Seperti kata orang bijak, bahwa penyesalan akan selalu datang diakhir.
Mala menyesali segala sesuatu yang dia alami seumur hidupnya, di detik-detik akhir nafasnya, Mala memegang erat sebuah foto yang telah usang. Air mata mulai mengalir, dadanya terasa sesak dan membuatnya batuk hebat. Dengan tangan gemetaran, ia menyeka darah dari mulutnya.
"Inilah saatnya..." Pikir Mala, akhir dari hidupnya.
Mala membuka matanya dan menatap langit-langit dihadapannya.
"Bukankah aku sudah mati?" Mala berusaha bangkit dari tempat tidurnya dan mendapati kalau dia berada dalam kamarnya sewaktu dia masih remaja.
"Aneh, apakah ini mimpi?" Mala berjalan ke depan cermin dan betapa kagetnya ia saat mendapati bayangan yang terpantul dicermin bukanlah Mala yang sejengkal lagi dari maut, namun Mala yang masih sangat muda.
"Mala, sudah bangun dek?" Terdengar suara berat yang tidak asing bagi Mala, Kakak laki-lakinya Rawi. Rawi membuka pintu dan tersenyum memandangi adiknya.
"Sudah mendingan dek?" Mala tidak menjawab pertanyaan Rawi, air mata penyesalannya tumpah, Rawi melihat adiknya menangis menjadi panik.
"Masih sakit? Yang mana yang sakit dek? Kita ke rumah sakit aja ya." Rawi menghampiri Mala dan memegangi kedua bahu Mala.
Mala Sungguh bahagia, Syukurlah semua hanya mimpi.
N : Tacat menambahkan cover, seperti itulah Rawi dibayangan Tacat.