'Ini tidak bagus.. sangat tidak bagus', kata Zein di dalam hatinya.58Please respect copyright.PENANAwdcwkxwe2C
Sebuah mobil terdengar memasuki halaman rumah Dokter Zein dan terparkir langsung di depan garasi. Seorang pria berambut ikal dan brewok tebal keluar dari dalam mobil itu.
Fazia yang datang untuk menyambut ayahnya, dan Dokter Zein yang juga keluar dari dalam kamar Fazia sontak terkejut. Ternyata bukan ayahnya, ternyata itu Hamid.
Belum sempat Dokter Zein dan Fazia berbicara, terlihat sebuah mobil lain juga yang kebetulan berhenti di depan gerbang rumah Dokter Zein. Seorang wanita tinggi berhijab cantik keluar dari dalam mobil itu. Itu adalah Dokter Zelena.
'Dokter Zelena? Ada apa malam-malam ke sini?', begitu pikir Dokter Zein.
Dokter Zelena melangkah dan hendak mendekat ke arah Dokter Zein. Mendadak langkahnya berhenti saat melihat seorang perempuan lain yang juga keluar dari mobil di depannya. Seorang perempuan yang tingginya sama dengannya, berhijab dan memiliki hidung yang sangat mancung. 'Kecantikan khas wanita keturunan Timur Tengah. Siapa wanita ini?', tanya Dokter Zelena dalam hati.
Hamid mendekat ke arah Dokter Zein. Saat melihat Dokter Zelena yang juga hendak mendekat ke arah Dokter Zein, tapi mendadak berhenti saat melihat Zara, mendadak tubuh Hamid merinding. Apa akan ada sesuatu di sini. Insting prasangka buruk alias su'udzon Hamid tiba-tiba dalam mode on.
Dokter Zein yang melihat Zara yang keluar dari dalam mobil ayahnya pun, sama-sama terkejutnya.
'Bukankah ini... Zara?', tanya Dokter Zein dalam hati nya.
'Kenapa Zara bisa ada di sini dan bersama Hamid. Apa jangan-jangan mereka berdua..', lanjut Dokter Zein dalam hati mencoba 'sedikit mencurigai' Hamid.
Setelah menggelengkan kepala nya dan menghilangkan pikiran buruk nya, Dokter Zein segera bertanya pada Hamid.
"Hamid, coba ente jelaskan!", kata Dokter Zein yang menatap lurus pada Hamid.
"Em.. susah untuk di jelaskan", balas Hamid yang langsung memasuki rumah dan tersenyum tanpa dosa ke arah Dokter Zein.
"Hei Hamid.. tunggu dulu!!", kata Dokter Zein yang kesal dan mencoba menerka apa yang akan terjadi ke depan nya.
Fazia yang melihat semua itu pun, akhirnya tersenyum. Fazia berbisik kepada Dokter Zein.
"Habibiy, Zia gak marah. Pilihan Zia itu pasti benar. Orang hebat pasti bukan hanya satu wanita yang menginginkannya", kata Fazia sambil tersenyum kemudian berbalik badan dan berlalu meninggalkan mereka semua. Dia segera kembali masuk ke kamar nya.
Dokter Zelena dan Zara saling menatap. Keduanya sama-sama berkata dalam hati.
'Saha awéwé ieu, geulis pisan?', kata Zara dalam hati saat menatap Dokter Zelena.
'Apa perempuan ini kekasih Dokter Zein yang sebenarnya? Dia tidak kalah cantik dariku', kata Dokter Zelena mengakui kecantikan Zara.
"Eheemm", kata Dokter Zein berdehem yang akhirnya menyadarkan Dokter Zelena dan Zara.
"Ada apa ke sini?", kata Dokter Zein sambil menatap Dokter Zelena kemudian beralih menatap Zara.
"Ayo duduk dulu", kata Dokter Zein menambahkan.
Dokter Zelena dan Zara pun duduk di teras rumah sambil berhadapan. Mata mereka berdua saling mengunci satu sama lain.
"Kalian berdua mau minum apa?", tanya Dokter Zein kepada Dokter Zelena dan juga Zara.
"Air es aja..!! Cuaca panas!!", jawab Dokter Zelena dan Zara serempak tanpa janjian sebelum nya harus berkata hal yang sama dan sambil terus menatap.
Dokter Zein terkejut melihat mereka berdua yang terus menatap satu sama lain. Mendadak tubuh Dokter Zein merinding dan segera masuk ke dalam rumah.
Karena sedari tadi saling menatap dan tidak berbicara, maka salah satu dari mereka berdua mengalah. Dokter Zelena berinisiatif mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
"Assalamualaikum ukhtiy, nama ana Zelena. Ana teman kerja Dokter Zein. Ana juga berprofesi sebagai dokter", kata Dokter Zelena tersenyum ramah.
"Wa'alaikumussalam, Masya Allah, kalo nama ana teh Zara. Hampura ya teteh udah kebiasaan logat ini. Pakai Bahasa Indonesia aja ya kita.", kata Zara sama-sama tersenyum ramah kemudian mengulurkan tangannya juga menjabat tangan Zelena. "Kalo Zara teh cuma kenalannya aa Zein aja", kata Zara menjelaskan.
Meskipun mereka berdua sama-sama tidak mengakui, mereka berdua tahu jika mereka sudah dan sedang menyukai orang yang sama. Tidak masalah Dokter Zein dekat dengan siapa saja selama ijab belum terkatakan. Begitulah prinsip mereka berdua.
"Teteh Zara, latihan beladiri ya?", tanya Dokter Zelena yang tersenyum cerah.
"Aihh. Ko teteh Zelena tau?", kata Zara yang terkejut. Mereka berdua sama-sama memanggil 'teteh', agar mengakrabkan suasana.
"Iya teh Ra, soalnya tadi pas kita bersalaman, tulang teh Ra ini agak keras. Hehe..", kata Dokter Zelena kepada Zara.
"Wah.. teh Na emang pinter, Masya Allah, iya bener teh Na, Zara teh emang belajar karate. Alhamdulillah udah pegang sabuk hitam, hehe", kata Zara jujur, kemudian Zara melanjutkan. "Teh Na juga kan?", kata Zara yang kembali bertanya sambil tersenyum lebar.
"Aaahhh...", kata Dokter Zelena terkejut kemudian melanjutkan.
"Teh Ra, tau dari mana?", kata Dokter Zelena semakin penasaran.
"Hihihi, kan tadi kita juga bersalaman, telapak tangan teh Na ini ada kepalan di bagian tertentu. Tanda udah sering banget pegang... pedang", kata Zara yang kemudian menatap Dokter Zelena serius.
"Teh Na ini belajar Ninjutsu kan? Kalo Zara gak salah, harusnya Teh Na ini seorang... Ninja", kata Zara yakin.
Dokter Zelena terkejut, tidak menyangka identitasnya akan langsung ketahuan dengan mudah nya. Apalagi oleh orang yang baru dikenal nya. Segera Dokter Zelena menatap ke arah kanan dan kirinya. Berharap tidak ada orang yang mendengarkan.
"Teh Na santai aja. Zara gak akan bilang ke aa Zein", kata Zara meyakinkan Dokter Zelena.
"Maaf ya Teh Ra", kata Dokter Zelena sambil menunduk.
Zara kemudian mendekati Dokter Zelena kemudian memeluknya. "Teh Na, gak papa, gak usah dipikirkan", kata Zara menenangkan.
"Apa teh Na juga suka aa Zein?", kata Zara melanjutkan. Mendengar itu, Dokter Zelena sempat khawatir jika mengatakan yang sebenarnya. Tapi Zara segera menjawab. "Zara juga suka ma aa Zein, kalo teh Na juga suka, gak papa", kata Zara yang kemudian juga menceritakan kisahnya saat pertama mengenal Zein.
"Aahhh... 43 tahun? Teh Ra serius umur Dokter Zein segitu?", kata Zelena terkejut saat mengetahui usia sebenarnya Dokter Zein. Dia merasa sedikit tidak percaya.
"Bener teh Na, Zara serius. Bang Hamid yang bilang. Awalnya Zara gak percaya soalnya aa Zein itu teh masih keliatan muda banget", Zara kembali melanjutkan.
"Haahh", Dokter kata Zelena menghela nafas.
"Aku gak peduli umur Dokter Zein berapa. Yang aku tau, aku juga suka ma Dokter Zein", kata Zelena lagi.
"Padahal..", kata Dokter Zelena hendak melanjutkan ucapannya, tapi terlihat Dokter Zein yang sudah membawa minuman dan beberapa camilan kecil.
"Oh.. kalian berdua udah kenalan ya, Alhamdulillah..", kata Dokter Zein yang tersenyum penuh arti.
"Ayo ini di minum. Di makan juga camilannya", kata Dokter Zein melanjutkan.
Kemudian Zara dan Dokter Zelena menikmati minuman dinginnya sambil memakan camilan. Mereka berdua terus menerus mengobrol, sampai melupakan bahwa Dokter Zein sedang duduk di antara mereka berdua.
"Zara nanti tidur di kamar tamu lantai 2 aja. Terus Zelena, kamu mau nginep di sini apa mau pulang?", kata Dokter Zein kepada Dokter Zelena dan Zara yang juga sambil melihat jam nya dan menunjukkan pukul 22.00.
"Teh Na nginep sini aja, sama aku ya", kata Zara membujuk Dokter Zelena.
"Iya teh Ra, iya, iya. Nginep di sini. Yuk liat kamar dulu. Kita rapiin", kata Dokter Zelena yang sudah bangkit dari duduk nya.
"Ayoo..", kata Zara ceria kemudian mengajak Dokter Zelena masuk ke lantai 2.
"Eheemm.. setidaknya kan kalian berdua harus ijin sama yang punya rumah", kata Dokter Zein berdehem sambil tetap membaca koran.
"Oh iya maaf", kata Dokter Zelena. "Hampura aa", kata Zara. Mereka berdua pun masuk ke rumah dan menaiki tangga lantai 2 sambil mengobrol seru.
'Untung abi umi masih di pengajian', kata Dokter Zein yang baru tahu bahwa ayah dan ibunya ternyata sedang ikut menghadiri acara pengajian, di mana menghadirkan salah satu ustadz terkenal di Indonesia.
Segera, Dokter Zein meletakkan koran dan mengecek apa masih terlihat Dokter Zelena dan Zara di sekitar. Ternyata sudah tidak ada. Dokter Zein pun tersenyum kemudian pot bunga kecil di depan mejanya di dekatkan ke arahnya. Dokter Zein meraba-raba bagian tengah bunga itu, mengambil sesuatu seukuran kerikil kecil. Ternyata itu adalah alat penyadap super kecil yang Dokter Zein ciptakan dulu saat masih berada di Serbia dan sekarang sudah dikembangkan jauh lebih canggih lagi dari sebelumnya.
'Zara pemegang sabuk hitam karate, dan Dokter Zelena ternyata adalah... Ninja. Ini sangat menarik', pikir Dokter Zein sambil menatap alat penyadapnya.
'Tapi tetap saja mereka berdua seperti mempermasalahkan usia. Bukankah usia itu hanya angka saja? Hufftt', kata Dokter Zein berkata dalam hati sambil mengutip perkataan bintang sepak bola idolanya, Cristiano Ronaldo.
Dokter Zein akhirnya memutuskan untuk kembali ke dalam rumah kemudian menuju markas besarnya di lantai 3.
*****************************************************
ns 15.158.61.5da2