vi, itu yang di depan kayak arwah baru deh," ujar Nana yang juga memperhatikan pria itu.
"Udah, biarin aja, jangan ikut campur, aku capek butuh istirahat," sahut Viana.
Pria itu makin mendekat. Karena Viana tak ingin pria itu tau bahwa ia bisa melihatnya, ia pun melewati tubuh pria itu.
Saat itu, Viana mendapat penglihatan. Pria itu sedang terjepit di sebuah mobil dan tubuhnya berlumuran darah.
Viana berbalik dan melihat pria itu.
"Kenapa Vi, apa kamu melihat sesuatu?" tanya Nana yang melihat temannya berbalik.
"Sepertinya, pria itu mati karena kecelakaan mobil."
"Terus, kamu mau bantu dia gitu?" tanya Nana.
Belum sempat menjawab pertanyaan Nana, pria itu berbalik dan menatap mereka berdua. Ia seolah tau mereka bisa melihatnya.
"Gawat! kita ketahuan, kabur Na," suruh Viana seraya berjalan cepat.
Pria itu bisa melihat Nana menembus orang-orang sama seperti dia, dan ia juga melihat Viana berusaha menghindarinya.
"Tunggu, kamu yang di sana!" teriak pria itu mengejar Viana.
Kekuatan pria itu lebih besar dari Viana. Pria itu bisa mengejarnya. Ia mencoba menarik tangan Viana dan ternyata pria itu bisa menyentuhnya. Viana terjatuh kepelukan pria berkulit putih itu. Lagi-lagi penglihatan itu datang, wanita itu merasa pusing, dan langsung pingsan.
"Vi, Viana, Vi, kamu kenapa?" tanya Nana khawatir melihatnya pingsan.
"Duhh, kenapa ni cewek?" tanya pria itu bingung.
"Kamu ini, masih nanyak, gara-gara kamu nih!" bentak Nana.
"Loh, kok aku, aku kan cuman narik tangan dia," bantah pria itu tak terima.
"Udah, nanti aja aku jelasin," Nana sedang berfikir.
"Aneh, kok aku bisa nyentuh dia ya," gumam pria itu merasa kebingungan.
"Hei kamu, cepat masuk ke tubuh dia, terus ikutin aku, kita berdua nggak akan bisa manggil taxi dalam keadaan seperti ini," pinta Nana pada pria jangkung itu.
"Kok aku! kenapa nggak kamu aja!" sahut pria itu.
"Karena kamu yang bisa nyentuh dia, udah cepetan! sebelum ada yang lihat nanti."
Pria itu akhirnya menuruti perintah Nana, ia masuk ke tubuh Viana, tak berapa lama Viana sudah berdiri.
"Cepat panggil taxi, kita harus pulang," pinta Nana.
Mereka memanggil taxi dan pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, mereka membaringkan Viana di ranjang.
"Duh, gimana ini? kok dia belum bangun ya," ujar Nana cemas dan mondar-mandir.
"Apa kita bawa dia ke rumah sakit aja?" saran pria itu.
"Haestt, kita ini arwah, gimana mungkin kita bawa dia ke sana!" bentak Nana.
"Ohhh, aku lupa," ujar pria itu seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tak berapa lama akhirnya Viana bangun dan membuka mata.
"Di mana aku?" tanya wanita berambut panjang itu seraya memegang dahi karena masih sedikit pusing.
"Akhirnya kamu bangun Vi, bikin takut aku aja," sahut Nana merasa lega.
Viana berupaya mengingat yang terjadi dan melihat sekeliling. Dan ternyata ia sudah di rumah. Tapi matanya tertuju pada sesosok pria yang berdiri di sana.
"Kenapa kamu bawa dia ke sini Na!" teriak Viana melengking.
"Kalau aku nggak bawa dia ke sini, terus yang bawa kamu pulang ke rumah siapa ha," bantah Nana tak mau kalah.
"Jadi, yang bawa aku ke sini dia?"
"Iyalah, orang cuman dia yang bisa nyentuh kamu kok," sahut Nana.
"Kamu ini, bener-bener ya!" ujar Viana geram.
"Aku ingin minta tolong sama kamu?" ujar pria itu tiba-tiba.
Nana langsung mendekati Viana dan membisikkan sesuatu.
"Kita bisa manfaatin dia untuk kerja bareng kita, jadi kamu nggak perlu susah-susah bikin orang percaya sama kamu, dia kan bisa gerakin barang tuh, mudah kan," ujar Nana mengusulkan.
Viana langsung mengeluarkan tongkatnya.
"Mintak dipukul kamu ya, kamu nggak seharusnya nerima orang sembarangan kayak gitu," bentak wanita itu seraya ingin memukul teman hantunya.
Nana pun langsung kabur.
"Ayolah Vi, kamu nggak kasian, dia juga nggak inget siapa dia, lagian dia udah nolongin kamu juga, biarin dia tinggal di sini sementara lah," teriak Nana dari kejauhan karena takut dipukul.
"Akhirnya aku dapat teman baru," ujar Brian, arwah sok pintar yang tiba-tiba datang menghampiri mereka.
"Haesttt, bikin kaget aja kamu," sahut Nana terkejut seraya memegang dadanya.
"Udah semuanya pergi, masuk ke kamar kalian masing-masing, aku mau istirahat," pinta Viana ke mereka semua.
"Jadi, aku boleh tinggal di sini?" tanya pria itu.
"Kamu, untuk sementara sekamar aja sama Brian, dan aku nggak mau dengar kalian semua berisik!" bentak Viana mengancam mereka.
"Kenapa dia harus tidur di kamarku, kenapa nggak sama Nana aja?" pinta Brian.
"Gila kamu ya, gini-gini aku juga cewek tau," bantah Nana dan masuk ke kamar.
Viana yang mendengar perdebatan mereka langsung mengangkat tongkat. Mereka tau itu, dan langsung kabur meninggalkan tempat itu.
"Tungguin aku!" sahut pria itu seraya mengikuti Nana dan Brian.
Di dalam kamar Brian.
"Kamu tidur di atas ya, aku suka tidur di bawah, ingat! jangan berisik, aku mau belajar," ujar Brian seraya membuka lembaran buku yang selalu ia bawa.
Pria itu pun mengangguk
"Oh ya, nama kamu siapa?" tanya Brian.
"Nama, aku nggak tau namaku siapa," sahutnya.
"Hahh! jadi kamu nggak ingat apapun?" tanya Brian lagi.
"Iya," sahut pria itu seraya menghela nafas.
493Please respect copyright.PENANATCwjJP7Hdu
493Please respect copyright.PENANAtWzKZXMWBI
493Please respect copyright.PENANAjbYp9r4XxO
493Please respect copyright.PENANAyXeyX5eUia