(Cerita Sebelumnya)
"Fiza??! Tunggu.. namanya Fiza kan??! Apa ini nama singkatan atau inisial?! Fiza.. dan kau adalah..."
"FILZEV IZANOVIC..!!!", kata Heendon terkejut dan merasa ketakutan kemudian menjatuhkan kertas itu.
"Sekarang kau sudah mengetahui nya, kan?", kata Dokter Zein tersenyum sambil memperlihatkan mata coklat kehijauan nya.
"Bagaimana? Apa kau terkejut?", kata Dokter Zein yang tersenyum sambil tetap menatap Heendon.
"Ba.. bagaimana mungkin itu kau?!", kata Heendon yang saat ini masih terkejut.
"Kau bahkan yang membuatkanku nama ini. Tapi malah kau tidak menyadari nya", kata Dokter Zein menggelengkan kepala nya.
"Oh iya, seperti nya kau salah baca tadi. Coba lihat nama benda itu..", kata Dokter Zein melanjutkan ucapan nya.
"Maksudmu...? Bukankah benar ini HS-XR01?", kata Heendon sambil mengambil kertas tadi yang jatuh di lantai.
"Ya kan.. ini memang benar HS-XR01.. Oh, tunggu sebentar, huruf apa ini? HS-XR01-a? Huruf 'A' kecil ini maksud nya apa?", kata Heendon yang baru sadar ada penambahan huruf a kecil di belakang nya.
"Huge Serum X-Robotic Number 01 Advanced", kata Dokter Zein membalas. "Ini adalah versi lanjutan dari HS-XR01, yang kekuatannya bahkan 10 kali lebih dahsyat dari sebelum nya", kata Zein dengan santai.
"Kau.. memang.. super gila Filzev..!!!", kata Heendon terkejut sambil memberikan kertas itu kembali ke tangan Dokter Zein.
"Sama-sama. Aku hargai pujianmu itu", kata Dokter Zein melanjutkan lagi tulisan nya.
'Selama ini, yang ku tau, hanya Bojan sialan itu yang terkenal sebagai psikopat gila murah senyum. Tapi.. suamiku ini.. ilmuwan psikopat yang 100 kali lebih gila dari Bojan.. Ahhhh!!! Heendon... kau kasihan sekali', kata Heendon berkata dalam hati nya sendiri.
===============================
(Sementara itu, saat ini di TKP di mana tempat pembantaian itu terjadi)
Seorang wanita anggun baru saja turun dari mobil nya. Dengan memakai kacamata hitam dan seragam kepolisian nya, dia berjalan mendekat ke arah TKP. Setiap dia melewati satu atau dua orang petugas polisi yang ada di sana, akan selalu ada hormat untuk nya.
Dialah Kapten Lenny Liezandro, seorang kapten polisi muda dan masih berusia 26 tahun. Meskipun dia adalah seorang perempuan, tapi jangan remehkan keahlian dan insting tajam nya. Kapten Lenny yang seorang polisi bahkan sering kali ditawarkan oleh pihak militer untuk bergabung dengan mereka. Tapi Kapten Lenny masih saja menolak nya dengan alasan yang hanya dia sendiri yang mengetahui nya.
Dengan permintaan pribadi dari Komisaris Polisi Wawan Setiawan, dan juga berita menggemparkan massal yang baru-baru ini terjadi, Kapten Lenny setuju untuk ikut dalam proses penyelidikan ini.
"Kapten Lenny Liezandro, menghadap kepada komisaris..", kata Kapten Lenny sambil membuat gerakan hormat.
"Oh, Kapten Lenny.. Silahkan.. Mari ikut denganku..", kata Komisaris Wawan yang langsung mengajak nya mendekati TKP dan melewati Police Line.
"Siap, komisaris...", kata Kapten Lenny dengan hormat.
Mereka berdua pun mendekati ke semua lokasi di mana pembantaian itu terjadi. Masih terlihat banyak sekali bekas darah-darah yang sudah cukup kering di lantai, dan ada juga beberapa potongan organ dan bagian kulit dari beberapa korban yang terbunuh.
"Apa belum ada petunjuk satu pun, Komisaris?", tanya Kapten Lenny.
"Sayangnya iya. Sudah hampir satu minggu ini kami semua mengalami kebuntuan", kata Komisaris Wawan sambil menghela nafasnya. Tampak raut wajah hampir putus asa yang semakin menambah kerutan dahinya.
Mereka berdua pun akhir nya memeriksa satu per satu tempat itu. Di tambah dengan dua orang polisi muda yang mengikuti, mereka menyusuri tiap sudut di dalam rumah itu.
'Aneh sekali.. bahkan aku sendiri tidak mampu menemukan satu kejanggalan pun' , kata Kapten Lenny di dalam hati.
'Apa pelakunya adalah seorang profesional? Oh tidak, ini bahkan terlalu profesional', lanjut Kapten Lenny di dalam hati nya.
"Komisaris, di mana tempat awal kejadian itu terjadi. Maksudku, tempat pelaku mengeksekusi korban pertamacnya", kata Kapten Lenny yang seperti mendapatkan sebuah ide.
"Oh.. itu.. Kemungkinan ada di bagian depan dekat pintu masuk. Karena di sana adalah tempat para pengawal Pak Dony Arjito berjaga", kata Komisaris Wawan yang menyadari seperti nya Kapten Lenny mendapatkan pencerahan dari kasus ini.
"Komisaris, mari kita kembali lagi ke tempat itu", pinta Kapten Lenny.
Maka ke empat orang itu, Komisaris Wawan, Kapten Lenny, dan dua orang polisi muda yang mengikuti mereka berjalan kembali ke lantai 1 di bawah, ke tempat jaga para pengawal Dony Arjito.
"Hmmm... Ini menarik", kata Kapten Lenny yang kini sedang mengamati sekeliling.
"Apa anda menemukan sesuatu, Kapten?", kata Komisaris Wawan sedikit penasaran.
"Mungkin saja, Komisaris. Oh ya, apa Komisaris tau, ada berapa orang pengawal yang berjaga setiap kali pengawal-pengawal itu berjaga?", kata Kapten Lenny.
"Kemungkinan itu tiga orang. Berdasarkan kursi yang ada di pos ini", kata Komisaris Wawan.
"Kalau begitu, seperti nya aku menemukan sesuatu, Komisaris", kata Kapten Lenny yakin.
"Benarkah? Coba perlihatkan padaku, Kapten", kata Komisaris yang merasa sedikit antusias.
Kapten Lenny mengamati sekitar sekali lagi. Berjalan ke sana dan kemari. Setelah yakin, Kapten Lenny meminta sepasang sarung tangan dan kemudian memakai sarung tangan itu lalu mengambil sebuah benda di lantai. Benda itu adalah sebuah puntung rokok, kemudian Kapten Lenny memperlihatkan puntung rokok itu kepada Komisaris Wawan.
"Menurut anda, kenapa puntung rokok ini berbeda dengan ketiga puntung rokok yang di sana Komisaris?", kata Kapten Lenny mencoba mengungkapkan ide nya.
"Aku tidak yakin, kemungkinan rasa rokok ini tidak begitu enak", kata Komisaris Wawan menganalisis karena diri nya sendiri adalah seorang perokok berat. Komisaris Wawan melihat sebatang rokok yang masih cukup panjang di tangan Kapten Lenny, mungkin si perokok tidak begitu menyukai merek dari rokok tersebut.
"Aku tidak sepaham, Komisaris", kata Kapten Lenny lagi.
"Kalau begitu coba jelaskan!", kata Komisaris Wawan.
"Baiklah. Kemungkinan rasa nya tidak enak bisa saja, tapi lihatlah ketiga puntung rokok itu. Semua nya terbakar hampir mendekati gabus nya. Sedangkan puntung ini, masih tersisa banyak. Kemungkinan pelaku nya bukan seorang perokok, hanya mencoba-coba saja. Coba Komisaris bedakan dengan seorang perokok aktif yang tidak menyukai rasa dari suatu merk rokok, dengan bukan perokok yang hanya mencoba saja. Cara ini bisa saja sebagai pengalihan sebelum mengeksekusi para korban. Dan.. jika benar hanya ada tiga pengawal yang berjaga, kenapa ada empat puntung rokok dan empat gelas bekas minuman di sini?", kata Kapten Lenny menjabarkan.
"Dan lagi kemungkinan pelaku nya hanya satu orang saja, berdasarkan bukti sementara ini", kata Kapten Lenny melanjutkan.
Komisaris Wawan semakin tertarik dengan penjelasan Kapten Lenny. Meskipun cukup terkejut dengan jumlah pelakunya, tapi dia tetap menyuruh Kapten Lenny untuk melanjutkan analisa nya.
"Selain itu, Komisaris.. Kemungkinan pelaku nya sudah mengenal seluk beluk rumah ini. Bisa di buktikan juga dari empat gelas dan empat puntung rokok ini. Menurut anda, jika anda bertugas sebagai pengawal di sini, dan ada seseorang yang datang dan baru saja anda kenal, apakah anda akan semudah itu menawarkan rokok dan minuman anda?", lanjut Kapten Lenny.
"Tentu saja tidak", kata Komisaris Wawan menganggukkan kepala nya, dan sedikit mendapatkan petunjuk dalam kasus ini.
"Fendy, amankan tempat ini jangan sampai ada polisi lain masuk selain aku, Kapten Lenny dan kalian berdua. Dan kamu, Herry, bawa ke empat puntung rokok dan gelas-gelas ini semua ke laboratorium. Periksa semua sidik jari nya!", kata Komisaris Wawan memberi perintah kepada dua anak buah nya.
"Siap laksanakan!!", kata kedua polisi muda itu.
"Kerja bagus, Kapten Lenny. Aku memang tidak salah meminta bantuanmu", kata Komisaris Wawan sambil mengacungkan jempol kepada Kapten Lenny.
"Siap.. Ini sudah tugas saya, Komisaris..", kata Kapten Lenny memberi hormat.
Akhir nya, kasus pembantaian ini sedikit menemukan titik terang. Semua berkat Kapten Lenny Liezandro, kapten polisi muda dan penuh bakat ini.
=============================
ns 15.158.61.48da2