(Pukul 19.22)
Fazia Al-Ghifari, adik bungsu Dokter Zein, baru saja mengerjakan Sholat Isya. Setelah selesai berdzikir, Fazia segera melanjutkan berdoa kepada Tuhan.
"Yaa Allah.. Perasaan apa sebenarnya di diriku ini. Hamba benar-benar tidak tahu dengan perasaan ini. Hamba bermohon hidayah Mu Yaa Robby. Hamba bermohon keadilan untuk diri ini. Hamba bermohon kejelasan yang sejelas-jelasnya tentang semua ini. Aamiin", kata Fazia mengangkat kedua tangan nya ke atas, mengucapkan doa dengan di liputi curahan air mata.
Memang ada banyak keanehan di dalam diri Fazia. Terutama sejak dia pulang ke rumah dan minta izin untuk cuti kuliah. Keanehan demi keanehan terjadi seperti air yang di buka tutup keran nya. Selalu mengalir dan terus menerus. Bahkan Fazia sendiri pun merasa bingung dengan apa yang sedang di rasakannya saat ini. Saat Fazia melihat Dokter Zein, dia selalu acuh dan acuh terus menerus. Tapi saat Dokter Zein pergi, dia masuk ke kamarnya kemudian menangis.
'Salah??? Apakah semua ini salah??? Atau ini yang dinamakan cinta sejati??? Tapi kenapa??? Kenapa harus dia??? Kenapa harus dia???', kata Fazia di dalam hatinya.
Bingung dengan segala perasaan yang menyiksanya, Fazia mengakhiri doa nya. Dia melepas mukena nya, dan terurailah rambut panjang indahnya. Setelah merapikan rambutnya, Fazia memakai hijabnya lagi, kemudian keluar dari kamarnya. Terlihat kakaknya, Dokter Zein yang juga sedang menuruni anak tangga. Fazia pun memberanikan diri untuk mengajak Dokter Zein berbicara.
"Bang.. akhiy..", kata Fazia yang kini menyapa Dokter Zein dan merasa bersalah sudah mendiamkannya hampir selama 3 hari.
"Hm? Salah satu aja, bang aja atau akhiy aja. Tumben Zi panggil abang gitu. Ada apa? Udah gak marah lagi?", kata Zein mengelus kepala Fazia.
"Maaf kalo abang ada salah sama kamu, tapi Zia jangan diem gitu lah ma abang. Abang, Abi, Umi semuanya bingung lho dengan sikap kamu", kata Dokter Zein yang mencoba menjelaskan nya kepada Fazia.
Fazia hanya menundukkan kepalanya. Saat Dokter Zein hendak mengucapkan sebuah kata lagi, tiba-tiba Fazia menarik tangan Dokter Zein kemudian membawa nya masuk ke kamar Fazia. Dokter Zein pun terkejut melihat reaksi Fazia saat ini dan segera bertanya-tanya, apakah ada yang salah. Sesaat setelah masuk kamar, Fazia mengunci pintu kamarnya kemudian memeluk Dokter Zein.
"Zia minta maaf bang.. Zia benar-benar minta maaf sama abang", kata Fazia yang memeluk Dokter Zein semakin erat.
Dokter Zein pun tersenyum hangat dan perasaannya melunak.
"Sudah, sudah, tidak apa-apa. Abang ngerti perasaan Zia. Abang udah maafin Zia kok", kata Dokter Zein sambil menepuk-nepuk punggung Fazia.
"Abang gak akan ngerti. Zia sayang ama abang", kata Fazia terus menangis di pelukan Dokter Zein.
"Abang lebih-lebih sayang ma Zia. Kan Zia adik abang yang paling cantik", kata Dokter Zein mencoba menghibur Fazia.
"Kalo abang benar-benar sayang ma Zia, coba nikahi Zia, abang berani gak?! Bilang ke abi umi..", kata Fazia menantang dengan tatapan serius.
Dokter Zein terkejut dengan perkataan Fazia, tapi setelah itu dia tertawa.
"Ha ha ha.. kamu ini Zi. Ada-ada aja. Katanya lagi sedih tapi masih bisa bercanda aja", kata Dokter Zein yang tertawa mendengar perkataan Fazia.
"Abang liat gak Zia lagi bercanda?", kata Fazia menatap Dokter Zein dengan serius.
"Kamu ini apa-apaan sih Zi. Udah ah gak lucu", kata Dokter Zein yang merasa sedikit tidak nyaman dengan Fazia.
"Abang!!!", kata Fazia sedikit mengeraskan suaranya sambil terus menerus menatap Dokter Zein.
"Aku, Fazia Al-Ghifari, Wallahi. Demi Allah. Hari ini bersumpah atas Nama Allah kalo aku mencintai Zein Al-Ghifari, kakakku sendiri, bukan seperti cinta adik kepada kakak, tapi cinta layaknya seorang perempuan kepada kekasihnya", kata Fazia yang akhirnya berterus terang dengan perasaannya.
Duaarrrrrr...!!!!
Bagaikan petir yang menyambar. Pernyataan Fazia, adiknya, membuat Dokter Zein merasa sangat lemas. Lututnya sangat gemetar. Perasaan tidak menentu berkecamuk di dalam hatinya. Tidak mungkin Fazia ini berbohong. Dia bahkan sudah bersumpah atas nama Tuhan. Tidak mungkin Fazia bercanda atas nama Tuhan.
Dokter Zein begitu paham dengan karakter Fazia. Tidak mungkin ini kebohongan atau keisengan saja. Apakah ini kesalahan. Apakah ini kesalahan?!!. Apakah ini salah satu kesalahannya dulu karena tidak sedari kecil mengenal Fazia. Begitulah yang ada dalam pikiran Dokter Zein.
Saat masih berkuliah di salah satu universitas ternama di Indonesia dulu, di tahun 2002, Dokter Zein memang mendengar jika ibunya melahirkan adik perempuan lagi. Dokter Zein yang memang berfokus kepada pendidikannya, bahkan tidak pernah pulang ke rumah, meskipun sedang hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Janji Dokter Zein yang hanya akan pulang ke rumah setelah berhasil menamatkan pendidikannya, kemungkinan menjadi penyebab masalah cinta Fazia ini.
Apalagi, 20 tahun yang lalu, Zein yang mempunyai sebuah identitas lain yang bahkan orang tuanya sendiri pun tidak mengetahuinya. Selain berkuliah, Dokter Zein juga menjalankan berbagai misi rahasia. Misi itu berada di kawasan Timur Tengah. Dokter Zein masuk menjadi mata-mata dan juga menjadi salah satu anggota tim peneliti sebuah organisasi yang tugasnya meneliti dan membuat serum-serum dan formula yang digunakan sebagai senjata perang biokimia.
Awalnya, Dokter Zein hanya bertugas sebagai mata-mata saja karena memang kebetulan wajah Dokter Zein yang seperti campuran orang Eropa dan Arab. Selain karena kemampuannya dalam bidang bahasa terutama sangat fasih dalam pengucapan Bahasa Inggris dan Bahasa Arab, Dokter Zein juga mahir dalam hal penyamaran. Terkadang, Dokter Zein menyamar menjadi orang Eropa sebagai turis. Tidak akan ada yang tidak percaya karena logat dan aksen Bahasa Inggris nya persis seperti orang Inggris asli. Terkadang juga Dokter Zein memakai sorban saat menyamar menjadi salah satu warga dari kawasan Timur Tengah. Dokter Zein bahkan sempat menjalin cinta kemudian berlanjut ke jenjang pernikahan dengan salah satu perempuan lokal di kawasan Timur Tengah itu. Semua hanya demi misi nya saja. Meskipun menyakitkan memang untuk wanita-wanita yang pernah ditinggalkannya itu.
Tapi begitulah Dokter Zein muda yang tidak peduli dengan semua itu. Apalagi setelah Dokter Zein resmi menamatkan pendidikannya dan menjadi dokter. Dokter Zein muda pernah meminta kepada asosiasi dokter (sudah pada tau kan nama asosiasi yang sebenarnya, jadi disamarkan aja ya) untuk ditempatkan di lokasi yang sangat jauh dari Kota Derisa, kota tempat tinggal nya.
Hal ini juga di karenakan Dokter Zein lebih mengutamakan organisasi nya dari pada pekerjaan nya itu. Dokter Zein tidak menginginkan ada salah satu dari pihak keluarganya yang tahu tentang 'pekerjaan sampingannya' ini.
(NB : Kapan dan bagaimana awal saat Zein pertama kali masuk ke organisasi itu, akan dijelaskan nanti di bab-bab selanjutnya).
Kembali ke Fazia yang baru saja mengakui perasaannya itu. Dokter Zein yang kini memejamkan matanya dan masih meratapi kesalahannya. Beberapa saat kemudian, terdengar Dokter Zein berkata.
"Zia, sejak kapan semua ini?", kata Dokter Zein yang masih memejamkan matanya.
"Maksud abang, awal Zia jatuh cinta sama Abang?", tanya Fazia. Dokter Zein hanya mengangguk. Fazia berpikir sebentar lalu berkata lagi.
"Sejak Zia pertama kali ketemu abang, di pernikahan abang sama kak Angelique dulu. Awalnya Zia gak tau kalo abang itu kakak Zia. Abang kan gak pernah mau pulang selama ini. Yang Zia tau, abang ini salah satu keluarga dari Abi atau Umi. Gitu abang ketemu ma abi umi dan panggil mereka, Zia bener-bener ngerasa kecewa dengan takdir Zia", kata Fazia berterus terang dan menangis sesenggukan lagi.
"Zia, kalo abi umi tau, kamu bakalan di usir dari rumah ini", kata Dokter Zein sedikit memperingati Fazia.
"Zia siap di usir dari rumah ini", kata Fazia tegas, setelah itu lanjut berkata.
"Ada beberapa hal yang Zia ingin selidiki. Dan mungkin ini terbukti. Zia hanya butuh waktu membuktikannya", kata Fazia serius menatap Dokter Zein.
"Maksudmu, Zi? Menyelidiki apa?!", kata Dokter Zein penasaran.
"Abang nanti akan tau sendiri, dan saat itu, Zia harap abang membela Zia", kata Fazia dengan suara bergetar.
Sebelum Dokter Zein sempat menjawab, terdengarlah suara mobil yang sedang memasuki halaman rumah. Dari kaca kamar Fazia, Dokter Zein dan Fazia melihat bahwa itu adalah mobil yang dikenalnya. Itu adalah mobil ayahnya, Pak Abdullah. Sebelum ayahnya mengetahui jika Dokter Zein dan Fazia berada berdua di dalam kamar, Fazia berjinjit kemudian mencium pipi Dokter Zein.
"Ahbak Yaa Habibi (Aku mencintaimu kekasihku)", kata Fazia tersenyum seraya meninggalkan kamarnya, sementara Dokter Zein masih berada di dalam kamar Fazia.
'Ini tidak bagus.. sangat tidak bagus', kata Dokter Zein di dalam hatinya.
*********************************************
ns 15.158.61.20da2