Kolkata, 6 Ramadhan 1445 H
Sadiqah (19) POV
Hari ini aku bangun pukul 4 pagi. Seperti biasa aku, ibu, dan nenek akan bertemu di dapur untuk memasak makanan untuk sahur. Karena tanganku terluka kemarin ibu tidak membiarkan aku melakukan banyak hal, ibu hanya memintaku merapikan meja makan. Ibu, dan nenek memasak lebih banyak dari biasanya. Menu makanan hari ini adalah nasi, sayur bindi, sayur lentil, sayur okra, sambar, dal bati, dan ayam goreng. Aku membantu ibu, dan nenek menata makanan-makanan tersebut di meja makan. Aroma makanan-makanan tersebut menyeruak hidung, menggugah selera ku. Tiba-tiba saja aku teringat pada Geet.
"Ibu, nenek bolehkah aku membawa sedikit makanan untuk temanku ?" Tanyaku pada ibuku dan nenekku.
"Tentu saja boleh. Tapi, Nak tidak biasanya kau melakukan hal ini. Ada apa hari ini ?" Tanya ibuku.
"Sejak lusa aku, Ruqayyah, dan Geet membuat agenda belajar bersama setiap jam istirahat. Saat itu Geet tidak bisa fokus dalam belajar, ternyata dia tidak menjaga pola makannya. Aku akan memastikan dia makan di depanku." Ucap Sadiqah.
"Tapi, Nak dia pasti canggung makan di depan orang yang berpuasa." Ucap ibuku.
"Tenang saja ibu. Aku akan melakukan sesuatu agar dia tidak canggung." Ucapku.
"Ini rantang nya kamu bisa menaruhnya di sini." Ucap ibu seraya memberiku rantang makanan bersusun tiga.
"Terima kasih ibu." Ucapku.
Aku menata makanan di dalam rantang makanan. Aku memasukkan nasi, sayur bindi, sayur lentil, sayur okra, dan ayam goreng di dalam rantang itu.
"Sadiqah, mengapa kamu memasukkan ayam goreng ke dalamnya ?" Ucap ibuku.
"Tenang saja ibu, Geet berasal dari suku Punjabi. Dia juga makan daging seperti kita. Aku akan menaruh nasi di bagian paling atas, sayur di bagian tengah, dan ayam gorengnya di bagian paling bawah agar teman-teman ku yang lain tidak melihatnya. Terutama Ishita dia berasal dari suku Tamil." Ucapku.
Akhirnya aku menyadari jika nenek hanya diam saja mendengarkan ucapan ku.
"Maafkan aku nek. Aku sudah berbicara dengan Ruqayyah. Apakah nenek marah kepada ku ?" Ucapku jujur.
"Nenek tidak marah kepada mu Sadiqah. Kamu berhak berteman dengan Ruqayyah bukankah dia saudaramu seiman ? Seharusnya nenek tidak membuat peraturan yang melarang mu berteman dengan Ruqayyah. Nenek sudah membebaskan mu dari peraturan-peraturan nenek yang tidak masuk akal." Ucap nenek.
Aku menangis terharu mendengar ucapan nenek. Untuk pertama kalinya aku mempunyai kesempatan untuk berteman dengan Ruqayyah. Akhirnya penantian ku berbuah manis.
"Mengapa kamu menangis Sadiqah ?" Ucap nenek sambil mengusap air mata ku.
"Terima kasih, nek." Ucapku seraya memeluk nenek.
"Maafkanlah nenek, Sadiqah." Ucap nenek.
"Aku sudah memaafkan nenek karena Allah." Ucapku.
"Sadiqah kamu sudah selesai menyiapkan makanan untuk temanmu kan ? Sekarang kita bisa memulai sahur bersama." Ucap ibu.
"Bismillahirrahmanirrahim." Doaku, ibu, dan nenek sebelum makan.
Kami pun menikmati makanan yang penuh berkah ini bersama-sama. Kami menyelesaikan sahur saat kami mendengar azan subuh.
"الْحَمْـدُ للهِ الَّذي أَطْعَمَنـي هـذا وَرَزَقَنـيهِ مِنْ غَـيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلا قُوَّة.
Al hamdu li-l-lâhi ladhî at’amanî hâdhâ wa razaqanîhi min ghayrin hawlin minnî wa lâ quwwatin.
Segala puji bagi Allah Yang memberi makan ini kepadaku dan Yang memberi rezeki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku." Doa kami setelah makan.
Setelah itu kami mencuci piring masing-masing. Lalu kami sikat gigi. Bersiwak sebelum wudu hukumnya sunah, karena itu kami menjadikannya kebiasaan. Setelah itu kami bergantian untuk berwudu. Biasanya aku mendapat giliran berwudu terakhir kali, begitu pun kali ini. Saat tiba giliran ku, aku melepaskan cadar ku, dan ikatan kerudungku agar aku dapat menyucikan wajah, dan kepalaku lalu aku menyalakan kran air dengan aliran sedang.
"Bismillahirrahmanirrahim." Doaku sebelum berwudu.
Setelah itu aku berwudu sesuai dengan urutannya.
255Please respect copyright.PENANAu4Z7c1J8gB
"أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَـهَ إِلاّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَريـكَ لَـهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمّـداً عَبْـدُهُ وَرَسـولُـه.
Ash-hadu an lâ ilâha illa l-lâhu, wahdahu lâ sharîka lahu, wa ash-hadu anna Muhammadan ’abdûhu wa rasûluhu.
Aku bersaksi, bahwa tiada Tuhan yang haq kecuali Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya." Doaku setelah berwudu.
Aku langsung bergegas menuju tempat shalat setelah aku menyempurnakan wudu ku, dan mengenakan kembali cadar, dan kerudungku. Ibu, dan nenek sudah menunggu ku di sana. Kami pun shalat qabliyah subuh 2 rakaat, dilanjutkan shalat subuh berjamaah. Setelah itu kami berdoa setelah salam, membaca zikir pagi, dan membaca 20 ayat Alquran. Pukul 06. 30 pagi kami sudah menyelesaikan rutinitas kami sehari-hari tersebut, kami segera menanggalkan, dan merapikan mukena kami lalu mengembalikannya ke dalam almari.
Aku pun segera mandi, dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Setelah aku selesai bersiap-siap, aku meminta izin kepada ibu, dan nenek sebelum berangkat ke kampus. Setelah berpamitan kepada ibu, dan nenek aku mengendarai sepedaku dan mengayuhnya hingga sampai ke universitas tempatku menimba ilmu. Hal pertama yang ingin aku lakukan sesampainya aku di kampus adalah berbicara dengan Ruqayyah. Aku ingin memberi tahunya betapa bahagianya aku karena nenekku telah mengizinkan aku berteman dengan Ruqayyah. Karena itu lah aku tetap menunggu di tempat parkir setelah aku memarkirkan sepedaku. Aku sedang menunggu Ruqayyah. Setiap pagi Ruqayyah akan melintasi tempat parkir mahasiswa untuk menuju ke kelas kami.
"Kamu tidak masuk kelas Sadiqah ?" Tanya Geet ramah saat ia melihatku berdiri di tempat parkir.
"Aku akan ke kelas sebentar lagi, Geet." Jawabku.
"Ya sudah, jangan terlambat seperti kemarin lagi ya ?" Ucap Geet.
"Iya Geet. Kamu masuklah lebih dulu." Ucapku.
Geet menggunakan isyarat kepala untuk mengatakan "iya" setelah itu ia berjalan menuju kelas.
Akhirnya orang yang aku tunggu sampai juga. Saat Ruqayyah hampir melintas di hadapanku, aku bersiap-siap untuk mengucapkan salam kepadanya.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucapku.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Ruqayyah tanpa menghentikan langkahnya, dan tanpa memandang ke arah ku.
Aku terkejut dan bertanya-tanya melihat sikap Ruqayyah kali ini. Mengapa Ruqayyah mengabaikan ku ? Aku berhenti bertanya-tanya saat aku melihat nenek Pakizah berjalan di belakang Ruqayyah. Rupanya nenek Pakizah mengikuti Ruqayyah sampai ke kampus. Nenek Pakizah menatap tajam ke arahku, seolah ingin mengingatkan jika aku tidak boleh mendekati cucunya. Aku begitu bahagia saat aku diizinkan oleh nenekku untuk berteman dengan Ruqayyah sampai aku lupa jika Ruqayyah belum diizinkan oleh neneknya untuk berteman denganku. Aku pun berlalu menjauhi Nenek Pakizah dan menuju tempat fotokopi.
"Ada yang bisa saya bantu ?" Tanya pelayan di tempat fotokopi dengan ramah.
"Tolong fotokopi setiap lembar catatan saya, masing-masing satu lembar. Saya akan mengambilnya kembali saat jam istirahat. Terima kasih." Ucapku sambil menyerahkan buku catatan ku pada pelayan tersebut.
Pelayan di tempat fotokopi menggunakan isyarat kepala untuk mengatakan kata "baiklah"
"Saya permisi." Ucapku seraya pergi dari tempat fotokopi dan menuju kelas.
Semua teman-teman ku sudah masuk kelas, tetapi dosen kami belum masuk. Wajar karena bel masuk kelas belum berbunyi. Aku menghampiri tempat duduk Geet.
"Apakah kamu sudah sarapan Geet ?" Tanyaku.
Sontak semua pasang mata mengarah padaku, karena selama ini aku hanya berbicara dengan Ruqayyah atau dosen.
"Aku tidak terbiasa sarapan, Sadiqah." Jawab Geet.
"Benarkah Geet. Apa yang harus aku katakan kepada ibuku jika seperti itu ?" Ucapku.
"Apakah yang terjadi Sadiqah ?" Tanya Geet.
"Ibuku telah membuat banyak masakan hari ini. Ibuku sudah menyisihkan sebagian makanan tersebut untukmu. Jika kamu tidak memakannya ibuku pasti sedih." Ucapku.
"Mengapa tidak kamu saja yang memakannya Sadiqah ? Jangan memaksa Geet jika dia tidak mau." Ucap Preeta.
"Sadiqah sedang berpuasa Preeta. Sadiqah berikan makanan tersebut aku akan memakannya tanpa menyisakannya sedikitpun." Ucap Geet.
"Sebaiknya kamu sisakan untuk makan siang." Ucapku seraya mengambil rantang makanan dari dalam tasku.
Geet membuka rantang makanan tersebut.
"Ini banyak sekali Sadiqah. Ini bisa dimakan oleh banyak orang. Ishani, Khusi, Naina, Ishita, Ragini kemari lah." Ucap Geet.
Ishani, Khusi, Naina, Ishita, dan Ragini datang untuk memenuhi panggilan Geet.
"Ada apa Geet ?" Tanya Khusi.
"Apakah kalian ingat jika kalian berjanji akan memenuhi permintaanku di hari ulang tahunku ?" Tanya Geet kepada Ishani, Khusi, Naina, Ishita, dan Ragini.
"Iya kami ingat." Jawab Ishani, Khusi, Naina, Ishita, dan Ragini kompak.
"Tapi waktu itu aku tidak meminta apa pun. Sebagai gantinya aku bisa memintanya kapan saja. Dan sekarang aku meminta kalian menemani aku memakan makanan ini." Ucap Geet.
Ishani, Khusi, Naina, Ishita, dan Ragini hanya saling pandang.
"Apakah aku tidak salah dengar Geet ? Sejak kapan kamu berbicara dengan Sadiqah dan menerima pemberian dari Sadiqah ?" Tanya Ishita.
"Kamu tidak salah dengar Ishita. Aku ingin kalian mencicipi makanan ini." Ucap Geet.
"Tapi Geet ... " Ucap Ishita.
"Sudahlah Ishita, jika kamu tidak suka makanan-makanan ini kamu bisa pergi. Aku sudah tidak sabar untuk mencicipi sayur okra ini." Ucap Naina yang notabene adalah penggemar sayur okra
"Iya Ishita, jangan selalu ribut dengan Geet. Tidakkah kamu melihat betapa sayur bindi itu menggoda selera ?" Ucap Ishani yang notabene adalah penggemar sayur bindi.
"Aku juga penasaran dengan sayur lentil itu, apakah ada seseorang yang bisa membuat sayur lentil lebih lezat dari buatan kakakku ? Jika ada aku akan meminta resepnya agar nenek tidak terus menerus memuji masakan kak Payal." Ucap Khusi.
"Ibuku sering membuatkan dal bati spesial untukku. Ibuku akan sedih jika aku tidak memakan makanan buatannya. Ibunya Sadiqah sudah bersusah payah membuat makanan ini. Jadi kita harus menghargainya teman-teman." Ucap Ragini.
"Aku akan kembali ke tempat dudukku dan aku akan kembali setelah kalian selesai makan." Ucapku seraya pergi ke tempat dudukku.
Akhirnya Ishani, Khusi, Naina, Ishita, Ragini, dan Geet menikmati makanan yang aku bawa bersama-sama.
"Sudah-sudah, cukup teman. Kita harus menyisihkannya untuk makan siangku." Ucap Geet setelah beberapa lama.
Aku menghampiri tempat duduk Geet, karena sepertinya Geet, Ishani, Kushi, Naina, Ishita, dan Ragini sudah selesai makan. Aku dapat melihat makanan di dalam sudah berkurang itu artinya Geet sudah sarapan.
"Iya, maafkan aku Geet. Sayur okra ini sangat enak." Ucap Naina.
"Iya Geet, sayur bindi ini juga sangat lezat." Ucap Ishani.
"Perpaduan rasa dalam sayur lentil ini sangat pas di lidah. Aku jadi sulit berhenti makan." Ucap Kushi.
"Dal bati ini mengobati rasa rindu ku pada masakan ibuku." Ucap Ragini.
"Aku terkejut ada seseorang yang bisa membuat sambar seperti buatan nenekku. Ini benar-benar luar biasa." Ucap Ishita.
"Terima kasih Sadiqah." Ucap Geet, Ishani, Khusi, Naina, Ishita, dan Ragini bersamaan.
"Sama-sama." Jawabku.
"Geet, karena kami sudah memenuhi permintaanmu bisakah kami kembali ke tempat duduk kami masing-masing ?" Tanya Ishita.
"Tentu saja aku juga tidak mau ditegur Bu Sridevi karena kita tidak bisa diam selama pembelajaran. Kalian tahu kan, kalau aku tidak bisa diam saat ada kalian di dekatku ?" Ucap Geet.
Ishani, Khusi, Naina, Ishita, dan Ragini kembali ke tempat duduk masing-masing.
"Geet, aku akan kembali ke tempat dudukku juga. Jangan lupa rapikan peralatan makannya sebelum Bu Sridevi datang." Ucapku seraya menuju tempat dudukku di depan Ruqayyah.
Aku segera duduk di depan Ruqayyah dan meletakkan tasku di dekat kakiku. Ruqayyah langsung pindah ke salah satu tempat duduk kosong yang berada jauh dariku. Entah mengapa aku merasa Ruqayyah tidak nyaman dengan kehadiranku. Mungkin ini hanya perasaanku saja. Semoga perasaan ini segera berlalu. Tidak lama kemudian Bu Sridevi datang.
"Selamat pagi, anak-anak." Sapa Bu Sridevi.
"Selamat pagi, bu." Ucap teman-teman ku.
Bu Sridevi duduk di mejanya yang berhadapan dengan mejaku.
"Pada pertemuan sebelumnya, saya meminta kalian untuk membuat esai. Kalian bisa mengumpulkan esai kalian hari ini. Silakan taruh esai kalian di meja saya ini." Ucap Bu Sridevi seraya menunjuk mejanya sendiri.
Setelah mendengar instruksi dari Bu Sridevi, aku segera mengeluarkan esai di dalam tasku lalu aku berjalan ke meja Bu Sridevi lalu aku menaruh esaiku di meja Bu Sridevi. Setelah itu aku kembali ke tempat dudukku. Teman-teman ku berlalu lalang di depan mejaku untuk mengumpulkan tugas mereka. Aku tidak melihat Ruqayyah di antara teman-teman ku yang mengumpulkan tugas. Apakah itu sebabnya Ruqayyah pindah tempat duduk, karena dia belum menyelesaikan tugasnya ? Bu Sridevi tampak sibuk mengecek tugas muridnya satu persatu. Setelah beberapa lama, aku melihat ada raut tidak senang di wajah Bu Sridevi, mungkin ada temanku yang belum mengumpulkan tugas mereka.
"Geet, apakah kamu belum mengumpulkan esai ?'' Tanya Bu Sridevi pada Geet.
"Belum, bu." Jawab Geet.
"Mengapa kamu belum mengumpulkan esai ?" Tanya Bu Sridevi pada Geet.
"Esai saya belum selesai, bu." Jawab Geet.
"Lalu tadi kamu mengumpulkan tugas siapa ?" Tanya Bu Sridevi pada Geet.
"Itu esai Ruqayyah, bu. Saya dimintai tolong oleh Ruqayyah untuk mengumpulkannya di meja ibu." Jawab Geet.
"Ruqayyah, mengapa kamu tidak mengumpulkan tugasmu sendiri ? Mengapa kamu meminta orang lain mengumpulkan tugasmu ?" Tanya Bu Sridevi pada Ruqayyah sama persis seperti pertanyaan di pikiranku.
"Tidak ada apa-apa, ibu. Kaki saya sedikit sakit jadi saya meminta tolong kepada Geet untuk mengumpulkan esai saya di meja ibu." Jawab Ruqayyah.
"Geet, besok adalah hari terakhir pengumpulan tugas esai. Jika kamu tidak mengumpulkan tugas esaimu di meja saya besok maka kamu tidak akan mendapat nilai untuk tugas ini." Ucap Bu Sridevi.
"Iya, ibu saya meminta maaf untuk kelalaian saya hari ini, dan saya berterima kasih untuk kemurahan hati ibu." Ucap Geet.
"Sebelumnya saya ingin bertanya kepada kalian, apa yang kalian ketahui tentang genetika dan teratologi ?" Ucap Bu Sridevi.
"Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat dari orang tua ke anak-anaknya." Jawab Sadiqah.
"Teratologi adalah ilmu yang mempelajari kelainan pada janin." Jawab Ruqayyah.
"Ya, jawaban yang tepat sekali. Hari ini kita akan belajar genetika dan teratologi. Silakan perhatikan presentasi berikut ini." Ucap Bu Sridevi.
Seperti biasa jam pertama pembelajaran berlangsung selama 3 jam. Setelah bel istirahat berbunyi kami diperkenankan untuk beristirahat. Teman-teman ku bergegas menuju kantin setelah Bu Sridevi meninggalkan kelas. Aku ingat jika aku harus datang ke tempat fotokopi. Aku pun memberi tahu Ruqayyah, dan Geet jika aku harus ke tempat fotokopi dulu. Aku menghampiri Ruqayyah dan Geet yang telah duduk bersebelahan.
"Ruqayyah, Geet, aku harus ke tempat fotokopi terlebih dahulu, setelah itu kita akan memulai kegiatan belajar bersama ini." Ucapku.
"Iya, cepatlah kembali." Ucap Geet.
Ruqayyah tidak berbicara sepatah kata pun. Ruqayyah hanya menundukkan pandangannya, dan seolah enggan melihat wajahku. Mungkin ini perasaanku saja.
"Aku permisi Ruqayyah, Geet." Ucapku seraya pergi ke tempat fotokopi.
Ruqayyah (19) POV
Ini begitu sulit bagiku, Sadiqah. Aku tidak ingin berada di dekatmu Sadiqah, tapi aku juga tidak bisa menghindar. Bagaimanapun janji harus ditepati, dan aku sudah berjanji untuk mengajarkan kepada Geet apa saja materi pelajaran yang belum ia pahami. Aku senang kamu pergi ke tempat fotokopi karena aku enggan melihat wajahmu yang akan terus mengingatkan aku pada perempuan itu.
Flashback on :
Kemarin malam di dalam kamarku, aku tidak dapat memejamkan mataku walaupun sekejap. Netraku dipenuhi dengan air mata yang terus bercucuran. Aku meraih sebuah pigura foto yang berada di atas nakas. Rasa rinduku dan rasa kecewaku berpadu menjadi satu. Aku rindu kepada ibuku dan aku kecewa kepadamu, Sadiqah. Aku kecewa karena seseorang yang telah ku anggap sebagai saudaraku telah mengatakan sesuatu tentang ibuku. Seolah-olah kamu hendak mengatakan bahwa ibuku adalah penyebab perpisahan kedua orang tuamu. Aku terus memeluk pigura foto ibuku selama berjam-jam untuk meluapkan rasa rinduku yang teramat dalam. Tiba-tiba nenek mengucapkan salam dari luar kamarku dan memecah keheningan di dalam kamarku yang telah aku ciptakan sendiri. Aku menjawab salam nenek dan membukakan pintu untuknya. Nenek melihat mataku sembab aku juga memeluk pigura foto ibuku dengan begitu erat.
"Mengapa kamu menangis Ruqayyah ?" Tanya nenek seraya menuntun ku duduk di tempat tidurku, agar aku merasa lebih nyaman saat menjawab pertanyaan nenek.
Setelah itu nenek duduk di sebelahku.
"Aku merindukan ibuku, nek." Jawabku.
"Sabarlah cucuku. Kita akan bertemu lagi dengan ibumu di surga nanti. Ruqayyah, aku tahu kamu begitu sedih berpisah dari ibumu dan kamu semakin sedih karena keluarga ini selalu bersitegang dengan keluarga Sadiqah. Karena itu nenek merasa sudah tiba saatnya kamu mengetahui alasan mengapa keluarga kita dan keluarga mereka tidak bisa akur sedikit pun." Ucap nenek.
Aku terkejut saat aku mendengar ucapan nenek. Kali ini nenek dengan sukarela akan membuka rahasia terpendam di antara keluarga kita tanpa aku minta. Aku mempersiapkan diriku untuk menerima apa pun yang akan nenek katakan, karena biasanya kebenaran itu pahit. Dan aku akan mendengarkan kebenaran itu dari lisan nenekku sendiri.
"Iya nek, aku akan mendengarkan cerita nenek." Ucapku.
"Ruqayyah saat engkau berusia lima tahun, waktu itu ayahmu, dan ibumu sangat bahagia, kehidupan mereka nyaris sempurna. Tapi semua itu tidak berlangsung lama. Di tahun itu juga ibunya Sadiqah telah pergi meninggalkan rumah suaminya dan memilih tinggal di rumah ibunya dan membesarkan anaknya tanpa ayah. Sejak saat itu mereka menjadi tetangga kita. Suatu hari, ibunya Sadiqah datang ke teras dan mengatakan beberapa hal kepada ayahmu. Ibumu mendengar percakapan mereka dan dia menjadi cemburu. Ibumu dan ibunya Sadiqah terlibat pertengkaran dan akhirnya ibumu terjatuh dari tangga karena didorong oleh Ibunya Sadiqah. Sejak saat itu ayahmu tetap sendiri, dan sejak saat itu juga kebahagiaan di keluarga kita tidak pernah sempurna." Ucap nenek.
Hatiku hancur saat mendengar ucapan nenek walaupun aku sudah mempersiapkan diriku untuk menerima apa pun yang akan nenek katakan. Aku tidak pernah mengira jika kenyataannya akan sepahit ini.
"Apakah nenek mengatakan yang sejujurnya ?" Tanyaku memastikan.
"Aku memang pernah berbohong kepadamu, Ruqayyah. Tapi nenekmu ini tidak mungkin berbohong tentang hal sebesar ini. Aku tahu kamu syok saat mengetahuinya, tapi inilah kebenarannya." Ucap nenek.
Aku menangis lagi di pelukan nenekku.
"Menangislah Ruqayyah, karena itu akan membuat hatimu lebih lega." Ucap nenek.
Flashback off
Pada kenyataannya bukan ibuku yang menyebabkan perpisahan kedua orang tuamu tetapi ibumu yang menyebabkan perpisahan kedua orang tuaku. Setidaknya itulah yang aku dengar dari nenekku, dan aku percaya nenekku tidak akan membohongiku. Aku lebih percaya ucapan nenekku daripada ucapanmu Sadiqah. Siapa dirimu dalam kehidupanku, Sadiqah ? Kamu bukan siapa pun, jadi berhentilah berharap aku lebih mempercayaimu daripada nenekku yang sudah seperti ibuku sendiri.
"Mengapa kamu menangis, Ruqayyah ?" Tanya Geet yang sedari tadi duduk di sebelahku.
Aku baru sadar jika aku menangis saat Geet menanyaiku seperti itu. Aku pun menyeka sisa air mataku.
"Tidak ada apa-apa Geet. Aku baik-baik saja." Jawabku.
"Kalau kamu mempunyai masalah kamu bisa menceritakannya kepadaku." Ucap Geet.
"Jika aku punya masalah aku akan berdoa kepada Allah SWT." Ucapku.
"Ya itu lebih baik. Tidak semua hal di kehidupan kita bisa kita beritahukan kepada orang lain. Tapi Tuhan akan selalu siap mendengar doa hamba-hamba-Nya." Ucap Geet.
"Terima kasih untuk pengertiannya Geet. Sebaiknya kamu segera makan siang agar kita bisa memulai kegiatan belajar bersama secepatnya. Aku akan ke tempat dudukku dan aku akan kembali setelah kamu selesai makan." Ucapku.
"Mengapa kamu, dan Sadiqah menjauh saat aku makan ?" Tanya Geet.
“Apakah kamu tidak merasa canggung saat makan di depan orang yang berpuasa ?” Tanya Ruqayyah balik.
“Tidak sama sekali.” Jawab Geet singkat.
"Dalam agama kami, makan di depan orang yang berpuasa dianggap tidak sopan dan tidak menghargai kemuliaan bulan Ramadhan. Karena itu kami menjauh dari orang yang sedang makan." Ucapku.
"Dalam agamaku seorang suami tidak canggung makan di depan istrinya yang sedang berpuasa untuknya. Ternyata kita sangat berbeda." Ucap Geet.
Aku kembali ke tempat dudukku. Geet pun makan siang di tempat duduknya. Tidak lama kemudian Sadiqah kembali dari tempat fotokopi sementara Geet belum selesai makan. Sadiqah duduk di tempat duduknya sendiri. Setelah Geet selesai makan, aku dan Sadiqah menempati tempat duduk di sebelah Geet.
"Dalam agama kalian apakah yang dimaksud puasa ?" Tanya Geet.
"Puasa atau shaum adalah menahan lapar, dan haus sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Hal-hal yang membatalkan puasa di antaranya makan, dan minum dengan sengaja, muntah dengan sengaja, berjima', dan mengeluarkan darah. Puasa adalah rukun Islam yang ke 4." Jawab Sadiqah.
"Jika puasa adalah rukun Islam mengapa kalian tidak berpuasa setiap hari seperti kalian shalat setiap hari ?" Tanya Geet lagi.
"Dalam agama kami ada hari yang diharamkan untuk berpuasa yaitu di hari raya dan di hari tasyrik." Ucapku.
"Dalam agama kami ada puasa yang wajib dan ada puasa yang sunah. Puasa wajib adalah puasa yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan mendapat dosa. Sementara puasa sunah adalah puasa yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak mendapat dosa. Yang termasuk puasa wajib yaitu puasa Ramadhan, puasa kafarah, dan puasa nazar. Yang termasuk puasa sunah yaitu puasa daud, puasa arafah, puasa syawal, dan lain-lain." Tambah Sadiqah.
"Puasa yang biasa kalian kerjakan selain di bulan Ramadhan itu puasa apa ?" Tanya Geet.
"Puasa daud." Jawabku.
"Puasa daud adalah puasa yang dilakukan selang-seling. Misalnya hari ini puasa, besok tidak puasa, lusa puasa lagi. Begitu seterusnya." Tambah Sadiqah.
"Geet, sebaiknya kita segera memulai kegiatan belajar." Ucapku.
"Geet, aku melihat catatan mu selama 2 tahun ini tidak lengkap. Karena itu aku memfotokopi catatanku untukmu." Ucap Sadiqah seraya menyerahkan fotokopi catatannya.
"Terima kasih Sadiqah." Ucap Geet.
"Sama-sama Geet. Bolehkah aku melihat catatanmu hari ini ?" Ucap Sadiqah.
"Ini." Ucap Geet sambil memberikan buku catatannya pada Sadiqah.
Aku tidak tahu apa yang dilakukan Sadiqah dengan buku catatan Geet. Karena aku terus saja menunduk agar tidak melihat dirinya.
"Geet kamu harus sarapan setiap pagi. Hari ini catatanmu sudah lengkap itu pasti karena kamu mempunyai cukup tenaga untuk menulis." Ucap Sadiqah setelah melihat catatan Geet.
"Geet, karena kamu belum menyelesaikan esaimu. Bagaimana jika aku membantumu ?" Ucapku.
"Betapa baiknya kalian." Ucap Geet seraya menyiapkan laptopnya.
Aku, dan Sadiqah membantu Geet menyelesaikan esainya hingga jam istirahat berakhir. Setelah bel jam kedua berbunyi, aku kembali ke tempat dudukku. Jam pelajaran kedua berlangsung selama 1 jam. Aku senang karena waktu berjalan begitu cepat. Setelah jam pelajaran hari ini berakhir aku langsung mengemasi alat-alat tulisku. Saat aku akan memasukkan bukuku ke dalam tas, ada sebuah kertas berwarna merah muda jatuh dari lembaran-lembaran bukuku yang terbuka. Aku memungut kertas tersebut. Ada sebuah pesan tertulis di kertas tersebut. Aku membaca pesan tersebut.
_________________________________
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Kepada : Ruqayyah
Aku ingin mengatakan sesuatu denganmu karena ini sangat penting. Aku menunggumu di tempat parkir mahasiswa.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
_________________________________
Sadiqah (19) POV
Setelah jam pelajaran hari ini berakhir, dan Bu Sridevi keluar dari kelas, aku langsung menuju tempat parkir mahasiswa. Aku tidak langsung pulang karena aku sedang menunggu seseorang. Seseorang itu begitu istimewa bagiku tapi hari ini dia seolah menjauhiku, dan tidak memberiku kesempatan untuk berbicara dengannya. Tadi pagi aku mengucapkan salam kepadanya, dia hanya menjawab salamku lalu berlalu begitu saja tanpa menengok ke arahku. Tadi dia juga berpindah tempat duduk yang jauh dari tempat dudukku. Dia berbicara dengan semua orang, tetapi tidak berbicara denganku. Orang itu adalah Ruqayyah. Semoga dia membaca pesanku yang kutulis di kertas berwarna merah muda lalu kuselipkan di antara lembaran-lembaran bukunya. Jumlah orang-orang di sekelilingku semakin berkurang seiring bertambahnya waktu. Jumlah orang yang berada di tempat parkir kian menyusut hingga akhirnya menyisakan aku seorang diri, tapi orang yang kutunggu tidak juga datang. Apakah telah terjadi sesuatu sehingga ia tidak datang juga ? Aku meninggalkan sepedaku di tempat parkir. Aku berlari menuju kelas. Tidak kujumpai siapa pun di sana. Pandanganku justru tertuju pada selembar kertas berwarna merah yang dilipat membentuk bola dan tergeletak di tempat sampah. Aku memungut kertas itu dengan tangan kiriku. Aku membuka lipatan kertas itu. Aku terkejut hebat saat menjumpai sebuah pesan di dalamnya. Apakah Ruqayyah semarah itu karena ucapanku kemarin sampai-sampai dia membuang pesan dariku di tempat sampah ? Bukankah aku sudah meminta maaf kepadanya. Dia juga masih sempat berbicara denganku setelah itu, lalu mengapa dia tiba-tiba seperti ini ? Aku yakin telah terjadi sesuatu setelah aku pergi dari rumah Ruqayyah kemarin. Tapi apa itu ? Aku tempat mencari tahu. Tapi pertama-tama aku harus mencari keberadaan Ruqayyah. Kutelusuri seluruh tempat di kampus. Hingga akhirnya aku sampai di bagian belakang kampus. Aku lega karena aku melihat Ruqayyah di sana sedang menunggu taksi yang akan mengantarkannya pulang. Ruqayyah telah mengalihkan tempatnya menunggu taksi. Biasanya dia menunggu taksi di dekat tempat parkir mahasiswa sekarang dia menunggu di belakang kampus. Apakah dia sengaja menghindari aku ?
Aku mendekati Ruqayyah selangkah demi selangkah. Saat aku berada tepat di belakangnya aku mengucapkan salam.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucapku.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Ruqayyah seraya menengok ke belakang sambil memberikan senyum terindahnya walaupun tertutup dengan cadar di wajahnya. Aku berpikir jika Ruqayyah sudah tidak marah kepadaku.
"Ruqayyah, aku ingin mengatakan sesuatu. Aku harap kamu mendengarkanku." Ucapku.
Ruqayyah hanya diam saja sambil tetap tersenyum.
"Ruqayyah, hari ini aku bahagia sekali karena nenekku sudah mengizinkanku berteman denganmu. Ibuku juga mengundangmu untuk berbuka bersama dengan keluarga kami. Ruqayyah, aku merasa perdamaian di antara keluarga kita sudah semakin dekat. Aku harap kedua keluarga kita segera bersatu dan menjadi keluarga yang bahagia." Ucapku.
Ruqayyah hanya tersenyum saja dan tidak menanggapi ucapanku.
"Kamu akan memenuhi undangan ibuku kan ?" Tanyaku memastikan.
"Sejak kemarin kamu sudah mengatakan banyak hal. Sekarang saatnya aku yang bicara. Aku yakin kamu pasti bertanya-tanya karena sikapku yang berubah. Baiklah aku akan menjawab pertanyaanmu. Aku juga sudah lelah bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Aku harap kamu dapat memahami alasan perubahan sikapku setelah aku menjelaskan alasannya kepadamu." Ucap Ruqayyah.
"Iya, jelaskan alasannya Ruqayyah." Ucapku.
"Kemarin malam di dalam kamarku, aku tidak dapat memejamkan mataku walaupun sekejap. Netraku dipenuhi dengan air mata yang terus bercucuran. Aku meraih sebuah pigura foto yang berada di atas nakas. Rasa rinduku dan rasa kecewaku berpadu menjadi satu. Aku rindu kepada ibuku dan aku kecewa kepadamu, Sadiqah. Aku kecewa karena seseorang yang telah ku anggap sebagai saudaraku telah mengatakan sesuatu tentang ibuku. Seolah-olah kamu hendak mengatakan bahwa ibuku adalah penyebab perpisahan kedua orang tuamu. Aku terus memeluk pigura foto ibuku selama berjam-jam untuk meluapkan rasa rinduku yang teramat dalam. Tiba-tiba nenek mengucapkan salam dari luar kamarku dan memecah keheningan di dalam kamarku yang telah aku ciptakan sendiri. Aku menjawab salam nenek dan membukakan pintu untuknya. Nenek melihat mataku sembab aku juga memeluk pigura foto ibuku dengan begitu erat.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
"Mengapa kamu menangis Ruqayyah ?" Tanya nenek seraya menuntun ku duduk di tempat tidurku, agar aku merasa lebih nyaman saat menjawab pertanyaan nenek.
Setelah itu nenek duduk di sebelahku.
"Aku merindukan ibuku, nek." Jawabku.
"Sabarlah cucuku. Kita akan bertemu lagi dengan ibumu di surga nanti. Ruqayyah, aku tahu kamu begitu sedih berpisah dari ibumu dan kamu semakin sedih karena keluarga ini selalu bersitegang dengan keluarga Sadiqah. Karena itu nenek merasa sudah tiba saatnya kamu mengetahui alasan mengapa keluarga kita dan keluarga mereka tidak bisa akur sedikit pun." Ucap nenek.
Aku terkejut saat aku mendengar ucapan nenek. Kali ini nenek dengan sukarela akan membuka rahasia terpendam di antara keluarga kita tanpa aku minta. Aku mempersiapkan diriku untuk menerima apa pun yang akan nenek katakan, karena biasanya kebenaran itu pahit. Dan aku akan mendengarkan kebenaran itu dari lisan nenekku sendiri.
"Iya nek, aku akan mendengarkan cerita nenek." Ucapku.
"Ruqayyah saat engkau berusia lima tahun, waktu itu ayahmu, dan ibumu sangat bahagia, kehidupan mereka nyaris sempurna. Tapi semua itu tidak berlangsung lama. Di tahun itu juga ibunya Sadiqah telah pergi meninggalkan rumah suaminya dan memilih tinggal di rumah ibunya dan membesarkan anaknya tanpa ayah. Sejak saat itu mereka menjadi tetangga kita. Suatu hari, ibunya Sadiqah datang ke teras dan mengatakan beberapa hal kepada ayahmu. Ibumu mendengar percakapan mereka dan dia menjadi cemburu. Ibumu dan ibunya Sadiqah terlibat pertengkaran dan akhirnya ibumu terjatuh dari tangga karena didorong oleh Ibunya Sadiqah. Sejak saat itu ayahmu tetap sendiri, dan sejak saat itu juga kebahagiaan di keluarga kita tidak pernah sempurna." Ucap nenek.
Hatiku hancur saat mendengar ucapan nenek walaupun aku sudah mempersiapkan diriku untuk menerima apa pun yang akan nenek katakan. Aku tidak pernah mengira jika kenyataannya akan sepahit ini.
"Apakah nenek mengatakan yang sejujurnya ?" Tanyaku memastikan.
"Aku memang pernah berbohong kepadamu, Ruqayyah. Tapi nenekmu ini tidak mungkin berbohong tentang hal sebesar ini. Aku tahu kamu syok saat mengetahuinya, tapi inilah kebenarannya." Ucap nenek.
Aku menangis lagi di pelukan nenekku.
"Menangislah Ruqayyah, karena itu akan membuat hatimu lebih lega." Ucap nenek.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Itu tadi adalah percakapanku dengan nenekku kemarin malam. Aku tidak berharap keluarga kita akan bersatu. Aku tidak ingin ayahku dan ibumu bersatu. Ibumu adalah orang yang bertanggung jawab untuk kematian ibuku. Ibumu adalah penyebab kesedihan di dalam keluargaku. Jadi jangan berharap aku akan membantumu menyatukan keluarga kita. Bahkan aku bermaksud memutuskan semua hubungan dengan keluargamu." Ucap Ruqayyah seraya pergi meninggalkanku dengan menaiki taksi.
Air mataku tak dapat kubendung lagi setelah aku mendengarkan penuturan Ruqayyah. Aku percaya sepenuhnya jika ibuku tidak mungkin melakukan apa yang dituduhkan oleh neneknya Ruqayyah. Aku merasa lemah karena aku tidak bisa membela ibuku karena aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku merasa tidak punya rasa empati karena aku tidak tahu apa pun tentang keluargaku sendiri. Hari ini begitu banyak yang berubah. Sebelumnya aku, dan Ruqayyah berusaha untuk menjadi sahabat meskipun kedua nenek kami selalu menentangnya. Hari ini saat nenekku sudah mengizinkanku berteman dengan Ruqayyah, justru Ruqayyah yang menjauh dariku. Hari ini aku seakan menjauh dari seseorang yang dekat denganku dan mendekat dengan orang-orang yang jauh dariku. Hanya ada satu hal yang tetap tidak berubah. Nenek Pakizah tetap tidak menyukai keluargaku. Aku akan mencari tahu kebenaran di masa lalu. Aku akan memastikan nenekku menceritakannya kepadaku. Tapi pertama-tama aku harus pulang. Aku berlari ke tempat parkir dan mengendarai sepedaku untuk pulang. Sepanjang perjalanan aku merasa air mataku tidak henti-hentinya menitis. Aku pun sampai di depan rumah dengan air mata yang masih menitis.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucapku.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Ibuku, dan nenekku seraya membukakan pintu untukku.
"Sadiqah mengapa kamu menangis ?" Tanya ibuku.
Aku masih diam untuk beberapa saat, aku mencoba untuk merangkai kata-kata terlebih dahulu. Hingga azan zuhur berkumandang.
"Ibu, aku akan menjawab pertanyaan ibu setelah shalat. Sebaiknya ibu, dan nenek berwudu terlebih dahulu. Aku akan meletakkan tasku di kamar dulu." Jawabku.
Ibu, dan nenek berjalan menuju tempat wudu, sementara aku berjalan menuju kamarku. Setelah aku meletakkan tasku aku menuju tempat wudu. Aku berwudu setelah ibu, dan nenek. Setelah itu kami menuju ruangan khusus untuk shalat di dalam rumah kami. Ruangan itu terletak tepat di tengah-tengah rumah kami. Kami mengambil mukena masing-masing di dalam almari lalu menggunakannya. Setelah itu kami shalat qabliyah zuhur 2 rakaat, shalat zuhur berjamaah, dan shalat sunah ba'diyah zuhur dua rakaat. Setelah shalat kami membaca doa setelah salam lalu membaca 20 ayat Alquran. Setelah aku selesai membaca Al-Quran dan merapikan mukenaku aku menjawab pertanyaan ibu tadi.
"Ibu aku akan menjawab pertanyaan ibu tadi. Tadi pagi aku mengucapkan salam kepada Ruqayyah, dia hanya menjawabnya lalu berlalu begitu saja tanpa melihat ke arahku. Dia juga berpindah tempat duduk menjauhi diriku. Hari ini dia bicara dengan semua orang tetapi tidak bicara denganku. Aku memberinya pesan untuk menemui ku di tempat parkir karena aku ingin membicarakan sesuatu dengannya. Tapi Ruqayyah tidak datang juga hingga hanya tersisa diriku di tempat parkir. Aku mencari Ruqayyah di kelas kami. Aku tidak menjumpai siapa pun di sana. Aku justru melihat pesan yang aku berikan kepada Ruqayyah berada di tempat sampah. Aku menelusuri seluruh kampus untuk mencari keberadaan Ruqayyah. Akhirnya aku melihatnya sedang menunggu taksi di bagian belakang kampus. Ruqayyah telah mengalihkan tempatnya menunggu taksi. Biasanya ia menunggu taksi di dekat tempat parkir mahasiswa. Aku merasa dia sengaja menghindariku. Aku mengucapkan salam kepadanya dari belakang. Dia menjawab salamku lalu menengok dan tersenyum ke arahku. Aku berpikir jika Ruqayyah sudah tidak marah lagi. Aku pun menyampaikan undangan dari ibu kepada Ruqayyah. Ruqayyah hanya diam saja tidak menjawab apakah dia akan datang atau tidak. Dia justru ingin menjelaskan alasan perubahan sikapnya dan dia ingin aku memahaminya. Dia mengatakan jika alasan perubahan sikapnya adalah karena neneknya telah memberitahu kebenaran jika ibu telah mendorong ibunya Ruqayyah dari tangga hingga meninggal dunia. Aku merasa lemah karena aku tidak bisa membela ibuku karena aku juga tidak tahu kejadian yang sebenarnya. Dia juga mengatakan jika dia tidak ingin kedua keluarga kita bersatu. Bahkan dia ingin memutuskan hubungan dengan keluarga kita. Nenek, aku mohon beritahu aku apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu ? Aku tidak akan menanyakannya kepada ibu, karena ibu tidak ingin menjawab pertanyaanku. Nenek, tolong katakanlah kepadaku karena aku harus menghapuskan kesalahpahaman ini." Ucapku.
Nenek hanya diam saja dan berjalan menuju kamarnya. Aku, dan ibu mengikuti nenek hingga ruang keluarga. Kamar nenek memang dekat dengan ruang keluarga. Tidak lama kemudian, nenek keluar dari kamarnya sambil membawa kotak kecil. Aku melihat ibu terkejut dan menjadi tegang saat melihat nenek membawa kotak itu. Apakah kotak itu berisi rahasia dari keluarga ini ?
"Sadiqah, Salamah duduklah di kursi." Ucap nenek.
Aku, ibu, dan nenek duduk di kursi yang terdapat di ruang keluarga. Nenek berusaha membuka kotak yang dibawanya dengan kunci.
"Ibu, apa yang ibu lakukan ?" Tanya ibu kepada nenek.
"Salamah, tolong jangan hentikan aku hari ini. Mendiamkan suatu permasalahan hanya akan membuatnya menjadi semakin besar. Apakah kau tidak lelah bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa padahal yang terjadi adalah sebaliknya ? Biarkan saja Sadiqah mengetahui kebenarannya, cepat atau lambat dia juga akan mengetahuinya. Dan mungkin dengan kita memberitahunya, akan membantu kita menyelesaikan permasalahan ini." Jawab nenek sambil tetap berusaha membuka kotak itu.
Ibu menjadi tegang dan khawatir melihat kegigihan nenek untuk membuka kotak itu. Nenek terlihat kesulitan untuk membuka kotak itu. Akhirnya nenek menyerah, dan memberikan kotak itu kepada ibu.
"Rahasia hanya bisa dibuka oleh orang yang menjaganya. Kotak itu hanya bisa dibuka oleh orang yang telah menguncinya. Bukalah kotak itu Salamah, kau adalah orang yang telah mengunci kotak itu." Ucap nenek.