Seorang bayi perempuan baru saja lahir di sebuah rumah sakit. Tapi tidak seperti biasanya, bayi itu menangis sangat kencang, seolah-olah memberitahukan ke semua orang bahwa ia telah lahir ke dunia.
Ibunya membantu menenangkan bayi itu, tapi tetap saja ia masih menangis. Sampai akhirnya wanita itu memanggil sang Nenek untuk datang. Wanita tua itu sangat senang karena ada garis keturunan yang mewarisi kemampuanya.
"Bu, kenapa dengan anak ini? kenapa ia menangis tak henti-hentinya?" Sarah bertanya pada ibunya.
"Biarkan aku yang menggendongnya," pinta wanita tua itu.
Tak berapa lama tangisan bayi itu mulai mereda. Dan ia tersenyum pada Nenek berusia hampir 90 tahun itu.
"Oh, cucuku yang cantik, jangan takut ya, Nenek akan selalu menjagamu dari mereka," ujarnya tiba-tiba membuat kedua orang tua bayi itu menatap dengan heran.
Nenek tau bahwa bayi itu sedang dikelilingi arwah, makanya ia tak berhenti menangis. Hanya Nenek yang bisa mengusir arwah itu.
Sesampainya di rumah.
"Nak, kamu tau kan anak kamu ini istimewa, ketika dia besar nanti, dengarkan semua yang ia katakan, ia bukan anak biasa, matanya bisa melihat sesuatu yang tidak kalian lihat, apa kalian mengerti!" Nenek berkata kepada kedua anaknya.
"Iya Bu, kami mengerti," sahut Rahmat kepala keluarga di rumah itu.
"Dan ini tongkat kayu, berikan padanya ketika ia sudah dewasa, ketika ia sudah bisa mengontrol kekuatannya, kuharap kalian menjaganya dengan baik, ketika aku sudah tiada nanti," ujar wanita tua itu lagi.
"Ibu tenang saja, kami pasti akan menjaganya dengan baik," sahut wanita berambut panjang itu.
***
10 tahun kemudian.
Seorang anak kecil tampak berlari di sebuah gang kecil yang tak berhujung. Wajahnya cemas ingin segera pulang ke rumah. Sesekali ia melihat ke belakang khawatir ada yang mengikutinya.
"Ibuuuu, Buuuuu, Ibuuu," teriaknya sambil lari mencari ibunya.
Ibunya langsung keluar dari dapur mendengar ia berteriak.
"Ada apa Viana, kenapa sayang?" tanya ibunya heran.
Viana langsung memeluk wanita yang sudah melahirkannya ke dunia itu dan menangis.
Ibunya menghela nafas dan menepuk bahu anak perempuannya itu, ia tahu apa yang dirasakan anak semata wayangnya itu.
Di meja makan.
"Minum dulu sayang, lalu makan ya, kamu pasti lapar!" ibunya mencoba menenangkanya.
"Bu! sampai kapan aku harus melihat mereka Bu, aku takut Bu!" ujar gadis kecil itu seraya menangis.
"Sayang, suatu hari nanti, kamu pasti akan bersyukur karena mendapatkan keistimewaan itu, bersabarlah sedikit lagi ya," sahut ibunya sambil mengelus rambut Viana yang dikucir bentuk buntut kuda.
Malam harinya, Viana merasa tak enak badan, setelah makan malam ia pun langsung tidur di kamar.
"Bu, gimana keadaan Viana?" tanya pria berkacamata itu.
"Ya begitulah Yah, ia masih begitu muda untuk mengemban tugas seberat itu," keluh istrinya.
"Bu, apa sudah saatnya kita berikan tongkat kayu itu ke dia, bukankah dia sudah cukup dewasa" pinta suaminya dan menutup koran yang baru ia baca.
"Baiklah, besok Ibu akan memberikan kepadanya," sahut istrinya seraya menyeruput teh yang ada di gelas.
Di kamar Viana, ia tidur seraya memeluk photo Neneknya.
"Nenek, kenapa begitu cepat meninggalkan Viana, padahal masih banyak yang mau Viana tanya pada Nenek," isak gadis itu sampai ia tertidur lelap.
Dimeja, saat sarapan pagi.
"Vi, gimana, apa sudah baikan?" tanya pria berkumis tipis itu yang tak lain adalah ayahnya.
"Udah mendingan kok Yah," sahut Viana.
"Ayah percaya, kamu itu kuat Vi, kamu pasti bisa melalui semua ini," ujar pria itu memberi semangat.
"Makasih Yah," sahut Viana tersenyum.
Ibunya mengeluarkan sebuah kotak dan memberikan pada Viana.
"Ini apa Bu?" tanya Viana heran karena tiba-tiba diberi sebuah kotak.
"Ini pemberian Nenek untukmu, sebelum beliau meninggal, beliau berpesan, dengan tongkat kayu ini kamu bisa mengendalikan arwah-arwah itu, Ibu rasa, kamu sudah bisa menerima ini sekarang, maaf membuatmu menunggu ya Vi," ujar wanita itu menjelaskan.
Viana membuka kotak itu dengan perasaan senang. Matanya berbinar-binar ketika memegang tongkat kayu itu.
"Ibu yakin, ini bisa mengalahkan mereka?" tanyanya penasaran.
"Yakin sayang, Nenekmu sudah menggunakan tongkat ini sejak dulu," sahut ibunya yang biasa dipanggil Sarah.
"Horeeee! akhirnyaa!! aku tidak akan takut lagi pada mereka!" ujar Viana merasa senang seraya memeluk ke dua orang tuanya.
Sepulang sekolah di jalan gang yang sering ia lewati. Tidak seperti biasanya, ia harus lari dari mereka. Kini, ia berdiri dengan berani dan menantang mereka.
"Hari ini aku tidak akan lari!" Mata gadis itu berbinar seraya mengeluarkan tongkat kayu di tangan mungilnya.
"Wahhh berani sekali kamu, ayo kita serbu dia!" ujar arwah-arwah itu dan mendekati Viana.
Viana dengan cepat memukul mereka satu per satu. Mereka merasa kepanasan dan merintih kesakitan.
"Ouchhhh! panass! apa ini!" ujar arwah itu mengerang kesakitan.
"Ampun, ampunnn, ayo pergi!" sahut yang lain dan pergi begitu saja.
Viana tersenyum dan merasa puas.
***
Bertahun tahun kemudian ia pun lulus SMA. Saat itu semua keluarga datang untuk menyaksikan kelulusan anak-anak mereka, begitupun kedua orang tua Viana. Mereka juga berphoto bersama.
Di tengah kegembiraan mereka, terdengar suara wanita menangis begitu keras. Viana bisa mendengar suara itu dengan jelas.
"Bu, Yah! apa kalian mendengar suara tangisan?" tanya Viana tiba-tiba.
"Nggak denger apa-apa kok Vi," ujar Rahmat.
"Memangnya apa yang kamu dengar sayang?" tanya Sarah.
"Oh, enggak Bu, mungkin aku salah dengar," sahut Viana yang tak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir.
"Vi, Ibu sama Ayah ke ruang guru dulu, kamu tunggu di kelas ya, berpamitanlah pada teman-temanmu, nanti kita pulang bersama" ujar wanita itu dan membelai rambut anak kesayangannya.
"Iya Bu!" sahut Viana.
Karena penasaran, Viana pun mencari arah tangisan itu. Ia berjalan menaiki tangga yang sangat sepi. suara itu makin dekat dan dekat. Ia melihat seorang wanita bergaun putih dengan rambutnya yang panjang sedang menangis di dudukan tangga.
"Kamu kenapa?" tanya Viana tanpa ragu sama sekali.
Wanita itu langsung menatapnya dengan wajah yang heran.
"Kamuu ... , bisa ngelihat aku?" tanya wanita berbaju putih itu.
"Iya bisa, aku denger kamu nangis makanya aku ke sini!" ujar Viana.
"Syukurlah." Wanita itu ingin memeluk tubuh Viana tapi malah melewatinya.
"Kamu lihat kan, aku nggak bisa menyentuh apapun, aku bukan manusia sekarang, aku nggak tau aku siapa dan kenapa aku di sini," isak wanita itu mulai menangis lagi.
"Coba aku liat bentar, biasanya kalau aku nyentuh arwah, aku bisa tau kenapa mereka meninggal," sahut Viana yang sudah tau tentang kekuatannya.
Wanita itu menatap dengan wajah berseri-seri.
Viana mulai menyentuh tubuh wanita itu. Tapi ia tak mendapat penglihatan apapun, sangat bersih.
"Gimana, apa yang kamu lihat?" tanya wanita itu penasaran.
Viana menggeleng.
"Aku nggak ngeliat apa-apa," sahut Viana datar.
"Hahhhh, lalu aku harus bagaimana?" ujar wanita itu mengeluh.
Tiba tiba ponsel Viana berbunyi.
"Sayang kamu di mana? kok di kelas nggak ada?" tanya Sarah yang mencari Viana sedari tadi.
"Oh, ini aku di kamar mandi Bu," sahut Viana beralasan.
"Ya udah, cepat ke gerbang ya, Ayah kamu sudah menunggu," pinta Sarah.
"Iya Bu," sahut Viana dan menutup ponsel lalu memasukkan benda itu ke dalam tas.
"Aku harus pulang, maaf karena tak bisa membantumu," ujar Viana seraya pergi.
Wanita itu mencoba menghalangi.
"Tunggu! bawa aku pulang bersamamu, aku tak punya siapa-siapa di sini, dan aku takut" ujar wanita bergaun putih itu.
"Heii! kamu itu hantu, ngapain takut, malah orang lain yang harusnya takut sama kamu," ujar Viana menegaskan.
"Oh, iya ya, tapi tetap saja, bawa aku pulang plisssss," rintih wanita itu lagi.
"Bukannya aku nggak mau bawa kamu pulang, tapi rumahku tidak bisa dimasuki arwah," ujar Viana lagi.
"Maksud kamu?" tanya wanita itu bingung.
Sampailah mereka di depan rumah Viana, mereka berdua berdiri dan menatap rumah berbahan dasar kayu itu.
"Kenapa banyak tempelan di sana-sini?" tanya wanita berambut panjang itu.
"Nenekku yang menempelkanya, agar tidak ada arwah yang bisa masuk ke sini," ujar Viana dan melangkah masuk melewati pembatas itu.
"Kalau gitu, aku nggak bisa masuk ya," sahut wanita itu mulai cemas.
"Kamu coba aja, kalau kamu bisa masuk, kamu boleh tinggal di sini" ujar Viana.
"Kalau aku tidak bisa melewati tanda itu, apa yang akan terjadi padaku?" tanyanya lagi.
"Kurasa kamu akan kepanasan."
"Hanya itu."
Viana mengangguk. Sebenarnya arwah apapun yang tidak bisa melewati tanda itu akan terbakar menjadi abu.
Wanita itu mulai melangkahkan kakinya, perlahan-lahan. Ia tampak cemas kalau-kalau sesuatu terjadi padanya.
"Kenapa aku takut gini ya, aku kan sudah mati, kalau aku mati lagi nggak apa-apa lah, yang penting, aku sudah berusaha," gumam wanita itu bersemangat.
Kakinya menggapai tangga rumah Viana, kemudian ia melangkah masuk dan berdiri tepat di depan pintu rumah Viana.
"Yeeeee! aku berhasil hahaha, akhirnya aku punya rumah," ujar wanita itu gembira.
Viana tak menyangka, ia bisa berhasil melewati pembatas itu. Selama ini, tak ada satupun arwah yang bisa melakukanya. Tapi Viana sudah terlanjur berjanji, dan janji manusia kepada arwah tidak bisa dipungkuri.
Di kamar, wanita itu berkeliling dengan senyuman yang lebar.
"Anehhh, kok bisa ya kamu masuk." Viana masih heran.
"Itu tandanya, aku berjodoh denganmu, mulai saat ini aku akan menjadi temanmu," ujar wanita itu tersenyum puas.
"Haestt, siapa juga yang mau berteman ama setan," sahut Viana geram.
Wanita itu terus mengejeknya.
"Tapi aku tak tau siapa namaku," gumam wanita itu.
Viana menghela nafas.
"Kupanggil kamu Nana aja ya, daripada kamu nggak punya nama," ujar Viana memberinya nama.
Wanita itu mengangguk.
"Nana, lumayan bagus," gumam wanita bergaun putih itu dengan gembira.
593Please respect copyright.PENANAZfi6wCerdO
ns 15.158.61.8da2