Sadiqah masuk kembali ke halaman rumah mewah itu. Takdir seolah-olah membawanya masuk kembali ke dalam rumah itu. Sadiqah memeriksa setiap inci halaman rumah itu. Akhirnya ia menemukan dompetnya di bawah jendela rumah itu. Sadiqah membungkuk untuk mengambil kembali dompetnya. Sadiqah mendapat telepon dari Ruqayyah.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Ruqayyah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Sadiqah.
Tanpa sengaja tubuhnya menyenggol guci besar di dekat jendela, sehingga menimbulkan suara yang keras. 2 orang penjaga rumah menghampirinya karena mengira ia penyusup.
"Hai siapa di sana ? Kau ingin mencuri di sini ya ?" Teriak salah satu penjaga kepada Sadiqah.
"Sadiqah, ada apa di sana ?" Tanya Ruqayyah dari ujung telepon.
"Tidak, tidak aku tidak ingin mencuri." Jawab Sadiqah pada penjaga.
Karena Sadiqah sangat gugup ia menjatuhkan handphone nya. Potongan-potongan handphone nya berserakan di halaman rumah mewah itu.
Ruqayyah (19) POV
Entah mengapa aku ingin menyusul Sadiqah ke rumah No 32 Basurimansur Rajaratraw. Mungkin saja Sadiqah membutuhkan bantuan ku di sana. Aku kembali ke dalam rumah, lalu mengembalikan semua boneka di tempatnya masing-masing. Setelah itu aku mengambil dompetku, dan memesan taksi. Tak lupa aku mengunci pintu rumahku, dan memastikan rumah Nenek Sumayyah sudah dikunci dengan benar. Setelah itu aku menunggu taksi di depan rumahku.
بِسْمِ اللهِ، تَوَكَّلْـتُ عَلَى اللهِ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُـوَّةَ إِلاَّ بِالله
Bismi l-lâhi, tawakkaltu ’alâ l-lâhi, wa lâ hawla wa lâ quwwata illâ bi-l-lâhi.
Dengan nama Allah (aku keluar). Aku bertawakkal kepada-Nya, dan tiada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah." Doaku dalam hati.
Taksi yang ku pesan sampai 5 menit kemudian. Aku memasuki taksi itu.
"اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ. سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرِنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الأَهْلِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ المُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالأَهْلِ.
Allâhu akbaru, Allâhu akbaru, Allâhu akbaru. Subhâna l-ladhî sakhkhara lanâ hâdhâ wa mâ kunnâ lahu muqrinîn, wa innâ ilâ rabbinâ la-munqalibûn. Allâhumma innâ nas-aluka fî safarinâ hâdhâ al-birra wa t-taqwâ wa mina-l-’amali mâ tardâ. Allâhumma hawwin ’alayna safaranâ hâdhâ wa twi ’annâ bu’dahu. Allâhumma anta s-sâhibu fî s-safari, wa-l-khalîfatu fî-l-ahli. Allâhumma innî a’ûdhu bika min wa’thâ'i s-safari wa ka'âbati-l-manzari, wa sû'i-l-munqalabi fî-lmâli wa-l-ahli.
Allah Maha Besar. Allah Maha Besar. Allah Maha Besar. Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari kiamat). Ya Allah! Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon perbuatan yang meridhakan-Mu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkaulah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga (ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga." Doaku dalam hati.
"Bu, tolong antarkan saya di rumah No 32 Basurimansur Rajaratraw." Ucap ku pada sopir taksi yang ku tumpangi.
""Ruqayyah, kamu bisa memanggil ku kak Mukta. Lagi pula kita sudah saling mengenal satu sama lain. Jadi jangan terlalu formal seperti itu." Ucap sopir taksi yang ku tumpangi (30).
"Iya kak Mukta." Ucap ku pada kak Mukta.
Setelah percakapan singkat dengan kak Mukta, taksi yang ku tumpangi meluncur melintasi jalanan kota.
Taksi yang ku tumpangi akhirnya berhenti di dekat sebuah rumah mewah.
"Apakah kita sudah sampai, kak ?" Tanyaku pada kak Mukta.
"Iya, Ruqayyah. Kita sudah sampai." Jawab kak Mukta
"Terima kasih kak. Tolong tunggu sebentar, aku tidak akan lama." Ucapku.
"Iya Ruqayyah aku akan menunggumu." Ucap kak Mukta.
Aku keluar dari taksi, dan berjalan menuju rumah bercat putih berpagar tinggi seperti yang dideskripsikan oleh Mischa. Di dekat rumah itu, aku melihat taksi yang ditumpangi Sadiqah. Aku mendekati taksi itu.
"Kak Meeti, apakah Sadiqah ada di dalam taksi ?" Tanyaku pada kak Meeti.
"Tidak Ruqayyah, tadi dia keluar dari taksi bersama Mischa. Lalu ia menyerahkan Mischa kepada ibunya. Setelah itu ia kembali lagi ke sini. Dia keluar lagi dari taksi ini, karena kunci rumahnya terjatuh di rumah mewah itu. Sampai sekarang dia belum kembali. Kau susullah dia, aku takut terjadi sesuatu padanya." Jawab Kak Meeti.
Jawaban kak Meeti membuatku khawatir kepada Sadiqah.
"Terima kasih kak. Aku akan menyusulnya." Ucapku.
Aku berlari menuju rumah mewah itu. Aku terkejut melihat sesuatu yang terparkir di halaman rumah mewah itu.
"Sepeda motor itu ... Itu artinya, Sadiqah ... "Gumamku pada diriku sendiri.
.
.
.
Author POV
Ruqayyah, dan keluarganya masih berada di kediaman Tuan Abdurrahman. Perasaan Nenek Pakizah bercampur aduk, antara cemas kalau rencana pernikahan Ruqayyah dibatalkan, dan senang karena berhasil mempermalukan keluarga musuhnya.
"Nenek, bukankah tangan nenek terluka tadi. Tolong izinkan aku mengobati luka nenek." Ucap Ruqayyah khawatir.
"Kita bisa mengobatinya di rumah Ruqayyah." Ucap Nenek Pakizah.
"Tidak, nyonya. Ruqayyah benar. Kita harus mengobatinya segera agar tidak terjadi infeksi. Aku akan antar kan kalian ke sebuah ruangan, kita akan mengobatinya di sana." Ucap calon ibu mertua Ruqayyah.
"Terima kasih bibi." Ucap Ruqayyah.
"Sama-sama Ruqayyah. Kamu bisa memanggilku bibi Amira." Ucap calon ibu mertua Ruqayyah.
Ruqayyah, dan Nenek Pakizah mengikuti langkah kaki Bu Amira. Bu Amira berhenti di depan sebuah kamar. Bu Amira membukakan pintu kamar tersebut untuk Ruqayyah, dan Nenek Pakizah.
"Silakan masuk nyonya Pakizah, dan Ruqayyah." Ucap Bu Amira.
Bu Amira mengeluarkan kotak P3K dari almarinya.
"Ruqayyah segera obati nenekmu dengan obat ini. Ini adalah obat herbal untuk luka. Obat ini sangat manjur untuk mengobati luka." Ucap Bu Amira.
"Kamu benar nyonya Amira. Keluarga kami juga lebih sering memakai obat herbal daripada obat kimiawi." Ucap Nenek Pakizah.
"Terima kasih bibi Amira. Bibi Amira, sebaiknya bibi kembali ke ruang tamu, mungkin paman akan membutuhkan bantuan bibi di sana. Saya akan mengobati nenek saya di sini." Ucap Ruqayyah.
"Iya Ruqayyah. Setelah nyonya Pakizah selesai diobati, segaralah kembali ke ruang tamu. Kita akan melanjutkan pembicaraan kita yang tertunda." Ucap Bu Amira seraya meninggalkan Ruqayyah, dan Nenek Pakizah di ruangan itu.
Ruqayyah membuka lengan baju Nenek Pakizah. Ruqayyah tidak menemukan sedikit pun luka di sana.
"Nenek, mengapa aku tidak melihat luka di tangan nenek ?" Tanya Ruqayyah.
"Benarkah Ruqayyah. Tapi tangan nenek terasa sakit sekali. Sepertinya ini adalah luka dalam." Ucap Nenek Pakizah.
"Aku akan memanggil dr. Preeta untuk nenek. Dr. Preeta adalah temanku, dia adalah fisioterapi yang profesional. Nenek pasti akan segera sembuh." Ucap Ruqayyah.
"Kau tidak perlu melakukan hal itu, Ruqayyah." Ucap Nenek Pakizah.
"Mengapa nek, mengapa aku tidak boleh memanggil seorang fisioterapi untuk nenekku sendiri ?" Tanya Ruqayyah.
"Rasa sakit ini juga akan sembuh sendiri Ruqayyah. Kamu tidak perlu menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak perlu." Ucap Nenek Pakizah.
"Nenek, uang bisa dicari lagi tapi kesehatan nenek adalah hal yang terpenting. Beri aku alasan yang kuat nenek." Ucap Ruqayyah.
"Baiklah Ruqayyah, akan aku akui yang sebenarnya. Aku hanya pura-pura terluka. Sadiqah tidak melukai tanganku sedikit pun." Ucap Nenek Pakizah dengan terpaksa.
"Mengapa nenek melakukan hal ini ? Apakah nenek ingin membuat ayah marah kepada Sadiqah ?" Tanya Ruqayyah.
"Iya Ruqayyah. Aku tidak mau keluarga kita dan keluarga mereka bersatu." Ucap Nenek Pakizah.
"Astagfirullah hal adziim. Apakah nenek sadar dengan apa yang nenek ucapkan, dan nenek lakukan hari ini ? Ini adalah perbuatan dosa. Nenek telah menuduh Sadiqah dengan tuduhan dusta, menghina keluarga Sadiqah, lalu memutuskan persaudaraan sesama muslim. Nenek harus bertobat kepada Allah dan meminta maaf kepada Sadiqah. Tapi pertama-tama nenek harus mengakui perbuatan nenek. Karena taubat seseorang, dan permohonan maaf seseorang tidak akan diterima sebelum orang tersebut mengakui kesalahannya. Nenek harus menjelaskan semuanya dengan sejelas-jelasnya kepada ayah. Agar ayah tidak marah lagi pada Sadiqah." Ucap Ruqayyah menasihati neneknya.
"Nenek sudah memutuskan bahwa nenek tidak akan melakukan hal itu, walaupun kamu memaksa nenek sekalipun." Ucap Nenek Pakizah.
Ruqayyah terkejut mendengar ucapan Nenek Pakizah.
"Baiklah jika nenek tidak mau mengakuinya. Aku sendiri yang akan mengatakan kebenarannya kepada ayah." Ucap Ruqayyah.
"Kamu tidak bisa melakukan itu, Ruqayyah." Ucap Nenek Pakizah.
"Mengapa nek, mengapa aku tidak bisa mengatakannya ?, sedangkan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : "Katakanlah kebenaran walaupun itu pahit"
(H.R.Ahmad. Ibnu Hibban. Al Hakim)" Ucap Ruqayyah seraya berjalan menuju pintu keluar.
Baru 5 langkah Ruqayyah berjalan, Ruqayyah mendengar suara sesuatu terjatuh di belakangnya.
Bruuk
Ruqayyah menoleh ke belakang. Ruqayyah panik melihat neneknya pingsan. Ruqayyah mengambil gelas air di atas nakas lalu memercikkan airnya di wajah nenek Pakizah. Nenek Pakizah tidak sadar juga. Ruqayyah berusaha sekuat tenaga mengangkat tubuh nenek Pakizah yang gemuk dan membaringkannya di tempat tidur. Setelah itu Ruqayyah berlari ke ruang tamu.
"Ada apa Ruqayyah, mengapa kamu terlihat begitu panik ?" Tanya Pak Salman.
"Ayah, nenek pingsan." Jawab Ruqayyah.
Ruqayyah, Pak Salman, Kakek Daud, Pak Abdurrahman, dan Bu Amira menuju kamar di mana Nenek Pakizah berada. Mereka langsung masuk ke dalam kamar tersebut. Bu Amira langsung menelepon dokter pribadi keluarganya.
_________________________________
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Bu Amira.
" ... "
"Dr. Fakhitah, tolong datanglah ke rumah kami. Kami membutuhkan bantuan mu, karena ada orang pingsan di sini." Ucap Bu Amira.
" ... "
"Terima kasih dokter. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Bu Amira.
" ... "
_________________________________
"Dokter akan datang sebentar lagi. Sementara itu dokter meminta kita untuk berusaha menyadarkan pasien." Ucap Bu Amira.
Bu Amira mengambil gelas air di atas nakas dan memercikkannya di wajah Nenek Pakizah. Ruqayyah memperhatikan air di dalam gelas.
"Aneh, bukankah tadi airnya hanya berkurang sedikit kenapa sekarang tinggal seperempatnya ? Siapa yang mengurangi airnya ? Ada hal yang tidak beres di sini. Nenek, aku tahu nenek hanya pura-pura pingsan agar aku tidak mengatakan kebenarannya kepada ayah. Tapi aku juga tidak bisa mengatakan jika nenek pura-pura pingsan di sini. Nenek bisa malu nantinya. Aku akan menasihati nenek di rumah." Batin Ruqayyah.
10 menit kemudian dr. Fakhitah datang. Dr. Fakhitah langsung memeriksa denyut jantung Nenek Pakizah, denyut nadi Nenek Pakizah, dan lain-lain.
"Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Nyonya Pakizah hanya kelelahan saja. Sebaiknya Nenek Pakizah lebih banyak beristirahat, itu saja saran dari saya. Saya yakin Nyonya Pakizah akan sadar sebentar lagi. Karena tugas saya sudah selesai, saya izin pulang." Ucap dr. Fakhitah.
"Terima kasih dr. Fakhitah. Mari saya antar ke depan." Ucap Bu Amira seraya mengantar kepergian dr. Fakhitah.
Benar kata dr. Fakhitah, Nenek Pakizah sadar tidak lama kemudian.
"Aku mohon maafkan aku, karena terjadi keributan di rumah Anda, Tuan Abdurrahman. Tapi jangan sampai karena gadis tersebut, mempengaruhi rencana pernikahan Ruqayyah." Ucap Nenek Pakizah.
"Tentu saja tidak, cucumu dan gadis itu sangat berbeda. Nenek Pakizah, Anda baru saja sadar dari pingsan, sebaiknya Anda istirahat saja. Jangan terlalu banyak berpikir, dan berbicara." Ucap Pak Abdurrahman.
"Tuan Abdurrahman, kami izin pulang sekarang. Ibuku harus istirahat di rumah." Pamit Pak Salman.
"Iya, Pak Salman, Anda benar." Ucap Pak Abdurrahman.
Nenek Pakizah berjalan dengan dituntun oleh Ruqayyah dan Pak Salman. Setelah itu keluarga Ruqayyah meninggalkan rumah No 32 Basurimansur Rajaratraw. Ruqayyah belum bisa mengatakan kebenarannya kepada ayahnya hari ini mungkin, ia akan mengatakan besok.
Sadiqah (19) POV
*Kediaman Nenek Sumayyah*
Detik waktu terus berlalu, tapi air mata ku tidak henti-hentinya berlomba-lomba untuk keluar. Aku merasa sangat bersalah hari ini. Aku ada di sana tapi aku tak mampu menyelesaikan kesalahpahaman di antara kedua keluarga. Aku ada di sana tapi aku tak mampu mencegah lisan orang lain berbicara hal buruk tentang keluargaku. Bahkan aku penyebab orang lain berbicara hal buruk tentang keluargaku. Aku ada di sana tapi aku tak bisa menjalankan kewajiban ku kepada saudaraku seiman untuk membantunya untuk mendapatkan imam yang tepat. Bahkan tanpa sengaja aku mengacaukan hari bahagianya. Ya Allah ya Tuhanku, ampunilah hamba yang lemah, sering melakukan kesalahan, dan berlumuran dosa ini. Ya Allah berilah aku kekuatan untuk tetap berada di jalan- Mu.
Suasana rumah masih begitu sepi, karena ibu, dan nenek belum pulang. Tidak ada seorang pun yang dapat mendengarkan tangis ku karena bahkan aku tidak membiarkan diriku sendiri mendengarnya. Begitulah aku, menangis dengan terisak-isak hanya akan membuatku pusing saja, dan tidak bisa berpikir jernih. Tanganku ini juga tidak lelah-lelahnya mengusap air mata yang mengalir turun ke cadarku. Mulai hari ini aku bertekad untuk menjadi lebih kuat untuk keluargaku.
Tiba-tiba seseorang mengucapkan salam dari luar rumah.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap seorang perempuan dari luar rumah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawabku dari dalam rumah.
Aku tidak langsung membukakan pintu. Aku memilih untuk mencuci wajahku sebelum itu. Mana bisa aku menemui seorang tamu dalam keadaan kacau seperti ini. Aku berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahku.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap seseorang perempuan dari luar rumah untuk kedua kalinya.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawabku dari dalam rumah.
Aku segera mempercepat gerakku. Setelah aku selesai mencuci wajahku aku menggunakan kembali cadar yang menutup wajah ku. Aku berjalan menuju pintu rumah, dan membukakan pintu untuk tamu yang berada di luar. Tamu itu adalah Ruqayyah.
"Marhaban Ruqayyah. Mari masuk." Ucap Ruqayyah.
"Tidak Sadiqah, aku di sini saja. Aku lebih nyaman berbicara di sini." Ucap Ruqayyah.
"Duduklah Ruqayyah." Ucapku.
Ruqayyah duduk di kursi teras rumahku. Aku pun duduk di sebelahnya.
"Ada apa Ruqayyah ? Adakah sesuatu yang bisa ku bantu ? Bukankah seharusnya keluarga calon suamimu datang untuk melihatmu ?" Ucapku.
"Mereka tidak jadi datang ke rumah ku. Bukankah kami sudah bertemu tadi, lalu mengapa mereka harus datang ke rumah kami untuk menemuiku lagi ?" Ucap Ruqayyah.
Aku merasa bersalah sekali karena tanpa sengaja telah mengacaukan hari bahagia Ruqayyah.
"Ruqayyah, maafkan aku. Apa pun yang terjadi hari ini adalah salahku. Aku mohon maafkan lah aku." Ucapku.
"Ini semua adalah takdir Sadiqah. Kamu memang ditakdirkan untuk datang ke rumah itu. Tapi aku tahu dengan baik bahwa tujuanmu ke sana hanya untuk mempertemukan seorang anak yang hilang kepada ibunya. Ibunya Mischa datang tidak lama setelah keberangkatan mu ke rumah itu. Kamu bisa saja mendapatkan firasat untuk menunggu ibunya Mischa sebentar lagi, tapi kamu tidak mendapatkannya dan kamu tetap pergi ke rumah itu. Bahkan setelah kamu mempertemukan Mischa, dan ibunya, kamu harus kembali ke rumah itu karena kunci rumahmu terjatuh di sana. Jadi aku minta kepadamu, untuk tidak menyalahkan dirimu sendiri untuk sesuatu yang telah ditakdirkan." Ucap Ruqayyah dengan bijaksana.
"Baiklah Ruqayyah, kamu benar." Ucapku.
"Sadiqah, aku meminta maaf atas nama nenekku, dan ayahku untuk apa yang terjadi hari ini. Aku juga meminta maaf karena aku tidak membelamu hari ini, walaupun aku punya kesempatan untuk itu. Aku mohon maafkan aku." Ucap Ruqayyah.
"Ruqayyah, aku sudah melupakan hal itu. Bagaimana dengan rencana pernikahan mu ?" Tanyaku.
"Semuanya baik-baik saja, Sadiqah." Jawab Ruqayyah.
"Alhamdulillah. Aku ikut bahagia mendengarnya. Bagaimana kabar Nenek Pakizah ?" Ucapku.
"Nenek baik-baik saja Sadiqah. Bahkan sebenarnya, tangan nenek tidak sakit. Nenek sedang istirahat saat ini, karena nenek tadi pingsan." Jawab Ruqayyah.
Sebenarnya aku sangat ingin menjenguk Nenek Pakizah karena aku sangat mengkhawatirkannya, dan aku ingin menjalankan kewajiban ku. kepada saudaraku seiman. Tapi aku urungkan niat itu, karena aku tidak mau kehadiranku memperburuk kondisi kesehatan Nenek Pakizah.
"Aku pamit pulang, Sadiqah. Aku takut nenekku mencari ku." Ucap Ruqayyah.
"Tunggu sebentar, Ruqayyah. Jangan pulang dulu. Aku akan segera kembali." Ucapku seraya masuk ke dalam rumah.
Aku mengambil 5 pot bunga dari dalam rumahku dan memasukkannya ke dalam plastik. Aku keluar rumah sambil membawa pot tersebut.
"Tolong terima ini, Ruqayyah." Ucapku sambil menyerahkan plastik berisi pot tersebut.
Ruqayyah menerimanya dengan tangan kanannya.
"Ini apa, Sadiqah ?" Tanya Ruqayyah.
"Itu bunga yang biasa ditaruh di dalam kamar untuk membuat tidur seseorang menjadi lebih nyenyak. Itu adalah bunga lidah buaya, lavender, lili paris, gardenia, dan melati. Meskipun kebanyakan tanaman melepaskan oksigen di siang hari dan beristirahat di malam hari, tumbuhan lidah buaya melepaskan oksigen sepanjang waktu, bahkan ketika kita tidur. Ada alasan mengapa kita sering menemukan lavender ada di dalam detergen. Sejumlah penelitian selama bertahun-tahun mengatakan bahwa bunga ungu yang cantik itu bisa membantumu menenangkan diri dan merilekskan tubuh. Bunga lili paris adalah pembersih udara alami yang mampu mereduksi hingga 90 % racun di udara. Sirami bunga lili ini 2 kali dalam seminggu. Bunga gardenia, dan bunga melati juga dapat merilekskan tubuh dengan aromanya. Bunga gardenia suka berada di tempat yang lembap dan harus terkena sinar matahari langsung. Aku sudah menaruh bunga-bunga ini di kamarku, di kamar ibuku, dan di kamar nenekku, dan kami semua dapat beristirahat dengan nyenyak. Taruhlah bunga-bunga ini kamar nenekmu, agar tidurnya lebih nyenyak." Jawabku.
"Terima kasih Sadiqah. Kamu baik sekali. Aku pamit pulang Sadiqah." Ucap Ruqayyah.
"Sama-sama Ruqayyah. Semoga Nenek Pakizah lekas sembuh." Ucapku.
"Aku pamit pulang Sadiqah. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Ruqayyah.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Jawabku.
Ruqayyah kembali ke rumahnya, lalu aku masuk ke dalam rumahku dan menutup pintunya kembali.
Author POV
Bu Salamah, dan Nenek Sumayyah pulang ke rumah mereka tidak lama setelah Sadiqah menutup pintu rumah. Saat Bu Salamah, dan Nenek Sumayyah hendak memasuki rumah mereka, Kakek Daud menghentikan langkah mereka.
"Tunggu Salamah, aku ingin bicara dengan mu." Ucap Kakek Daud.
Bu Salamah, dan Nenek Sumayyah berhenti berjalan. Kakek Daud mendekat ke arah mereka.
"Salam kakek. Aku ucapkan selamat untuk rencana pernikahan Ruqayyah." Ucap Bu Salamah kepada Kakek Daud.
"Aku ke mari bukan untuk dengar ucapan itu. Aku hanya ingin kau menjaga anakmu baik-baik. Karena perbuatan anak mu hari ini, aku tidak akan bisa memaafkannya untuk selamanya." Ucap Kakek Daud membesar- besarkan masalah tadi siang.
"Kau ini siapa berani bicara seperti itu tentang cucuku ?" Ucap Nenek Sumayyah.
"Aku mohon bu." Ucap Bu Salamah agar Nenek Sumayyah diam dulu.
"Tapi ada masalah apa ? Apa yang telah dilakukan Sadiqah ?" Tanya Bu Salamah kepada Kakek Daud.
"Tanya pada anak Anda. Hari ini dia benar-benar kelewatan sekali. Akan lebih baik Anda ajarkan anak Anda sopan santun. Karena dia keluarga kami bisa merasa malu." Ucap Kakek Daud seraya pergi menuju rumahnya.
Bu Salamah, dan Nenek Sumayyah menjadi bingung setelah mendengar ucapan Kakek Daud.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Bu Salamah, dan Nenek Sumayyah dari luar rumah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Sadiqah dari dalam rumah seraya membukakan pintu untuk ibu, dan neneknya.
"Sadiqah, ada masalah apa ? Mengapa Kakek Daud bicara banyak hal tentang mu ?" Tanya Bu Salamah kepada Sadiqah.
Sadiqah terdiam untuk beberapa saat. Ia bingung harus memulai dari mana. Tak lama kemudian, azan asar berkumandang.
"Ibu, aku akan menjawab pertanyaan ibu setelah shalat. Sekarang, sebaiknya ibu, dan nenek segera berwudu." Ucap Sadiqah.
Bu Salamah meletakkan keranjang sayuran yang dibawanya dari pasar di atas meja. Setelah itu Sadiqah, Bu Salamah, dan Nenek Sumayyah bersiwak lalu bergantian untuk berwudu. Kemudian Sadiqah, Bu Salamah, dan Nenek Sumayyah shalat asar berjamaah di rumah. Seperti biasa setelah salam shalat asar mereka berdoa lalu membaca zikir petang, dan membaca 20 ayat Al Quran. Dalam 45 menit mereka sudah menyelesaikan rutinitas mereka setelah shalat.
"Ibu aku akan ceritakan kejadian setelah ibu, dan nenek meninggalkan rumah hari ini." Ucap Sadiqah.
Sadiqah menceritakan semua hal yang terjadi tadi siang mulai dari kedatangan Mischa, kepergiannya ke rumah No 32 Basurimansur Rajaratraw.
“Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya Sadiqah ?” Tanya Bu Salamah.
Jujur saja hanya mengingatnya saja sudah membuat hati Sadiqah terasa perih. Tapi Sadiqah tetap harus menceritakan kejadian selanjutnya karena inilah inti cerita mengapa Kakek Daud begitu marah kepadanya. Sadiqah pun menceritakan kejadian selanjutnya kepada keluarganya sesuai dengan apa yang diingatnya.
Flashback on :
Sadiqah dibawa ke sebuah ruang tamu di rumah mewah itu. Ada beberapa orang yang berkumpul di ruang tamu itu. Nampaknya ada tamu istimewa di rumah itu, makanya penghuni rumah itu tidak ada yang membukakan pintu untuk Sadiqah tadi.
"Ayo ... " Ucap penjaga yang membawa Sadiqah.
Saat Sadiqah tepat berada di ujung tangga terakhir, tamu istimewa di rumah itu bangkit dari tempat duduk mereka. Sadiqah terkejut melihat tamu-tamu tersebut. Tamu-tamu tersebut juga terkejut melihat Sadiqah. Tamu-tamu tersebut ternyata adalah Nenek Pakizah, Pak Salman, dan Kakek Daud. Itu artinya rumah yang dimasuki oleh Sadiqah adalah rumah keluarga calon suaminya Ruqayyah.
"Penjaga siapa dia ?" Tanya pemilik rumah, dan kepala keluarga di rumah itu.
"Tuan, dia diam-diam masuk ke halaman rumah. Aku sudah menginterogasinya tapi dia tidak memberikan jawaban yang jelas. Jadi bapak saja yang menanyainya." Jawab penjaga yang membawa Sadiqah.
"Baiklah. Kau pergilah." Perintah pemilik rumah kepada penjaga rumah.
Penjaga yang membawa Sadiqah meninggalkan ruang tamu di rumah mewah itu.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah.
Sadiqah memberanikan diri untuk mengucapkan salam setelah tahu jika penghuni rumah itu beragama Islam seperti dirinya, walaupun Sadiqah tahu kehadirannya tanpa diundang, dan lebih seperti seorang penyusup.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab penghuni rumah.
"Sadiqah, apa yang kau lakukan di sini ?" Tanya Pak Salman yang mengenali Sadiqah dari pakaiannya, dan suaranya.
"Kalian mengenal dia ?" Tanya nyonya di rumah mewah itu sebelum Sadiqah sempat menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya.
Sepertinya nyonya di rumah itu tidak menyukai Sadiqah.
"Pasti orang Bengalan itu menyuruh dia kemari." Komentar Nenek Pakizah mengenai kehadiran Sadiqah.
"Tuan Salman, apakah Anda mengenali gadis ini ?" Tanya pemilik rumah mewah itu pada Pak Salman.
"Paman, sebelumnya saya minta maaf karena saya telah memasuki halaman rumah Anda tanpa izin. Saya adalah tetangga paman. Maksud saya, saya adalah tetangga mereka. Saya adalah temannya Ruqayyah. Nama saya adalah Sadiqah." Jawab Sadiqah setelah melihat jika Nenek Pakizah tidak juga menjawab pertanyaan pemilik rumah.
"Tuan Salman, teman Ruqayyah seperti ini ?" Tanya pemilik rumah yang notabene adalah calon ayah mertua Ruqayyah.
"Tidak Tuan Abdurrahman. Anak ini berbohong. Dia bukan temannya Ruqayyah. Dia adalah anaknya musuhku. Dan dia datang kemari mau cari masalah buat kita." Ucap Nenek Pakizah.
"Musuh ? Aku tidak mengerti dengan maksud Anda ?" Tanya nyonya di rumah mewah itu yang notabene adalah calon ibu mertua Ruqayyah.
"Masalahnya dengan keluarga mereka, kita tidak pernah ada kecocokan. Dan neneknya setiap hari mencari masalah denganku. Hari ini ketika dia tahu Ruqayyah akan menikah dengan pemuda dari keluarga baik-baik, pasti dia tidak terima. Dia sendiri tidak bisa datang ke mari makanya dia menyuruh cucunya ke sini untuk membuat masalah." Ucap Nenek Pakizah menuduh Sadiqah, dan keluarganya dengan tuduhan dusta, sebelum Sadiqah sendiri menjelaskan alasan kedatangannya yang sebenarnya yaitu Sadiqah ingin mempertemukan seorang anak yang hilang dengan ibunya.
"Nenek, percayalah padaku aku tidak ingin mencari masalah di sini." Ucap Sadiqah.
"Benarkah begitu ? Lalu apa tujuanmu datang ke sini ?" Tanya Nenek Pakizah.
"Saya datang ke mari untuk mempertemukan seorang anak yang hilang dengan ibunya. Dan mengenai rencana pernikahan Ruqayyah, saya hanya mengatakan kepada Ruqayyah agar mengenali calon suaminya terlebih dahulu. Maksud saya, Ruqayyah harus tahu bagaimana agama, dan akhlak pemuda itu. Hanya itu yang saya katakan kepada Ruqayyah." Jawab Sadiqah.
"Kau selalu mencari alasan untuk membenarkan perbuatan mu. Aku sudah tahu hal itu." Komentar Nenek Pakizah terhadap jawaban Sadiqah.
"Tuan Salman jika anak Anda sangat ingin tahu tentang putraku dan tentang keluarga kami. Seharusnya Anda memberitahu sejak semula. Masalahnya tidak akan sampai ke sini. Dalam keluarga kami hanya orang tua yang mengambil keputusan mengenai pernikahan anaknya." Ucap calon ayah mertua Ruqayyah.
"Lebih dari itu, selain orang tua siapa yang lebih mengenali putranya sendiri ? Jika kalian ingin mengetahui sesuatu tentang putra kami, kalian tinggal menanyakannya kepada kami." Ucap calon ibu mertua Ruqayyah yang sepertinya tersinggung dengan ucapan Sadiqah yang meragukan agama dan akhlak putranya.
"Paman, Bibi, tolong jangan salah paham dulu. Bukan itu maksud saya. Paman, coba beritahu saya, tanpa melihat dan tanpa mengenal, bagaimana orang bisa hidup dengan seseorang selamanya ?" Tanya Sadiqah pada calon ayah mertua Ruqayyah.
"Aku tahu sejak semula, semua ini adalah ulahnya. Dia yang mempengaruhi Ruqayyah agar mencari tahu mengenai calon suaminya." Tuduh Kakek Daud pada Sadiqah.
"Tidak kakek." Sanggah Ruqayyah yang sudah berdiri di tangga.
Ruqayyah datang ke rumah No 32 Basurimansur Rajaratraw untuk menyelamatkan Sadiqah. Dia terlambat datang karena diinterogasi oleh penjaga rumah. Ruqayyah berjalan menuruni anak tangga. Seluruh pasang mata menatapnya dengan penuh keheranan. Setelah itu Ruqayyah berdiri tepat di samping Sadiqah.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Ruqayyah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab penghuni rumah.
"Paman, tolong maafkan aku. Apa pun yang terjadi hari ini, itu adalah kesalahanku." Ucap Ruqayyah pada calon ayah mertuanya.
"Kamu tidak perlu meminta maaf Ruqayyah, tidak salah jika engkau ingin mengetahui agama, dan akhlak calon suamimu." Komentar Sadiqah.
"Diam kau Sadiqah. Kau sudah membuat cucuku bicara yang tidak-tidak." Ucap Nenek Pakizah kepada Sadiqah.
"Tuan Abdurrahman, Sadiqah adalah anak tanpa ayah. Oleh karena itu tidak ada nama ayahnya di belakang namanya. Aku sudah memberi didikan yang baik kepada Ruqayyah. Dan Sadiqah hanya dididik oleh ibu, dan neneknya. Pantas saja anak ini tidak ada sopan santunnya sama seperti ibu, dan neneknya. Anak ini seperti ibunya, neneknya juga sama tidak punya rasa malu." Ucap Nenek Pakizah menuduh Sadiqah yang tidak-tidak.
"Cukup nenek, jangan bicara tentang ibu, dan nenekku seperti itu." Ucap Sadiqah.
Sadiqah hampir ditampar oleh Nenek Pakizah, tapi Sadiqah menahan tangan nenek Pakizah sehingga tidak jadi mendarat di pipinya.
"Jika saya bersalah, saya akan menerima 1000 tamparan dari nenek. Tapi jika saya tidak bersalah saya tidak akan mendengarkan satu pun kata-kata nenek yang selalu menjelek-jelekkan keluarga saya." Ucap Sadiqah.
Sadiqah adalah seseorang yang baik hati tapi ia tidak lemah. Ia tidak akan membiarkan orang lain terus menerus menginjak injak harga diri keluarganya.
Nenek Pakizah mati kutu mendengar ucapan Sadiqah. Akhirnya Nenek Pakizah berakting seolah-olah Sadiqah sudah melukai tangannya.
"Eeh..." Ringis Nenek Pakizah sambil memegangi tangannya yang sudah dilepaskan oleh Sadiqah.
Pak Salman marah melihat ibunya kesakitan. Sadiqah mendapat tamparan keras dari Pak Salman. Ruqayyah terkejut melihatnya.
"Cukup Sadiqah. Dia adalah ibuku. Dan kau berani melawan ibuku. Yang salah adalah didikan yang kau terima, yang salah adalah orang tua mu. Tidak ada yang mengajarkan kepadamu bagaimana cara bicara kepada orang tua. Kalau kau mempunyai seorang ayah kau tidak akan seperti ini." Ucap Pak Salman setelah menampar Sadiqah.
"Syukurlah Ruqayyah kita tidak seperti anak ini." Komentar Nenek Pakizah.
"Seperti apa anak yang tidak dididik orang tua aku baru tahu hari ini." Ucap Pak Salman menambahi.
"Kalau kau sudah selesai dengan semua drama mu, keluarlah dari rumah ini. Mainkan saja sandiwara di tempat lain bersama ibu, dan juga nenekmu. Tidak baik bersandiwara di rumah orang baik-baik. Keluar." Ucap Nenek Pakizah untuk mengusir, dan mempermalukan Sadiqah.
"Saya izin pulang. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah untuk terakhir kalinya.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab penghuni rumah itu.
Sadiqah berlari keluar dengan air mata yang tertahan. Hatinya hancur mendengar semua penghinaan dari mulut Nenek Pakizah, dan Pak Salman. Ia langsung masuk ke taksinya dan menumpahkan tangisannya di sana.
Flashback off
Sadiqah menceritakan kejadian tadi siang dengan runtut tanpa ditambahi maupun dikurangi. Sadiqah langsung memeluk ibunya setelah menceritakan semua itu.
"Ibu, nenek aku mohon maafkan aku. Aku tidak bisa menghentikan lisan orang lain berbicara hal buruk tentang keluargaku sendiri. Aku terlalu lemah." Curhat Sadiqah sambil menangis di pelukan Bu Salamah, ibunya.
"Tidak Sadiqah, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun." Ucap Bu Salamah.
"Sabar cucuku. Salman, berani-beraninya kau menampar cucuku. Aku tidak akan mengampuni mu." Ucap Nenek Sumayyah geram seraya berjalan keluar rumah untuk menemui Pak Salman.
Sadiqah takut melihat kemarahan neneknya. Bu Salamah berusaha menghentikan Nenek Sumayyah.
"Salamah, tolong jangan hentikan aku." Ucap Nenek Sumayyah.
"Bukan ibu yang akan pergi tapi aku. Hari ini ada orang yang menyentuh anakku, dan anakku dituduh yang tidak-tidak, ibu. Aku yang mendidiknya, lalu aku tanya apa kesalahannya ?" Ucap Bu Salamah.
"Pergilah. Jangan menunda waktu untuk menanyakannya kepada Salman." Ucap Nenek Sumayyah.
"Tidak ibu, ini sudah petang. Aku tidak mau ke rumah mereka dan mengganggu mereka. Mungkin inilah perbedaan di antara kami. Tapi pasti aku akan minta jawabannya besok pagi-pagi sekali." Ucap Bu Salamah.