Kolkata, 5 Ramadhan 1445 H
Masih pukul 6.45 pagi, Bu Salamah sudah berjalan tiada henti menuju toko Pak Salman. Sepertinya Bu Salamah tidak ingin menunda-nunda untuk menanyai Pak Salman, makanya ia langsung berangkat setelah shalat subuh. Setelah berjalan beberapa lama, akhirnya Bu Salamah sampai juga di toko Pak Salman.
"Chotu, di mana Salman ?" Tanya Bu Salamah kepada Chotu, pelayan di tokonya Pak Salman.
"Dia di sana, nyonya." Jawab Chotu seraya menunjuk ke arah 3 laki-laki yang sedang asyik berbincang-bincang.
Bu Salamah langsung mendatangi kerumunan itu. Pak Salman, sepertinya sedang mengecek daftar catatan pesanan pelanggannya.
"Aku mau bicara denganmu." Ucap Bu Salamah kepada Pak Salman.
"Ya, nanti kita bicara." Jawab Pak Salman tanpa memandang ke arah Bu Salamah.
"Aku harus bicara denganmu sekarang. Kalau tidak aku akan bicara di depan semua orang." Ucap Bu Salamah dengan nada memaksa.
"Kalian pergilah, nanti kita bicara lagi." Ucap Pak Salman kepada kedua pelayan yang berbicara dengannya tadi.
Pak Salman, dan Bu Salamah akhirnya berbicara di taman. Pak Salman berdiri membelakangi Bu Salamah. Sehingga Pak Salman, dan Bu Salamah berbicara tanpa memandang wajah satu sama lain.
"Ada apa Salamah ?" Tanya Pak Salman.
"Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu." Jawab Bu Salamah.
"Tanyakan saja, Salamah." Ucap Pak Salman.
"Kenapa kau tampar anakku ?" Tanya Bu Salamah.
"Anakmu telah bertindak seperti itu. Hari itu keluarga calon suaminya Ruqayyah akan datang untuk menemui Ruqayyah, lalu dengan hak apa dia berani menghina ibuku ?" Ucap Pak Salman.
"Anakku tidak akan melakukan hal itu. Tapi kenapa kau bawa-bawa tentang didikan ku ?" Ucap Bu Salamah.
"Kenapa dia ikut campur urusan orang lain ?" Ucap Pak Salman.
"Itu bukan ikut campur namanya. Itu adalah kepedulian. Mungkin kau tidak akan pernah mengerti perbedaan antara ikut campur dan peduli. Sebelum menikah, apakah salah untuk mengenal calonnya ?" Ucap Bu Salamah.
"Ayahku sudah mengetahui semuanya." Ucap Pak Salman.
"Orang tuamu yang menentukan semuanya." Ucap Bu Salamah.
"Anakmu ingin memutuskan hubungan anakku." Ucap Pak Salman.
"Dia tidak ingin memutuskan hubungan anakmu. Sadiqah hanya ingin engkau mencari tahu agama, dan akhlak calon suaminya Ruqayyah. Sadiqah hanya ingin memastikan Ruqayyah bahagia dengan pernikahannya. Jika itu kau anggap salah, ya sudah biarkan saja." Ucap Bu Salamah.
"Jika ia tidak ingin merusak hubungan anakku, mengapa ia masuk rumah keluarga calon suaminya Ruqayyah tanpa izin ? Lalu memata-matai kami ?" Tanya Pak Salman
"Dia tidak pernah masuk rumah orang lain tanpa izin. Waktu itu dia hanya memasuki halaman rumah saja, dan penjaga yang membawanya masuk. Dia ke rumah itu bukan untuk memata-matai kalian. Dia hanya ingin mempertemukan seorang anak yang hilang dengan ibunya. Sadiqah mengira itulah rumah anak tersebut, akhirnya ibunya anak tersebut menghampiri Sadiqah dan mengambil anaknya lalu ibunya anak tersebut mengatakan jika ia tidak tinggal di rumah itu lagi dan langsung pergi. Saat Sadiqah memasuki taksinya kembali ia menyadari jika dompetnya terjatuh di rumah itu jadi mau tidak mau Sadiqah harus kembali ke halaman rumah itu untuk mengambil dompetnya. Lalu tanpa sengaja Sadiqah menyenggol guci yang ada di halaman hingga jatuh. Lalu penjaga membawa menemui kalian. Dan kau tahu kejadian selanjutnya." Ucap Bu Salamah memberikan klarifikasi.
"Apa yang kau inginkan Salamah ?" Tanya Pak Salman.
"Banyak hal Salman. 20 tahun telah berlalu, banyak hal yang telah berubah, tapi kau masih sama seperti itu. Kau tidak pernah mendengarkan penjelasan orang lain. Kau hanya mendengarkan penjelasan ibumu saja. Di depan semua orang kau tega menjatuhkan aku. Kau melupakan janjimu di depan semua orang. Kau tega meninggalkan aku saat itu. Hari itu kau katakan di depan semua orang, anakku tidak sopan, tidak punya malu, dan anak yang tidak punya ayah." Ucap Bu Salamah.
"Dia memang tidak punya ayah." Ucap Pak Salman membela diri.
"Apa kau tahu, sering kali kata-kata lebih menyakitkan daripada sebuah pukulan. Apalagi jika itu didapat dari keluarga sendiri. Satu hal lagi Salman, sampai hari ini aku masih sembunyikan semuanya dari semua orang, bahkan pada anakku sendiri. Sampai-sampai aku takut membuka mulutku. Tapi sekarang aku tidak takut pada siapa pun. Dulu aku lemah, tapi sekarang tidak lagi. Aku yang sekarang bukan aku yang dulu." Ucap Bu Salamah.
"20 tahun yang lalu, apa yang terjadi di antara kita, semua sudah tahu. Sekarang kau ingin beritahukan apalagi Salamah ?" Ucap Pak Salman.
"Akan ku beritahu. Anak yang kau tampar kemarin, anak yang kau katakan tidak punya ayah itu, sebenarnya ayahnya masih hidup. Bahkan ayah dari anak itu berdiri di depanku saat ini." Ucap Bu Salamah.
Pak Salman terkejut dan marah mendengar ucapan Bu Salamah karena tidak ada siapa pun yang berdiri di depan Bu Salamah selain Pak Salman sendiri. Pak Salman beralih menghadap Bu Salamah
"Apa yang kau katakan Salamah ?" Tanya Pak Salman.
"Ayah dari Sadiqah adalah kau Salman." Ucap Bu Salamah.
"Itu artinya, Paman Salman adalah ... ayahku." Gumam Sadiqah yang tidak sengaja mendengar pembicaraan Bu Salamah dan Pak Salman.
Sebenarnya Sadiqah mengikuti ibunya untuk menghentikan ibunya yang terlihat begitu marah kepada Pak Salman yang telah menampar Sadiqah. Tapi justru berujung dengan Sadiqah yang mendengar kebenaran ini dari lisan kedua orang tuanya sendiri. Sadiqah pergi dari tempat itu dengan sepedanya karena belum siap menerima kenyataan ini. Sementara itu Pak Salman, dan Bu Salamah masih berada di taman karena pembicaraan mereka belum usai.
"Hari ini aku memberitahumu agar kau tahu apa kesalahanmu." Ucap Bu Salamah seraya berjalan menjauhi Pak Salman.
"Aku tahu aku salah jika aku memukul anakmu. Tapi untuk membuktikan jika aku salah, kau tidak perlu berbohong seperti ini sampai aku benci melihat wajahmu." Ucap Pak Salman.
"Kau mau terima ataupun tidak kenyataan ini, semuanya tidak akan berubah. Apa kau ingat Salman, kita berpisah dengan gugatan cerai '. Kau, dan ibumu memintaku untuk meninggalkan rumahmu setelah aku menyelesaikan masa idah ku. Tapi yang sebenarnya, aku sedang mengandung saat itu, aku terlambat untuk mengetahui hal itu. Aku berusaha untuk memberitahumu saat itu, tapi ternyata kau sudah benar-benar meninggalkan aku, dan kenangan ku. Kau sudah bahagia dengan kehidupanmu yang baru tanpa diriku. Aku melahirkan bayi kembar waktu itu, tapi salah satu anakku hilang saat dilahirkan. " Ucap Bu Salamah.
"Sebenarnya Salamah, aku lah yang membawa anakmu itu. Aku, dan Jannat memberinya nama Ruqayyah. Aku tidak tahu jika Ruqayyah memiliki saudara kembar, oleh karena itu aku menganggapmu berbohong saat kau mengatakan bahwa Sadiqah adalah anakku." Ucap Pak Salman.
"Mengapa kau tega melakukan hal itu Salman ?" Tanya Bu Salamah.
"Saat itu Jannat depresi berat karena kehilangan bayinya dalam sebuah kecelakaan bahkan rahimnya sudah diangkat. Ibuku memintaku untuk mengambil anakmu saat ibuku tahu kau melahirkan anakku. Saat Jannat benar-benar sembuh dari depresinya, dia ingat jika dia telah kehilangan bayinya. Dia tahu jika Ruqayyah bukan anak kandungnya. Karena itu ia merasa begitu bersalah kepadamu saat dia mengetahui kebenarannya." Ucap Pak Salman.
"Kapan kau pernah menyayangi aku ? Hari ini pun kau membenci aku. Saat kau tahu aku mengandung anakmu, kau pun tidak meminta untuk kembali setidaknya untuk menyelesaikan masa idahku. Bahkan kau meninggalkan aku. Aku tidak minta nama ayah untuk anakku. Aku hanya ingin mengatakan, mulai hari ini jika anakku menangis karena dirimu, aku tidak akan terima. Aku belum bisa memaafkanmu Salman." Ucap Bu Salamah.
"Aku hanya ingin berbakti kepada ibuku, Salamah. Apakah itu salah ?" Tanya Pak Salman.
"Sadarlah Salman, kepatuhan mu kepada ibumu telah membuatmu bersikap tidak adil terhadap istrimu, dan juga anak-anak mu. Demi baktimu kepada ibumu kamu telah memisahkan seorang anak dari ibunya, seorang ibu anaknya, dan seseorang dari saudaranya sendiri. Dalam agama kita, kita dilarang untuk patuh kepada orang tua dalam perkara yang bertentangan dengan syariat. Bertobatlah semoga Allah mengampuni mu. Dan berdoa lah agar suatu saat aku bisa memaafkan mu.” ucap Bu Salamah.
Bu Salamah, dan Pak Salman berjalan berlawanan arah dan meninggalkan taman.
Salamah (40) POV
Bertahun-tahun aku mencari anakku, hampir putus asa diri ini menunggu kehadirannya. Ternyata selama ini anakku berada sangat dekat denganku. Ternyata anak tetanggaku adalah anakku. Mengapa aku tidak bisa merasakan kehadirannya ? 20 tahun telah berlalu banyak hal yang telah berubah, tapi Salman masih sama seperti itu. Tidak bisakah ia berubah menjadi lebih baik, setidaknya untuk anaknya sendiri. Mengapa dia tega memisahkan anaknya sendiri dari ibunya ? Hanya lelah saja yang ku dapat jika aku bicara dengan Salman, karena hanya ibunya yang akan dia dengarkan. Aku memilih untuk pergi dari taman, karena pembicaraan ini tidak menghasilkan apa pun selain rasa lelah. Aku terus berjalan menjauhi taman, dan berjalan pulang ke rumah. Aku berdiam diri sebentar karena jalan yang melintang di depanku masih penuh dengan kendaraan. Di sisi yang berlawanan, aku melihat putriku Ruqayyah juga sedang menunggu untuk menyeberang. Sepertinya dia akan pergi ke toko ayahnya. Setelah merasa jalan raya di depannya sepi, Ruqayyah melangkahkan kakinya untuk menyeberang jalan. Tiba-tiba saja sebuah mobil melaju kencang ke arah Ruqayyah. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, seorang anak yang belum sempat aku mengatakan bahwa aku lah ibunya hampir mengalami kecelakaan. Aku berlari untuk menyelamatkannya. Ruqayyah selamat dari kecelakaan itu dan sekarang dia berada di pelukanku, tapi wajahnya menyiratkan ketakutan yang begitu dalam.
"Apakah kamu baik-baik saja ?" Tanyaku pada putriku sambil memegang kedua pipinya.
"Aku baik-baik saja, bibi. Apakah bibi terluka ?" Ucap Ruqayyah.
"Alhamdulillah. Ibu tidak terluka, sayang." Ucapku.
Aku memeluk putriku lagi, Ruqayyah membalas pelukanku dengan ragu. Aku tidak mau kehilangan putriku lagi. Dan benar saja, ada seseorang yang melepaskan pelukan kami. Orang itu bermaksud menjauhkan aku dari putriku sendiri. Orang itu adalah Nyonya Pakizah.
"Apa yang kau lakukan, berani sekali kau mendekati cucuku." Ucap Nyonya Pakizah padaku.
"Nenek, bibi Salamah hanya menyelamatkan aku dari kecelakaan." Ucap Ruqayyah pada neneknya.
"Benarkah Ruqayyah ? Apakah kau baik-baik saja, Ruqayyah ? Apakah kau terluka ?" Tanya Nyonya Pakizah yang khawatir kepada Ruqayyah.
"Aku baik-baik saja nenek." Ucap Ruqayyah.
"Ruqayyah, lain kali jika kau ingin menyeberang, perhatikan jalannya dengan benar. Ruqayyah kau akan ke mana ?" Nyonya Nenek Pakizah.
"Aku akan ke toko ayah. Ayah memintaku untuk mengantarkan sesuatu." Ucap Ruqayyah.
"Baiklah segera penuhi panggilan ayahmu." Titah Nyonya Pakizah kepada Ruqayyah.
"Terima kasih, bi." Ucap Ruqayyah sesaat sebelum dia melanjutkan perjalanannya ke toko Salman, ayahnya.
Hanya tersisa aku, dan Nyonya Pakizah di jalanan ini.
"Mengapa ibu tega melakukan ini ? Mengapa ibu bermaksud memisahkan aku dari anakku sendiri ?" Tanyaku pada Nyonya Pakizah.
"Jangan memanggilku ibu. Aku bukan ibumu. Dan aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau ucapkan." Ucap Nyonya Pakizah padaku.
"Saya sudah tahu Ruqayyah adalah putriku yang hilang 19 tahun yang lalu. Mengapa ibu menjauhkan aku dari Ruqayyah ?" Tanyaku.
"Karena aku tidak mau darah daging ku dirawat dan dididik olehmu. Aku tidak pernah menyukaimu. Aku tidak mau cucuku seperti dirimu. Kau dan Ruqayyah sangat berbeda dan itu berkat didikan ku padanya." Jawab Nyonya Pakizah.
"Kenapa ibu tidak pernah menyukaiku ?" Tanyaku
"Baiklah akan ku katakan kebenarannya. Ayahmu adalah orang yang bertanggungjawab atas kematian suamiku, ayahnya Salman. Karena itu aku tidak akan pernah menerimamu sebagai menantuku. Walaupun kau tahu kenyataannya, jangan kau coba-coba untuk mendekati, atau berbicara sesuatu dengan Ruqayyah. Atau aku akan melakukan sesuatu yang tidak pernah kau bayangkan." Ucap Nyonya Pakizah seraya pergi meninggalkan aku sendiri.
Nyonya Pakizah semakin aku percaya jika engkau seseorang yang baik, semakin engkau membuktikan jika aku salah. Nyonya Pakizah hingga hari ini aku masih menghormatimu seperti aku menghormati ibuku sendiri. Tapi pernahkah engkau menganggap aku sebagai anakmu sedangkan engkau saja tidak menganggap aku sebagai menantumu saat aku masih istri putramu, Salman. Begitu tidak sukanya engkau hingga engkau memaksaku melakukan gugatan cerai'. Bahkan engkau tega membahayakan nyawaku, dan nyawa bayi-bayi di dalam kandunganku agar aku cepat-cepat menyelesaikan masa idahku. Bukan hanya itu saja engkau tega memisahkan aku dari putriku sendiri saat engkau tahu menantu barumu tidak bisa memberimu seorang cucu. Engkau juga menuduhku sebagai orang yang menyebabkan menantumu terjatuh dari tangga hingga meninggal. Aku hampir saja mendapat hukuman mati jika Salman tidak datang dan menceritakan kejadian yang sebenarnya sehingga Jannat meninggal. Setelah itu engkau selalu memberikan kepedihan pada keluargaku. Engkau selalu mengatakan Sadiqah adalah anak tanpa ayah yang berakhlak buruk. Aku tidak tahu kepedihan apalagi yang akan kau berikan jika engkau tahu Sadiqah juga adalah cucumu. Apakah engkau akan memisahkan aku dari Sadiqah juga seperti engkau memisahkan aku dari putriku Ruqayyah ?
Author POV
Sadiqah duduk di depan rumahnya. Dia masih mengingat pembicaraan antara ibunya dan Pak Salman.
"Aku harus memberitahu Ruqayyah, jika ingin tahu kebenarannya." Gumam Sadiqah pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba Pak Salman berjalan menuju rumahnya yang berhadapan dengan rumah Sadiqah sambil menenteng keranjang sayuran di kedua tangannya. Sadiqah melihat ada sayuran yang terjatuh dari keranjang karena kelebihan muatan. Sadiqah berjalan mendekati Pak Salman.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Pak Salman.
"Ayah, sayur nya terjatuh." Ucap Sadiqah kepada pak Salman.
"Apa yang kau katakan Sadiqah ?" Tanya Pak Salman.
Sadiqah sadar jika ia telah salah memanggil Pak Salman dengan sebutan ayah. Sadiqah memunguti sayuran yang terjatuh lalu memberikannya kepada Pak Salman.
"Paman, aku hanya ingin memberitahu jika sayuran yang paman bawa terjatuh dari keranjang." Ucap Sadiqah.
"Terima kasih Sadiqah. Sadiqah apa pun yang terjadi kemarin, aku mohon maafkan aku." Ucap Pak Salman.
"Paman, aku sudah memaafkan paman karena Allah. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Pak Salman.
Setelah itu Pak Salman masuk ke dalam rumahnya begitu juga dengan Sadiqah. Di dalam rumah Pak Salman hanya duduk di ruang keluarga sambil melamun mengingat masa-masa indahnya bersama Bu Salamah sebagai pasangan suami istri. Ruqayyah heran dengan sikap ayahnya yang terus saja melamun sejak pulang dari toko. Ruqayyah menghampiri ayahnya.
"Ayah, apa yang ayah pikirkan ? Mengapa ayah melamun ?" Tanya Ruqayyah penasaran.
"Ruqayyah, di luar ada piama ayah tolong ambilkan." Ucap Pak Salman.
Bukannya menjawab pertanyaan Ruqayyah, Pak Salman justru berusaha menyibukkan Ruqayyah dengan pekerjaan rumah.
"Baik ayah." Ucap Ruqayyah senang setidaknya ayahnya berhenti melamun.
Ruqayyah segera melaksanakan perintah ayahnya. Ia bergegas keluar untuk mengangkat jemuran yang sudah kering. Tiba-tiba Sadiqah datang ke tempat Ruqayyah berada.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Sadiqah, apa yang kau lakukan di sini ? Jika nenek mengetahui kita berbicara, dia akan marah." Ucap Ruqayyah.
"Aku ingin bicara hal penting dengan mu Ruqayyah." Ucap Sadiqah.
"Cepat katakan Sadiqah." Ucap Ruqayyah.
"Aku sudah tahu alasan permusuhan di antara kedua keluarga kita, Ruqayyah." Ucap Sadiqah.
"Apa penyebabnya, Sadiqah ?" Tanya Ruqayyah.
"Aku telah mengetahui suatu kebenaran hari ini. Ruqayyah kita adalah saudara. Ayahmu adalah ayahku. 20 tahun yang lalu ibuku dan ayahmu adalah pasangan suami istri. Karena suatu hal ibuku dan ayahmu berpisah. Lalu setelah itu ayahmu menikah dengan Bibi Jannat, ibumu." Ucap Sadiqah yang hanya mengetahui sebagian kebenarannya.
Hingga ini Sadiqah dan Ruqayyah, hanya tahu jika Ruqayyah adalah putrinya Bu Jannat. Padahal bukan demikian kenyataannya.
"Aku tidak percaya denganmu Sadiqah. Ibuku tidak mengambil tempat siapa pun. Ibuku dengan susah payah mengambil hati semua orang di sini." Ucap Ruqayyah.
Ruqayyah tersinggung karena seolah-olah Sadiqah mengatakan jika ibunya penyebab perpisahan kedua orang tua Sadiqah. Apalagi faktanya Sadiqah, dan Ruqayyah lahir di tahun yang sama.
"Maafkan aku Ruqayyah jika kata-kata ku tidak berkenan di hatimu. Tapi aku sungguh tidak bermaksud begitu." Ucap Sadiqah.
"Ruqayyah, kenapa lama sekali ?" Teriak Nenek Pakizah seraya berjalan menuju tempat menjemur pakaian.
"Sadiqah, cepatlah pergi. Akan tidak baik nenek melihatmu di sini." Ucap Ruqayyah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Sadiqah sebelum pergi.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Ruqayyah.
Sadiqah pergi dari tempat menjemur pakaian di halaman rumah Kakek Daud. Nenek Pakizah sampai di tempat menjemur pakaian setelah Sadiqah pergi dari situ.
"Apa yang kau lakukan Ruqayyah ? Hanya mengangkat jemuran, kenapa lama sekali ? Ya sudah akan aku bantu." Ucap Nenek Pakizah seraya membantu Ruqayyah mengangkat jemuran.
Waktu terus berjalan, siang telah berganti menjadi malam.
Malam ini, setelah shalat tarawih, Ruqayyah menyetrika pakaian yang diangkat dari jemuran tadi siang. Ruqayyah tidak bisa berhenti memikirkan ucapan Sadiqah tadi siang. Hal itu membuat Ruqayyah tidak memperhatikan pakaian yang sedang disetrikanya. Nenek Pakizah datang ke tempat Ruqayyah berada saat Nenek Pakizah mencium aroma benda yang terbakar.
"Apa yang kau lakukan Ruqayyah ?" Tanya Nenek Pakizah seraya mengambil alih setrika yang dibawa Ruqayyah.
"Maafkan aku nenek. Aku tidak sengaja." Ucap Ruqayyah yang menyadari jika ia hampir saja membuat pakaian yang disetrikanya terbakar.
"Kau tidurlah Ruqayyah. Biar aku yang melanjutkan menyetrika pakaian. Sepertinya kau sudah mengantuk." Ucap Nenek Pakizah.
"Baiklah nek." Ucap Ruqayyah seraya pergi ke kamarnya.
"Sepertinya ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ruqayyah. Dari tadi dia tidak bisa melakukan apa pun dengan benar. Aku harus mencari tahu." Gumam Nenek Pakizah pada dirinya sendiri.
Di dalam kamarnya Ruqayyah tidak dapat tidur. Meskipun dia sudah berwudu, dan berdoa sebelum tidur dia tetap tidak bisa tidur. Ya karena berdoa sebelum tidur tidak membuat seseorang tertidur. Isi doa sebelum tidur adalah meminta kepada Allah untuk menjaga seseorang yang sedang tertidur. Ruqayyah hanya membolak-balikkan tubuhnya. Ruqayyah begitu terganggu dengan pemikirannya sendiri. Dia pun terbangun lagi dan mengambil foto ibunya yang sudah meninggal. Dia menangis sambil memeluk foto ibunya. Setiap hari dia merindukan ibunya. Hari ini dia lebih merindukan ibunya. Apalagi Sadiqah telah menceritakan suatu hal tentang ibunya kepada Ruqayyah. Ruqayyah sudah berusaha agar ia tidak menitikkan air mata, tapi ia tidak sanggup lagi. Menahan air matanya hanya akan membuat rasa rindunya semakin besar.
*Kediaman Nenek Sumayyah*
Sadiqah sedang menjahit baju saat ini. Setiap hari nya Sadiqah menjahit pakaian di kamarnya agar ia bisa menjualnya dan mendapatkan penghasilan. Sadiqah bukanlah seseorang yang mengerti tentang tren baju, dan dia memang tidak peduli dengan tren baju. Bahkan tidak dijumpai meja rias di kamarnya, di kamarnya hanya ada meja belajar, dan meja untuk menjahit. Dia hanya mampu, dan hanya mau membuat baju yang syar'i saja. Dia hanya membuat anarkali dress atau serwani. Sadiqah berkeyakinan jika menjadi penjahit itu besar risikonya. Jika dia membuat pakaian yang syar'i maka dia mendapatkan pahala dan keuntungan yang didapatnya akan membawa keberkahan dalam hidupnya, tapi jika dia membuat pakaian yang tidak sesuai syariat maka dia akan berdosa, dan kehilangan berkah dari penghasilannya. Sadiqah juga berpikiran bahwa kecenderungan masyarakat untuk mengenakan pakaian yang tidak sesuai syariat adalah disebabkan penjahit yang kurang bertakwa. Jika seseorang menunjukkan suatu jalan kebenaran dan kebaikan kepada saudaranya maka baginya pahala yang sama dengan orang yang melakukan kebaikan tersebut. Sebaliknya jika seseorang membuat orang lain terjerumus dalam dosa maka baginya dosa yang sama dengan orang yang melakukan dosa tersebut. Itu artinya penjahit yang kurang bertakwa akan mendapatkan dosa dari orang-orang yang menggunakan pakaian yang dijahitnya. Karena penjahit tersebut lah yang membuat orang-orang mendapat dosa karena memakai pakaian yang tidak sesuai syariat. Itu juga berarti bahwa penjahit yang kurang bertakwa mendapatkan dosa setiap detiknya karena orang-orang menggerakkan pakaian yang dijahitnya sepanjang hari.
Dalam membuat baju Sadiqah hanya menggunakan ukuran standar, karena ia tidak pernah benar-benar tahu ukuran tubuh pelanggannya. Dia tidak menerima pesanan baju, dia hanya membuat baju sesuai ukuran standar lalu menjualnya. Bukan karena apa pun, Sadiqah hanya tidak mau menyentuh tubuh orang lain, dan dia tidak ingin membuka kesempatan untuk berkhalwat. Sadiqah juga tidak sembarangan memilih kain untuk pakaian yang akan dijahitnya. Sadiqah tidak menggunakan kain sutra, dan kain yang akan mencuri perhatian orang-orang yang memandangnya.
Ini adalah wujud bela agama sesuai profesi. Sadiqah ingin membantu saudaranya seiman menuju jalan ketaatan, dan ketakwaan kepada Allah SWT. Bersama-sama untuk mendapatkan rahmat-Nya, dan menuju jannah-Nya.
Sadiqah hampir menyelesaikan Anarkali dress ke tiganya saat ini, tapi benang yang digunakannya untuk menjahit sudah habis. Sadiqah mengambil benang baru dari laci mejanya. Setelah itu dia memasukkan benang ke lubang jarum. Karena Sadiqah sedang tidak fokus saat memikirkan kejadian hari ini, tanpa sengaja jari manisnya tertusuk jarum begitu dalam hingga berdarah.
"Aww.." Jerit Sadiqah kesakitan.
Bu Salamah yang melintas di depan kamar Sadiqah terkejut mendengar jeritan Sadiqah.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Bu Salamah di depan kamar Sadiqah.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Masuklah ibu." Ucap Sadiqah
Bu Salamah masuk ke kamar Sadiqah. Bu Salamah melihat jari Sadiqah yang berdarah.
"Sadiqah, jarimu berdarah. Kau tunggulah di situ, ibu akan mengambil kotak obat." Ucap Bu Salamah seraya pergi untuk mengambil kotak obat yang ditaruh di almari kamarnya.
Sementara itu Sadiqah menunggu kembalinya Bu Salamah di kamarnya. Tak lama kemudian Bu Salamah sudah kembali ke kamar Sadiqah dengan membawa kotak obat. Bu Salamah duduk di sebelah Sadiqah lalu memegang tangan Sadiqah yang terluka. Bu Salamah membersihkan darah di jari Sadiqah dengan kapas lalu memberikan obat di luka Sadiqah.
"Aww ... " Jerit Sadiqah kesakitan.
"Apakah sangat sakit ?" Tanya Bu Salamah.
"Sedikit ibu. Ibu manakah yang lebih menyakitkan tertusuk jarum atau dibohongi bertahun-tahun oleh seseorang yang paling kita percaya ?" Tanya Sadiqah.
"Tentu saja lebih sakit dibohongi Sadiqah. Mengapa kamu menanyakan hal itu ?" Tanya Bu Salamah.
"Untuk pertama kalinya aku tidak sependapat dengan ibu. Bagiku tertusuk jarum lebih menyakitkan. Ibu, seseorang tidak tersiksa karena perbuatan buruk orang lain kepadanya, tapi seseorang tersiksa karena belum mampu memaafkan perbuatan buruk orang lain kepadanya. Ibu setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki dirinya. Dan aku tahu tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan. Memaafkan adalah perbuatan yang sangat mulia dan salah kunci kebahagiaan seseorang di dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman:
fa maaa uutiitum min syai`in fa mataa'ul-hayaatid-dun-yaa, wa maa 'indallohi khoiruw wa abqoo lillaziina aamanuu wa 'alaa robbihim yatawakkaluun
"Apa pun (kenikmatan) yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup di dunia. Sedangkan apa (kenikmatan) yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal,"
wallaziina yajtanibuuna kabaaa`irol-ismi wal-fawaahisya wa izaa maa ghodhibuu hum yaghfiruun
"dan juga (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah segera memberi maaf,"
(QS. Asy-Syura 42: Ayat 36 - 37)
Tapi ibu, setiap orang yang telah mendapatkan maaf dari saudaranya hendaknya bertobat kepada Allah SWT." Ucap Sadiqah.
"Alhamdulillah karena Allah telah memberimu hati yang pemaaf. Ibu sangat bersyukur, dan bangga memiliki putri seperti dirimu." Ucap Bu Salamah sambil menutup luka Sadiqah dengan kain kasa.
"Terima kasih ibu." Ucap Sadiqah.
"Sama-sama Sadiqah. Lain kali berhati-hati lah." Ucap Bu Salamah.
"Iya ibu lain kali aku akan berhati-hati." Ucap Sadiqah.
"Aku heran denganmu Sadiqah." Ucap Bu Salamah.
"Hm..." Ucap Sadiqah bingung.
"Beberapa hari kemarin, kamu mengatakan kepada anak-anak bahwa segera tidur setelah shalat isya adalah sunah. Tapi hari ini untuk pertama kalinya kamu sendiri justru menjahit pakaian di malam hari ?" Tanya ibu.
"Em.. iya aku lupa ibu. Aku hanya terpikirkan untuk secepatnya menyelesaikan baju-baju ini. Lain kali aku akan menjahit pakaian di siang hari saja. Terima kasih ibu sudah mengingatkanku." Ucap Sadiqah.
"Sebaiknya kamu istirahat sekarang, sepertinya kamu sudah lelah sekali. Jangan lupa berdoa sebelum tidur. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Bu Salamah.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Sadiqah.
Bu Salamah meninggalkan kamar Sadiqah.
"Ibu, aku hanya ingin mengatakan jika apa pun yang ibu lakukan aku sudah memaafkan ibu. Karena aku tahu ibu hanya menginginkan kebaikan untukku." Batin Sadiqah.
Sadiqah membereskan barang-barangnya untuk menjahit. Sadiqah mengembalikan benang, jarum, dan gunting ke tempatnya semula. Selanjutnya Sadiqah melipat pakaian yang belum selesai dijahitnya ke dalam almari kamarnya. Setelah semuanya selesai, Sadiqah bersiap-siap membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimutnya hingga ke dada.
Subhâna l-lâh (33x)
Maha Suci Allah.
Al-hamdu li-l-lâh (33x)
Segala puji bagi Allah.
Allâhu akbar (34x)
Allah Maha Besar.
[A’ûdhu bi-l-lâhi mina sh-shaytâni r-rajîm.]
Allâhu lâ ilâha illâ huwa-l-hayyu-l-qayyûm. Lâ ta'khudhuhu sinatun wa lâ nawm, lahu mâ fî s-samâwâti wa mâ fî-l-ard. Man dhâ l-ladhî yashfa’u ’indahu illâ bi-idhnihi. Ya’lamu mâ bayna aydîhim wa mâ khalfahum. Wa lâ yuhîtûna bi-shay'in min ’ilmihi illâ bi-mâ shâ'a. Wasi’a kursiyyuhu s-samâwâti wa-l-ard. Wa lâ ya'ûduhu hifzuhumâ, wa huwa-l-’aliyyu-l-’azîm.
[Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.]
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
[Bismi l-lâhi ar-rahmani ar-rahimi.]
Qul Huwa Al-Lahu 'Ahadun. Alllahu Asamadu. Lam Yalid Wa Lam Yulad. Walam Yakun Lahu Kufuan 'Ahadun (3x)
[Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.]
Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".
[Bismi l-lâhi ar-rahmani ar-rahimi.]
Qul 'A`udhu Birabbi Al-Falaqi. Min Sharri Ma Khalaqa. Wa Min Sharri Ghasiqin 'Idha Waqaba. Wa Min Sharri An-Naffathiti Fi Al-`Uqadi. Wa Min Sharri hasidin 'Idha hasada (3x)
[Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.]
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki".
[Bismi l-lâhi ar-rahmani ar-rahimi.]
Qul 'A`udhu Birabbi An-Nasi. Maliki An-Nasi. 'Ilahi An-Nasi Min Sharri Al-Waswasi Al-Khannasi. Al-Ladhi Yuwaswisu Fi suduri An-Nasi. Mina Al-Jinnati Wa An-Nasi (3x)
[Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.]
Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.
Allâhumma qinî ’adhâbaka yawma tab’athu ’ibâdaka.
Ya Allah, lindungilah aku (dari) azab-Mu pada hari Engkau bangkitkan hamba-bamba-Mu.
Allâhumma innaka khalaqta nafsî wa anta tawaffâhâ. Laka mamâtuhâ wa mahyâhâ. In ahyaytahâ fa-hfazha, wa in amattahâ fa—ghfirlahâ. Allâhumma inni as'aluka-l-’âfiyata.
Ya Allah, Sesungguhnya Engkau menciptakan diriku, dan Engkaulah yang akan mematikannya. Mati dan hidupnya hanya milik-Mu. Apabila Engkau menghidupkannya, maka peliharalah ia. Apabila Engkau mematikannya, maka ampunilah ia. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu keselamatan.
Bismika l-lâhumma amûtu wa ahyâ.
Dengan nama-Mu, ya Allah, aku mati dan hidup." Dia Sadiqah sebelum tidur.
Setelah itu Sadiqah memiringkan tubuhnya ke kanan dan memposisikan tangan kanannya di bawah pipi kanannya. Akhirnya Sadiqah melelapkan matanya hingga pagi.