Ibuku tidak punya pilihan lain selain membuka kotak itu karena itu adalah perintah dari nenekku.
"Serahkan kotak itu kepada Sadiqah." Ucap nenek setelah ibu membuka kotak itu.
Ibu menyerahkan kotak itu kepadaku sesuai perintah nenek.
"Sadiqah, perhatikan baik-baik isi kotak itu." Ucap nenek.
Aku membuka penutup kotak itu. Ada beberapa benda di dalam kotak itu, aku mengeluarkannya satu persatu dan meletakkannya di atas meja. Setelah itu aku memperhatikan benda-benda itu satu persatu. Benda pertama yang aku lihat adalah cincin, lalu foto pernikahan yang telah usang, aku tahu jika ibu adalah mempelai wanita di dalam foto itu, tapi aku tidak mengenal mempelai laki-laki di dalam foto itu. Setelah itu aku melihat akta nikah, surat gugatan cerai', akta perceraian, dan foto 2 bayi yang tidur bersebelahan. Setelah itu lagi-lagi aku melihat foto pernikahan ibuku yang telah usang tetapi wajah mempelai laki-laki nya berbeda, akta nikah, surat perceraian, dan akta perceraian. Yang terakhir aku lihat adalah surat penangkapan, dan surat pembebasan.
"Apa semua ini, nek ?" Tanyaku.
"Bacalah akta nikah, dan surat-surat itu. Kamu akan paham." Ucap nenek penuh tanda tanya.
Aku membaca akta nikah, surat gugatan cerai', dan akta cerai yang pertama tertulis nama Salman bin Saud dan Salamah binti Musab. Sementara dalam akta nikah, surat perceraian, dan akta cerai yang kedua tertulis nama Ja'far bin Harun dan Salamah binti Musab. Aku menyimpulkan jika ibuku pernah menikah dua kali dengan orang yang berbeda dan ke semua pernikahan itu berakhir dengan perpisahan. Itu artinya ibuku tidak pernah menikah dengan ayahnya Ruqayyah karena ayahnya Ruqayyah bernama Salman bin Daud. Tapi waktu itu, ibu mengatakan jika aku adalah putri ayahnya Ruqayyah. Aku semakin pusing dengan kesimpulanku sendiri.
"Nenek tolong ceritakan saja. Aku tidak paham sama sekali. Tolong jangan bermain teka-teki denganku." Ucapku yang tidak suka menebak-nebak sesuatu.
"Baiklah akan nenek ceritakan, tapi sebelum itu aku ingin bertanya siapa nama lengkap ayahnya Ruqayyah ?" Tanya nenek.
"Salman bin Daud." Jawabku.
"Kamu salah. Namanya adalah Salman bin Saud. Tuan Daud bukan kakek kandung Ruqayyah. Kakek kandung Ruqayyah bernama Saud. Tuan Saud sudah meninggal karena kecelakaan sejak ayahnya Ruqayyah masih kecil. Lalu Nyonya Pakizah menikah dengan Tuan Daud yang sebenarnya adalah saudara Tuan Saud." Ucap nenek.
"Lalu bagaimana cerita selanjutnya, nek ?" Tanyaku.
"Ayahnya Ruqayyah dan ibumu adalah mantan suami istri. Nyonya Pakizah dan Tuan Daud tidak pernah bisa menerima ibumu sebagai menantu mereka dikarenakan perbedaan status sosial. Tapi ayahnya Ruqayyah selalu mempertahankan ibumu sebagai istrinya. Sampai pada suatu saat, terungkaplah jika kakekmu adalah orang yang menabrak mobil kakeknya Ruqayyah. Tuan Daud dan Nyonya Pakizah memaksa ibumu untuk menandatangani surat gugatan cerai'. Nyonya Pakizah meminta ibumu meninggalkan rumah mereka segera setelah ibumu menyelesaikan masa idahnya. Tapi ibumu tidak menyadari jika ia sedang mengandung saat itu. Dia baru menyadarinya saat dia telah meninggalkan rumah suaminya. Ibumu kembali ke rumah ayahnya Ruqayyah tapi mereka sudah pindah rumah. Dari tetangga sekitar, ibumu tahu jika ayahnya Ruqayyah sudah menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Jannat. Ibumu kembali ke rumahku dan menghabiskan masa idahnya di rumahku. Masa itu adalah masa tersulit bagi ibumu. Semua orang mengira ibumu berpisah dengan suaminya karena lian padahal sebenarnya ibumu berpisah dari suaminya karena keegoisan mertuanya. Ibumu melahirkan 2 bayi salah satunya adalah kamu. Saudara kembarmu hilang di hari kelahirannya. Setelah itu ibumu menikah dengan Ja'far bin Harun. Pernikahan itu hanya bertahan selama 5 tahun karena Ja'far tidak bisa menerima anak ibumu dari pernikahan sebelumnya. Setelah ibumu bercerai dengan suami keduanya, ibumu aku, dan kau pindah ke rumah ini. Aku dan ibumu tidak mengira jika kita akan bertetangga dengan keluarga ayahnya Ruqayyah. Ibumu bermaksud untuk menemui ayahnya Ruqayyah dan memberitahukan jika kamu adalah putrinya. Saat ibumu baru mengucapkan salam kepada ayahnya Ruqayyah dan mengajaknya ke teras, ibunya Ruqayyah mendengarnya. Bukannya cemburu, ibunya Ruqayyah justru merasa bersalah kepada ibumu karena ia merasa menjadi penghalang di antara ayahnya Ruqayyah dan ibumu. Setelah itu ia masuk ke dalam rumahnya dan melihat Nyonya Pakizah begitu marah kepada ibumu. Jannat, ibunya Ruqayyah berusaha menghentikan Nyonya Pakizah tetapi ibunya Ruqayyah justru terjatuh dari tangga karena didorong oleh Nyonya Pakizah. Nyonya Pakizah membelokkan kenyataan dan membuat ibumu ditahan dengan tuduhan mendorong ibunya Ruqayyah dari tangga hingga meninggal dunia. Ibumu bebas setelah ayahnya Ruqayyah mencabut tuntutannya. Sejak saat itu keluarga kita dan keluarga mereka selalu berselisih. Dua hari yang lalu adalah kali kedua ibumu berbicara dengan ayahnya Ruqayyah sejak mereka bercerai. Dari pembicaraan itu ibumu tahu jika Ruqayyah adalah anaknya yang hilang. Ternyata saudara kembarmu dibawa oleh ayahmu sendiri. Ayahmu mengambil saudara kembarmu karena istrinya depresi berat setelah kehilangan bayi di dalam kandungannya. Itulah kenyataannya." Ucap nenek.
Ibuku menangis tanpa suara sepanjang cerita nenek.
"Jangan menangis ibu. Aku akan memberitahukan kebenarannya kepada putri ibu, Ruqayyah. Aku tidak akan membiarkan tuduhan dusta merusak hubungan ibu dan anak. Aku tidak akan menunda tugas mulia ini." Ucapku seraya bangkit dari tempat dudukku.
Saat aku akan berjalan, tiba-tiba aku merasa ada seseorang yang menahan tanganku. Aku menoleh ke belakang dan melihat ibu menahan tanganku.
"Jangan lakukan itu sekarang, Sadiqah. Saat ini putriku akan bertemu keluarga calon suaminya. Jadi aku mohon, kau sebagai saudaranya, pahami lah situasinya." Ucap ibu.
"Terima kasih ibu sudah memberitahuku, jika tidak aku sudah terlanjur ke sana. Terakhir kali aku sudah menggagalkan acaranya tanpa aku sengaja. Ini memang bukan saat yang tepat untuk memberi tahunya. Aku akan memberi tahunya saat hanya ada aku dan dia di tempat tersebut. Aku tidak ingin siapa pun mengganggu pembicaraan kami." Ucapku seraya tetap duduk.
"Aku tahu kamu bahagia untuk kebahagiaan saudaramu." Ucap ibu.
Aku mengembalikan benda-benda bersejarah yang telah aku buat berserakan di atas meja ke dalam tempatnya semula.
"Ibu, nenek izinkan aku membawa benda-benda ini sebagai bukti saat aku akan memberitahukan kebenarannya kepada Ruqayyah." Ucapku.
"Kuncilah kotak itu, Sadiqah agar hanya kamu yang dapat membukanya. Benda-benda di dalam kotak itu sangat berarti bagi ibumu. Karena itu dia masih menyimpannya hingga saat ini." Ungkap nenek.
Ibu, begitu besar ujian yang kau hadapi tapi tidak sedikit pun engkau ingin aku mengetahui kesedihanmu. Mungkin ibu tidak ingin aku larut dalam kesedihan ibu. Ibu, maafkan aku yang tidak dapat menghiburmu karena aku baru mengerti kesedihan ibu hari ini. Ibu, aku berjanji akan menyatukan kembali ibu dengan putri ibu. Aku akan meluruskan kesalahpahaman di antara ibu dan putri ibu. Inilah caraku berbakti kepada ibu.
Aku segera mengunci kotak berisi benda-benda bersejarah itu lalu memasukkan kotak istimewa itu di dalam tas kuliahku agar aku tidak lupa membawanya besok Hari ini aku tidak jadi memberitahu kebenaran masa lalu kepada Ruqayyah, aku berpikir untuk membantu ibu, dan nenek mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
"Ibu, di mana ibu menyimpan larutan nutrisi untuk tanaman ? Aku ingin memberi larutan nutrisi untuk sayuran di halaman belakang rumah kita." Tanyaku.
"Sadiqah, kamu tidak perlu melakukan hal itu. Ibu sudah memberi larutan nutrisi untuk sayuran-sayuran itu. Ibu juga mengecek apakah ada tanaman yang sakit atau siap dipanen." Ucap ibu.
"Kalau begitu aku akan membersihkan daun-daun di halaman rumah." Ucapku.
"Nenek juga sudah membersihkan daun-daun yang berserakan di halaman lalu menaruhnya ke dalam bak untuk diolah menjadi pupuk." Ucap nenek.
Begitulah ibu, dan nenek ku. Setelah aku kuliah mereka hampir-hampir tidak menyisakan pekerjaan rumah untukku. Pekerjaan rumah yang masih aku kerjakan adalah memasak ( itu pun masih dibantu ibu, dan nenek ku ), mencuci peralatan makan sendiri, mencuci pakaian sendiri, membersihkan kamar sendiri, dan menjahit. Hanya di waktu libur saja aku diizinkan untuk membantu membersihkan rumah, merawat tanaman sayuran yang kami budidayakan, dan ikut mengolah daun-daun yang berserakan di halaman rumah menjadi pupuk organik. Tidak ada anggota keluarga laki-laki di rumah kami. Tapi kami tidak pernah kekurangan apapun. Kami mendapatkan penghasilan dari usaha budidaya tanaman yang dikelola ibuku, usaha pembuatan pupuk organik yang dikelola oleh nenekku dan usaha pembuatan pakaian yang dikelola sendiri olehku. Kami ingin membuktikan jika kaum hawa juga bisa menjadi mandiri tanpa melupakan tanggung jawab rumah tangga. Ya karena kami membangun usaha di dalam rumah kami sendiri. Bahkan aku kuliah di fakultas kebidanan. Karena kita umat Islam dilarang untuk menyentuh seseorang yang bukan mahram. Jadi pasien perempuan hanya bisa ditangani oleh dokter perempuan juga. Karena itu aku juga bercita-cita mendirikan rumah sakit khusus perempuan, di samping cita-cita ku mendirikan sekolah tahfiz Al-Quran.
"Sadiqah, sebaiknya kamu menyelesaikan tugas kuliahmu saja." Ucap ibu.
"Hari ini aku tidak mendapat tugas kuliah bu. Jadi aku akan mencuci rantang makan yang tadi dipakai oleh Geet lalu melanjutkan pekerjaanku menjahit." Ucapku.
"Sebaiknya kamu tidak menjahit dulu, jarimu kan masih sakit. Kamu istirahat saja. Ibu saja yang mencuci rantang nya. " Ucap ibu.
"Ibu, aku baik-baik saja ini hanya luka kecil. Tidak masalah jika aku mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Lagi pula aku menjahit dengan tangan kanan." Ucapku.
"Baiklah ibu mengizinkanmu tapi kamu harus berhati-hati." Ucap ibu.
"Terima kasih ibu." Ucapku lalu berjalan menuju kamar.
Author POV
Sesampainya di kamar Sadiqah langsung mengambil rantang makanan yang tadi di pakai Geet dari dalam tasnya lalu mencucinya di tempat cuci piring yang terdapat di dapur rumahnya. Sadiqah mencuci rantang itu dengan air mengalir dan sabun cuci piring. Setelah rantang itu bersih mengilat, Sadiqah meletakkannya di dekat rak piring. Setelah itu Sadiqah kembali ke kamarnya. Sadiqah langsung mengambil setumpuk baju setengah jadi di almarinya lalu duduk di kursi jahitnya. Sadiqah pun mulai menjahit baju-baju tersebut satu persatu. Tangan Sadiqah bergerak begitu gesit di atas meja jahit. Sadiqah menjahit sambil membaca Al-Quran dan berzikir. Inilah kelebihan hafiz, mereka bisa membaca Al-Quran setiap saat. Bahkan meskipun haid, seorang hafizah akan tetap bisa membaca Al-Quran. Karena mereka bukan membacanya dari mushaf tapi dari hafalan mereka. Itulah keunikan Sadiqah, saat orang lain akan berlari dari rumahnya dan memeluk ayah, dan saudara yang selama ini dirindukannya, Sadiqah masih tetap terduduk di kursi jahitnya. Itu semua karena Sadiqah telah belajar untuk memahami situasi dan kondisi. Bahkan tidak tersirat kegelisahan sedikit pun di dalam wajahnya. Yang ada hanya ketenangan.
Allah SWT berfirman:
allaziina aamanuu wa tathma`innu quluubuhum bizikrillaah, alaa bizikrillaahi tathma`innul-quluub
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 28)
Waktu terus berjalan, Sadiqah tersenyum melihat tumpukan baju yang telah selesai dijahitnya. Sadiqah meregangkan otot-otot tubuhnya yang kelelahan. Lalu ia merapikan peralatan menjahitnya. Tidak lama kemudian azan asar berkumandang. Sadiqah keluar dari kamarnya dan menuju tempat wudu. Di sana sudah ada ibu, dan neneknya. Seperti biasa, sebelum berwudu Sadiqah, dan keluarganya akan sikat gigi dengan pasta gigi bersiwak terlebih dahulu. Setelah itu mereka akan membuka cadar, dan mengendurkan ikatan kerudung mereka agar wajah, dan kepala mereka bisa dibasuh saat berwudu. Setelah selesai berwudu mereka menuju tempat shalat di rumah mereka. Setelah itu mereka shalat ashar berjamaah. Lalu seperti biasa setelah shalat mereka akan membaca doa setelah shalat, zikir petang, dan 20 ayat Al-Quran.
"Ibu, nenek aku izin mengajar anak-anak seperti biasa." Ucap Sadiqah setelah menaruh mukenanya di almari.
"Iya, kami akan selalu mengizinkanmu melakukan perbuatan yang mulia." Ucap Bu Salamah, dan Nenek Sumayyah bersamaan.
Sadiqah mengambil mushaf Al-Quran dari tempatnya lalu membawanya di pelukannya. Sadiqah mencium punggung tangan ibunya, dan neneknya bergantian.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Bu Salamah dan Nenek Sumayyah.
Sadiqah keluar dari rumahnya lalu berbelok ke kiri beberapa langkah. Langkah Sadiqah berhenti saat ia sampai di depan sebuah rumah yang terdapat papan bertuliskan "panti asuhan Bunda Khadijah".
Sadiqah berdiri di samping pintu rumah itu.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah dari luar rumah tersebut.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Bunda Khadijah seraya membukakan pintu untuk Sadiqah.
"Marhaba nak Sadiqah. Anak-anak sudah menunggumu." Ucap Bunda Khadijah seraya masuk kembali ke rumahnya untuk menunjukkan tempat anak-anak berkumpul.
Sadiqah masuk ke dalam rumah tersebut lalu mengikuti langkah Bunda Khadijah. Sadiqah melihat anak-anak yang biasa belajar membaca Al-Quran kepadanya sudah duduk di karpet ruang tamu. Bunda Khadijah meninggalkan Sadiqah, dan anak-anak tersebut karena Bunda Khadijah masih harus memperhatikan anak-anak yang lain.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah kepada anak-anak tersebut.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab anak-anak tersebut.
Aisyah ikut duduk di karpet tersebut.
"Anak-anak, sudah siap belajar bukan ?" Tanya Sadiqah
"Belum kak." Jawab mereka kompak.
"Ada apa anak-anak ?" Tanya Sadiqah.
"Bolehkah kita belajar di halaman belakang rumah kakak ?" Tanya Aisyah (8)
"Tentu saja boleh, sayang. Tapi kita harus meminta izin kepada Bunda Khadijah terlebih dahulu." Jawab Sadiqah.
Sadiqah berdiri diikuti murid-muridnya. Mereka mendekat ke arah Bunda Khadijah yang masih sibuk menidurkan bayi-bayi yang ada di beberapa ayunan dengan cara menggoyangkan ayunan tersebut dengan lembut. Bunda Khadijah meletakkan bayi-bayi yang sudah terlelap di tempat tidur bayi.
"Bunda Khadijah, boleh anak-anak belajar di halaman belakang rumah saya ?" Tanya Sadiqah.
"Tentu saja boleh, Sadiqah. Anak-anak kalian harus mematuhi kata-kata kak Sadiqah, ya. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, dan berhati-hati selama di sana." Ucap Bunda Khadijah.
"Iya Bunda." Ucap anak-anak.
"Terima kasih Bunda. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah diikuti oleh murid-muridnya.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Bunda Khadijah.
"Ayo anak-anak, ikut dengan kakak." Ucap Sadiqah seraya berjalan ke rumahnya.
Anak-anak murid Sadiqah mengikuti Sadiqah dari belakang hingga sampai ke rumahnya. Mereka berdiri di samping pintu rumah nenek Sumayyah, neneknya Sadiqah.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah, dan anak-anak dari luar rumah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Bu Salamah seraya membukakan pintu.
Bu Salamah sedikit terkejut melihat anak-anak berdiri di depan rumahnya.
"Ibu, bolehkah kami belajar di halaman belakang rumah ?" Tanya Sadiqah.
"Dengan senang hati, silakan masuk anak-anak." Ucap Bu Salamah ramah.
Anak-anak berhamburan masuk ke dalam rumah. Sadiqah baru masuk setelah anak-anak muridnya telah masuk seluruhnya. Lalu anak-anak meletakkan sandal mereka di rak sepatu.
"Anak-anak, silakan duduk di karpet ini." Ucap Bu Salamah.
Anak-anak tetap berdiri, dan tidak duduk juga.
"Maaf, bibi kami ingin belajar di halaman belakang rumah bibi bukan di ruang tamu." Ucap Aisyah (7) dengan polosnya.
"Iya, sayang, bibi akan mempersiapkan halaman rumah nya dulu agar kalian lebih nyaman saat belajar. Sementara itu, kalian duduk di sini ya." Ucap Bu Salamah.
"Iya, terima kasih bibi." Ucap anak-anak seraya duduk di karpet yang telah dipersiapkan untuk tamu yang datang.
"Ibu, biar aku saja yang mempersiapkan tempat belajar untuk anak-anak. Ibu, menemani anak-anak saja di sini." Ucap Sadiqah.
"Baiklah Sadiqah, jika itu keinginanmu." Ucap Sadiqah Salamah seraya duduk di dekat anak-anak.
Sadiqah pergi ke kamarnya untuk mengambil sapu, tikar, karpet, beberapa meja lipat untuk anak-anak, meja besar untuk dirinya sendiri, kursi, dan papan tulis lalu membawanya ke halaman belakang rumah. Sadiqah menyapu halaman hingga bersih. Setelah itu ia menata tikar, karpet, meja-meja lipat, meja besar, kursi, dan papan tulis. Sadiqah berniat untuk mengembalikan sapu yang ia bawa ke kamarnya. Sadiqah masuk ke kamarnya lalu meletakkan sapu di sudut ruangan. Ya setiap ruangan di rumah Nenek Sumayyah memang dilengkapi dengan sapu, alat pel, serokan sampah, tempat sampah, dan tempat cuci tangan. Setiap kamar dilengkapi kamar mandi sendiri-sendiri. Tentu saja tujuannya untuk membiasakan hidup bersih, dan sehat kepada penghuni rumah tersebut. Sayup-sayup, Sadiqah dapat mendengar suara anak-anak yang berbincang-bincang hangat dengan Bu Salamah. Sadiqah tersenyum bahagia mendengarnya. Tatapan mata Sadiqah terhenti saat ia melihat laptop di atas meja belajarnya.
"Anak-anak pasti senang jika mendengar qiraah Al-Qur'an." Gumam Sadiqah seraya mengambil laptopnya, dan keluar dari kamar lalu menuju ruang tamu.
"Anak-anak, tempat belajarnya sudah siap. Ayo kita ke halaman belakang." Ucap Sadiqah saat melewati ruang tamu.
Anak-anak bangkit dari tempat duduk mereka lalu mengambil sandal mereka untuk digunakan berjalan di halaman belakang. Anak-anak, dan Sadiqah berjalan bersama menuju halaman belakang.
"Anak-anak, hari ini kita akan belajar hukum bacaan mim sukun. Kakak akan menuliskan materinya di papan tulis, dan kalian salian di buku masing-masing ya," Ucap Sadiqah.
1 jam kemudian Sadiqah telah selesai menuliskan, dan menjelaskan hukum bacaan di papan tulis.
"Apakah ada materi yang belum jelas atau ingin ditanyakan, anak-anak ?" Tanya Sadiqah.
"Tidak ada kak." Jawab anak-anak serempak.
"Baiklah jika begitu, maukah kalian memberikan buku catatan kalian kepada kakak ?" Ucap Sadiqah.
Anak-anak mengumpulkan buku catatan mereka ke meja Sadiqah.
"Apakah kakak akan menilai catatan kami ?" Tanya Zainab (10) saat mengucapkan buku tugasnya kepada Sadiqah.
"Tidak Zainab. Kakak hanya ingin melengkapi catatan kalian. Karena mungkin kalian melewatkan beberapa bagian dari materi, dan belum sempat mencatat apa yang kakak jelaskan tadi." Jawab Sadiqah.
"Terima kasih kak. Kakak telah meluangkan waktu untuk meneliti catatan kami satu persatu." Ucap Zainab seraya kembali ke tempat duduknya.
Sadiqah mengembalikan buku catatan anak-anak setelah dia menelitinya satu persatu.
"Anak-anak, rajin-rajinlah membaca buku terutama membaca Al-Quran. Karena Al-Quran adalah jendela dunia. Jangan lupa untuk memahami juga kandungan ayat Al-Quran tersebut. Karena Al-Quran diturunkan agar dibaca dan diamalkan. Kakak akan menceritakan sebuah kisah inspiratif." Ucap Sadiqah.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Di suatu keluarga hidup seorang anak bernama Fulan. Sejak kecil Fulan adalah anak yang pandai, dan berprestasi, dia selalu mendapatkan rangking pertama di sekolah. Akhirnya Fulan lulus dari perguruan tinggi terkenal dengan gelar cumlaude. Orang tua Fulan, dan teman-teman Fulan sangat bangga kepada Fulan. Setelah lulus dari perguruan tinggi, Fulan bekerja di sebuah perusahaan bonafid yang melejitkan kariernya. Semua kolega bisnis Fulan menghormati, dan menghargai Fulan. Mereka semua menyanjung keberhasilan Fulan. Pada suatu ketika Fulan mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Fulan bertekad untuk menjadi pembela agama Islam. Fulan melepaskan semua gelar keduniaan yang telah diterimanya untuk mengejar rida Allah. Sejak saat itu, kehidupan Fulan berubah 180 derajat. Fulan memutuskan untuk merantau untuk mempelajari Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW. Dengan ketekunan, dan niat yang ikhlas karena Allah, akhirnya Fulan mampu menghafal 30 juz Al-Quran beserta artinya. Sering kali Fulan dicemooh, dan dianggap bodoh karena meninggalkan pekerjaannya yang mapan untuk mempelajari agama bukan hanya oleh teman-temannya tapi juga oleh keluarganya sendiri. Hingga suatu hari Fulan mengajak ibunya shalat subuh berjamaah di masjid di mana Fulan biasanya menjadi imam. Setelah membaca surah Al Fatihah, Fulan membaca surah Abasa. Bacaan terus mengalun hingga sampai pada ayat
Allah SWT berfirman:
yauma yafirrul-mar`u min akhiih
Allah SWT berfirman:
wa ummihii wa abiih
Allah SWT berfirman:
wa shoohibatihii wa baniih
Allah SWT berfirman:
likullimri`im min-hum yauma`izin sya`nuy yughniih
Fulan tidak bisa membendung air matanya saat membaca ayat tersebut. Setelah pulang, Fulan ditanya oleh ibunya.
"Mengapa kamu menangis saat membaca ayat tersebut, apa artinya ?" Tanya ibunya Fulan.
"Ayat tersebut menjelaskan huru-hara hari kiamat di Padang Mahsyar. Pada hari itu semua orang lari dari saudaranya, ibu bapaknya, istri, dan anaknya. Semuanya sibuk pada urusan masing-masing. Bila kita kaya orang akan memuji kita dengan sebutan orang yang berjaya. Namun ketika kiamat terjadi apalah gunanya segala puji-pujian manusia itu. Semua akan meninggalkan kita. Bahkan ibu pun akan meninggalkan saya.." Ucap Fulan.
Ibunya Fulan menangis mendengar jawaban Fulan. Fulan menyeka air mata ibunya.
"... Ibu saya pun takut bila bekal yang ku bawa sedikit. Pujian orang yang ramai selama bertahun-tahun pun kini tak berguna lagi. Lalu kenapa orang beramai ramai menginginkan pujian dan takut mendapat celaan. Mereka pun tak menghiraukan kehidupan akhiratnya kelak." Lanjut Fulan.
Fulan pun dipeluk oleh ibunya. Ibunya Fulan mengatakan jika dia bangga memiliki anak seperti Fulan. Sejak saat itu, Fulan mengajak ibunya, dan keluarganya untuk mempelajari Al-Quran dan sunah.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
"Anak-anak, apakah syarat seseorang masuk surga ?" Tanya Sadiqah.
"Dari Jabir Radhiallahu Anhu, aku mendengar bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Amal saleh kamu tidaklah memasukkan kamu ke dalam surga dan tidak pula menjauhkan dari api neraka, tidak pula aku, kecuali dengan rahmat dari Allah." (HR. Muslim No. 2817)." Jawab Aisyah (8)
"Apa saja syarat mendapatkan rahmat Allah ?" Tanya Sadiqah.
"Iman, taqwa, dan amal saleh." Jawab Aisyah (7)
"Siapakah manusia yang paling baik keimanan, dan ketakwaan nya kepada Allah, serta paling saleh ?" Tanya Sadiqah.
"Rasulullah Muhammad SAW." Jawab anak-anak serempak.
"Bagaimanakah akhlak Rasulullah ?" Tanya Sadiqah.
"Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW. Aisyah menjawab, "Akhlak Nabi SAW adalah Alquran" (HR Muslim)." Jawab Zaenab (8)
"Jadi apa kesimpulannya ?" Tanya Sadiqah.
"Kesimpulannya adalah seseorang masuk surga karena rahmat dari Allah. Seseorang yang ingin mendapat rahmat Allah harus beriman, bertakwa." Jawab Maimunah (8)
"Kakak, apakah seorang pendosa dapat memperoleh rahmat Allah ?" Tanya Nafisah (5)
"Allah SWT berfirman:
qul yaa 'ibaadiyallaziina asrofuu 'alaaa anfusihim laa taqnathuu mir rohmatillaah, innalloha yaghfiruz-zunuuba jamii'aa, innahuu huwal-ghofuurur-rohiim
"Katakanlah, Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Az-Zumar 39: Ayat 53)" jawab Sadiqah.
"Adakah golongan manusia yang tidak mendapat rahmat Allah ?" Tanya Hamida (5)
"Tidak ada, Allah memberikan Rahmat kepada semua makhluk-Nya. Rahmat Allah Azza Wa Jalla Ada Dua Macam, yang pertama rahmat 'ammah (umum) yang mencakup seluruh makhluk-Nya, termasuk orang-orang kafir sekalipun. Rahmat ini bersifat jasadiyyah badaniyyah dunyawiyyah (rahmat fisik duniawi), seperti pemberian makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain. Yang kedua rahmat Khashshah (rahmat khusus) yang bersifat imaniyyah diniyyah baik di dunia maupun akhirat, dalam bentuk taufik untuk berbuat ketaatan kepada Allah, kemudahan untuk berbuat baik, diteguhkan keimanannya dan diberi hidayah menuju jalan yang lurus dan dimuliakan dengan masuk ke dalam Surga serta selamat dari Neraka. Dengan demikian, seorang hamba tidak bisa lepas sesaat pun dari dua jenis rahmat Allâh Azza wa Jalla di atas. Dan seorang Muslim memandang rahmat jenis kedua lebih penting dan utama ketimbang yang pertama." Jawab Sadiqah.
"Kakak bagaimana cara mudah untuk menghafal Al-Quran ?" Tanya Hawa (5)
"Dengan membaca Al-Quran setiap hari sesuai dengan tajwidnya. Setelah itu pahami kandungan ayat Al-Quran agar kita termotivasi untuk mengamalkan isi Al-Quran. Kakak biasanya membaca 20 ayat Al-Quran setelah shalat. Kakak biasanya melakukan kegiatan sehari-hari sambil mendengarkan bacaan Al-Quran Meskipun cara ini tidak membuahkan hasil dengan cepat, tetapi hafalan yang diperoleh dari metode ini sangat kuat, dan bertahan lama." Jawab Sadiqah.
"Kakak, bagaimana cara mendapatkan pahala di setiap detik kehidupan kita ?" Tanya Nisa (6)
"Dengan menutup aurat secara sempurna. Hukum menutup aurat adalah wajib yang artinya apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa. Kita tidak bisa setiap detiknya berzikir atau membaca Al-Quran. Tapi setiap detiknya kita dapat menutup aurat secara sempurna bahkan meskipun kita sedang terlelap." Jawab Sadiqah.
"Apakah ada pahala yang tetap mengalir meskipun pelakunya telah tiada ?" Tanya Jihan (6)
"Ada. Yang pertama ilmu yang bermanfaat. Seorang guru akan mendapatkan pahala karena telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada muridnya. Guru akan mendapat pahala selama ilmu yang diberikannya diamalkan oleh orang lain. Yang kedua shadaqah jariyah atau bersedekah untuk kepentingan umum. Seseorang yang bersedekah untuk kepentingan umum, akan mendapat pahala selama apa yang disedekahkannya dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain. Yang ketiga doa anak saleh. Seseorang akan mendapat pahala setiap kali didoakan oleh anak saleh." Ucap Sadiqah.
Suasana hening berlangsung hingga beberapa saat, sampai Sadiqah memutuskan untuk berbicara lagi.
Allah SWT berfirman:
"wa izaa quri`al-qur`aanu fastami'uu lahuu wa anshituu la'allakum tur-hamuun
"Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 204)." Ucap Sadiqah.
Setelah itu Sadiqah memutar muratal Al-Quran dengan volume sedang agar hanya didengar olehnya, dan anak-anak. Karena Sadiqah tahu jika memaksa seseorang untuk mendengarkan bacaan Al-Quran dalam keadaan tidak siap, hukumnya haram.