Asep bergegas kembali ke sawah bagian atas, di sana sudah ada Dudung yang menunggu. “Gimana Sep, ada Eni nya?” Teriak Dudung dari jauh. “Gak ada pak, sepertinya sudah pulang pak!” Jawab Asep. “Ya sudah bapak duluan pulang ya, kamu mau ke sungai dulu?” Tanya Dudung. “Iya pak!” Jawab Asep sambil terisak Dudung dengan hati gembira segera pulang, dia ingin melampiaskan nafsunya walaupun hanya dengan onani. Dia masih tidak berani kalau harus memperkosa Eni. Dudung berjalan sangat cepat sekali, bahkan waktu yang dipakai olehnya untuk pulang pergi ke sawah terasa amat singkat. Dengan nafas terengah-engah akhirnya dia sampai di rumahnya, dia tidak langsung masuk melainkan mencari dahulu dimana Eni berada. Penisnya berdiri ketika melihat Eni hanya memakai daster dengan lengan terbuka, ketiak yang agak berbulu menjadikan Dudung semakin bernafsu. “Eh bapak sudah pulang, kang Asep ga bareng pak?” Tanya Eni. “Bapak lelah neng, bapak mau istirahat. Badan bapak pegal-pegal!” Jawan Dudung. “Ya sudah istirahat dulu saja pak, Eni mau masak dulu!” Seru Eni Dudung segera masuk ke kamarnya, posisi kamar yang berdekatan dengan dapur menjadikan Dudung leluasa untuk mengintip Eni. “Duh, pingin pipis. Bapak nyediain air gak ya?” Tanya Eni berbicara sendiri. Eni menuju kamar mandi yang ada di belakang dekat dapur, dengan cekatan Dudung menuju dapur untuk melihat Eni kencing. “Untung bapak sudah nyediain air.” Ujar Eni yang sudah ada di kamar mandi. Dibukalah celana dalam yang dia pakai, bulu vagina yang lebat terlihat jelas oleh Dudung yang mengintip di celah bilik rumahnya. Dia mulai mengelus penisnya, kocokan pelan dia lakukan tak kala melihat menikmati kencing di sore itu. Ketika tahu Eni sudah selesai dengan cepat Dudung kembali ke kamarnya dan berpura-pura tidur. * Dikarenakan hari sudah mulai sore, maka Asep segera menuju sungai untuk mandi dan mencuci pakaiannya. Naas bagi Asep, kamar mandi disana sedang dipakai oleh dua wanita yaitu Iis dan Ida. “Eh kang Asep, mau mandi kang?” Tanya Iis yang cuek bertelanjang mandi di depan Asep. Asep sendiri harus bisa menahan birahinya, karena bukan hanya Iis yang telanjang tapi Ida juga sama halnya. 1 “I..iya, tapi kamar mandinya isi jadi nanti sajalah.” Jawan Asep. “Mandi bareng saja kang bertiga, lagipula kalau nunggu kami masih lama. Hari juga sudah mau gelap.” Saran Ida pada saat itu. Asep tidak punya pilihan lain selain ikut mandi bersama dua wanita di kamar mandi itu. Penisnya yang sedang berdiri tegak dapat dilihat oleh Ida dan Iis ketika Asep membuka celananya. “Anunya berdiri kang!” Seru Ida sambil tertawa-tawa. “Biarin normal kali Ida, suami kamu juga suka berdirikan anunya?” Canda Iis. “Ya iyalah is, bicara soal yang berdiri jadi ingat kalau entar malam ketemu sama yang berdiri!” Ujar Ida sambil penuh candaan. Asyiknya obrolan panas antara Iis dan Ida semakin membuat Asep tidak nyaman, ingin rasanya dia memasukkan penisnya kedalam lubang vagina yang ada disana. Pasalnya posisi mereka yang jongkok memperlihatkan bentuk vagina Iis dan Ida, sehingga Asep tinggal sekali tancap saja bisa masuk. “Is, aku pulang duluan ya, Aku sudah selesai soalnya!” Seru Ida kepada Iis setelah 15 menit di ruangan itu. “Ya sudah Ida, hati-hati dijalannya!” Seru Iis. Di kamar mandi tersebut kembali seperti kemarin dimana ada Iis dan Asep mandi bersama. “Is, apa tidak apa-apa kalau kita mandi bareng kaya gini terus tiap hari?” Tanya Asep. “Gak apa-apa kang, disini itu sudah biasa!” Jawab Iis dengan santai. “Tapi bisa-bisa kalau kaya gini terus bakalan gak tahan juga is!* Ujar Asep. “Gak tahan gimana maksudnya kang?” Tanya Iis. “Ah kamu kaya gak ngeri saja!” Ujar Asep. “Ya tinggal lakukan saja kang, gak bakalan ada yang lapor pada siapapun!” Jawab Iis. Mendengar apa yang dikatakan oleh Iis, Asep ingat dengan sperma di kamar mandi di sawah tadi. Di yakin kalau itu bukan sperma hasil onani, akan tetapi itu hasil persetubuhan karena baunya agak berbeda. “Kenapa kang, apa akang mau?” Goda Iis. “Jangan Is, gak enak nanti ada yang lihat!” Seru Asep. Iis lebih mendekatkan dirinya kepada Asep, dan mengelus penisnya. “Duh kasihan sudah berdiri tegak, tapi gak ketemu lubang. Mau sama istri masih nunggu malam!” Goda Iis kepada Asep.. “Jangan Is, gak enak ah!” Jawab Asep. Tapi Iis tidak menggubris apa yang dikatakan oleh Asep, justru dia lebih agresif untuk merangsang Asep. “Kang, pingin dimasukkan!” Rengek Iis. “Apa ini gak apa-apa?” Tanya Asep. “Gak apa-apa, pasti enak rasanya penis kang Asep!” Jawab Iis. Walaupun agak ragi akhirnya Asep mau melakukan persetubuhan dengan Iis. “Kenapa kita tidak melakukan ini dari dulu is, padahal kamu itu pacar akang yang dulu sangat akan cintai?” Tanya Asep. “Dulu Iis masih takut kang, Iis takut kalau hamil terus akang gak tanggung jawab!” Jawab Iis. “Terus sekarang bagaimana, apa kamu masih takut hamil?” Tanya Asep sambil menggenjot vagina Iis. “Gak kang, soalnya kalau aku hamil sudah ada bapaknya!” Jawab Iis dengan memeluk Asep. Sekitar lima belas menit mereka berdua menuntaskan birahi mereka, Iis dan Asep berpisah setelah saling memuaskan diri. * Malam telah tiba, Asep dan Eni makan malam dengan masakan yang dimasak oleh Eni. Walaupun dengan bahan sederhana, Eni mampu membuatnya terasa istimewa. “En, bapak kemana?” Tanya Asep. “Daritadi siang bapak ada di kamarnya, badannya pegal-pegal katanya!” Jawab Eni. “Ohh..!” Jawab Asep singkat. Usai makan malam sekitar jam delapan malam Asep sudah terlihat mengantuk. Tiba-tiba Dudung berteriak dari arah kamarnya, sontak itu membuat Asep dan Eni kaget. “Bapak kenapa?” Tanya Asep. “Sep, bapak boleh minta dipijit. Rasanya badan bapak sakit semua!” Rengek Dudung. “Duh, paling sama Eni saja ya pak. Asep sudah ngantuk sangat. Kamu mau kan Eni baut pijat bapak?” Tanya Eni. Eni hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju. Eni mulai memijat badan Dudung yang hanya memakai sarung saja, suara dengkuran Asep yang tertidur sudah terdengar oleh Eni. “Pelan-pelan saja en!” Seru Dudung. Eni dengan perlahan memijat Dudung, ketika Eni hendak memijat bagian bawah pinggang Dudung terlihat bongkahan pantat Dudung yang berbulu. Eni langsung berpikiran kalau ayah mertuanya itu tidak memakai apa-apa selain sarung ini. Hal ini dia buktikan ketika dia memijit bagian betis Dudung, ketiak dia sampai pangkal bawa terlihat biji penisnya yang hitam menggantung. Eni menelan ludah ketika melihat ayah mertuanya bugil, aroma tubuh Dudung yang bau justru menambah birahi eni pada saat itu. Belum lagi ketika tadi sore dia bercinta dengan Adang secar singkat. “Eni, kenapa berhenti?” Tanya Dudung. “Eh iya pak, maaf!” Jawab Eni. “Kamu pingin nyentuh biji bapak?” Tiba-tiba Dudung berani mengatakan itu. 1 “Ah bapak ada-ada saja!” Gurau Eni pada mertuanya. “Ayo Eni mumpung Asep tidur!” Rayu Dadang kepada Eni. Entah kenapa Eni penasaran juga dengan biji penis orang lain, setelah tadi vagina dimasuki penis Adang, dia menjadi ingin mencoba yang lain. “Ahh…nah gitu Eni!” Ujar Dudung ketika Eni menyentuh biji penisnya. Setelah agak lama mengelus-elus biji penisnya, tiba-tiba Dudung membalikkan diri, sontak itu membuat Eni kaget dan melihat jelas penis Dudung berdiri tegak. “Eni, bapak boleh minta sesuatu gak?” Tanya Dudung. “Minta apa pak?” Balik tanya Eni agak risih dengan bapaknya mertuanya yang sekarang bugil. “Bapak pingin dikeluarkan, sudah lama bapak gak ngeluarin sperma!” Ujar Dudung. “Kurang ajar juga ini mertua!” Gerutu Eni dalam hati. “Ta..tapi pak!” Sanggah Eni. “Sekali saja Eni, apa kamu gak kasihan sama bapak?” Rayu Dadang dengan mulut berbisanya. Akhirnya Eni menurut dan mulai mengurut penisnya Dudung, desahan dari Dudung mulai terdengar ketika Eni menyentuh kepala penisnya. “Aww!” Eni kaget ketika Dudung meremas payudaranya. “Bapak apa-apaan sih, kan gak ada perjanjian buat sentuh- sentuh saya?” Bentak Eni. “Maaf Eni, bapak lagi terangsang sekali. Boleh ya bapak remas payudara kamu biar cepat keluar!” Rengek Dudung. Eni jelas menolak apa yang diinginkan oleh Dudung, dia tahu kalau di rangsang terus dia jadi ikut menikmati. “Gak boleh pak, ayu bapak mau Eni berhenti ngocok penis bapak?” Tanya Eni. “Ya sudah Eni, bapak gak bakalan remas payudara kamu lagi!” Ujar Dudung. Hampir 10 menit mengocok penis Dudung, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Dudung akan berejakulasi. “Pak, kok lama tangan Eni sudah pegal?” Tanya Eni. “Coba Eni jilat penis bapak!” Seru Dudung. Eni enggan kalau harus menjilati penis Dudung, warna hitam dan penuh bulu membuat Eni jijik melihatnya. “Kalau gini terus lama Eni, gini saja deh biarkan bapak remas payudara Eni lagi biar bapak cepat keluar!” Seru Dudung. Eni nampaknya berpikir untuk menyetujui apa yang dikatakan oleh Dudung, walau resikonya besar. Akhirnya Dudung bebas untuk meremasi payudaranya, desahan mulai kelaut dari mulut Eni tanda mulai menikmati. Dia sadar kalau vaginanya telah basah oleh cairan pelumasnya. Semakin kencang Dudung meremas semakin kencang pula Eni mengocok penisnya, alhasil Dudung mengeluarkan sperma yang luar biasa banyaknya. Bau amis langsung tercium di kamar Dudung, apalagi ketika Dudung mengangkat kedua tangan dan memperlihatkan bulu ketiak yang lebat. Eni ingin muntah dengan bau yang keluar dari ketiak Dudung. ” Bau sekali pak, bapak gak mandi hari ini?” Tanya Eni. “Kamu kan tahu sendiri dari tadi bapak diam di kamar!” Jawab Dudung sambil menghela nafas. “Pantas saja bau sekali badan bapak!” Seru Eni. “Nanti kamu bakalan suka kalau sering nyium aroma badan bapak, oh ya terimakasih ya sudah mengeluarkan sperma bapak!” Ujar Dudung. Eni tidak menjawab dan segera pergi ke kamarnya, dia melihat jam sudah hampir jam 9 malam. Dia harus segera tidur karena besok harus ke sawah, suara dengkuran Asep masih terdengar. Gara-gara rangsangan Dudung tadi, Eni bingung harus menuntaskannya bagaimana. Dia enggan kalau harus melakukan hubungan seks dengan Dudung, apalagi badannya bau karena tidak mandi.
ns 15.158.61.20da2