Aku terbangun dari tidur siangku. Aku lihat jam, wah.. sudah jam ½ 5 sore. Berarti lama sekali aku tertidur. Aku sampai lupa dengan janjiku sama Ibunya Norman. Maka itu, aku segera mandi dan memakai baju seadanya. Lumayan nih, pikirku.. nanti malam Pak Haris mau datang. Sekitar jam 7an katanya. Jadi badan dan memekku masih akan sempet dipijet dulu, untuk dapat sempurna memuaskan Pak Haris. Segera setelah aku gendong Syafina, aku keluar dari pintu belakang untuk menuju rumahnya Norman. Tapi sesampainya aku disana, aku kaget banget. Nggak ada orang. Ibunya Norman tidak menjawab ketika aku panggil-panggil. Semua pintu dan jendela tertutup dan dikunci. Tiba-tiba aku teringat omongannya Pak Haris, aku bergidik ngeri. Apakah omongannya Pak Haris untuk ‘membereskan’ Ibunya si Norman sudah dia laksanakan? Ah.. aku buang jauh-jauh pikiran-pikiran aneh yang melintas di kepalaku. Namun tak urung aku sempat memikirkannya juga seraya aku melangkah balik ke rumahku.
1221Please respect copyright.PENANADRqPVdR6b5
Jam 6.15 sore.
Aku baru saja selesai Sholat Maghrib, dan sedang bersiap untuk sholat Isya ketika aku menyadari betapa sepi dan heningnya keadaan kampung malam ini. Suasananya seperti nggak kayak biasanya. Mungkin karena cuaca mendung, sehingga orang-orang malas keluar rumah. Namun aku nekat keluar, ke teras. Aku mau merokok sekalian melihat keadaan. Syafina aku biarkan bermain di kamar. Pintu belakang sudah aku kunci. Aku mengambil sebungkus rokok yang aku taruh di atas meja kecil di ujung ruang tamu. Entah kenapa, dengan suasana yang seperti ini, hati kecilku merasa tidak tenang. Aku nggak mau sendiri.. Aku berharap kalau Pak Haris segera datang ke rumah untuk menemaniku.. bahkan, aku pingin dia segera datang dan langsung menyergap tubuhku.. aku pingin segera dia tiduri.. Aahhh…
Ketika hendak menyulut batang rokok yang kedua, sayup-sayup aku dengar ada pangilan azan dari mushalla di ujung kampung sana. Aku akhirnya nggak jadi merokok.. lebih baik aku ambil wudhu dulu, begitu pikirku. Namun ketika aku mau melangkah masuk ke dalam rumah, aku melihat ada dua mobil melaju kencang ke arah rumahku. Aku berdiri di depan pintu rumah untuk melihat mobil siapakah gerakan. Kedua mobil itu berhenti di depan rumahku. Mobil yang dibelakang langsung parkir di depan rumah dan mematikan mesin. Tak lama kemudian, aku melihat Pak Haris turun dari mobil itu dengan membawa 2 tas besar. Dan setelah berbicara apalah dengan orang-orang yang ada di mobil satu lagi, mobil itu segera pergi dari rumahku. Kemudian aku melihat Pak Haris melangkah mantap menuju tempat aku berdiri menunggunya. Gila! Pikirku, gagah banget orang ini…
“Assalamualikum Bu Resti..” Pak Haris mengucapkan salam seraya menaruh tentengan yang dia bawa. Aku segera meraih tangannya dan bersalim dengan mencium tangannya.
“Walaikumsallam Bapak…” jawabku.
Pak Haris tersenyum. “Sedang apa diluar? Merokok?”
“Hehehe… iya Pak.. habis bapak nggak dateng-dateng, kan ada yang nungguin.. udah mulai berasa kangen tau Pak…” ujarku dengan nada manja.
“Bagus! Ujarnya singkat. “Yuk masuk…” lanjutnya sambil membawa tentengannya tadi.
Ketika kami sudah di dalam rumah, aku segera mengunci pintu depan dan mengajak Pak Haris ke ruang keluarga. “Bapak sudah mandi? Apa mau ngopi dulu? Atau nge-teh?” tanyaku.
Pak Haris tersenyum, lalu dia menyulut sebatang rokok. Sementara di luar sana, hujan sudah mulai turun. “Saya mandi dulu aja kali ya.. bisa bikinkan saya air hangat, Bu Resti?”
Aku memeluk Pak Haris dengan mesranya. “Bisa dong Bapak.. sekalian saya bikinkan Kopi mau ya?” Lalu aku mengecup bibirnya. Pak Haris segera mengulum balik bibirku. Lalu tak lama kemudian, aku minta izin ke dapur untuk merebus air panas, dan segera balik ke ruang keluarga dengan membawa kopi buat Pak Haris.
“Bu Resti..”
“Ya Pak..” jawabku.
“Ini saya bawa oleh-oleh buat Syafina.. mana anaknya?” Kata Pak Haris. Ternyata salah satu tentengan Pak Haris berisi mainan-mainan dan baju untuk Syafina. Banyak sekali. Aku mengucapkan terima kasih dengan kembali mengulum bibir Pak Haris. Setelah itu aku mengajaknya ke dalam kamar untuk bertemu dengan Syafina. Pak Haris sempat sedikit tertegun dengan paras anak perempuanku itu. “Subhanallah..” ujarnya. “..cantik sekali anak Bu Resti. Secantik Bundanya.. kalian berdua mirip sekali…”
“Hehehe.. terima kasih Bapak..” Lalu aku mengajarkan Syafina salim kepada Pak Haris.
“Ini calon anak saya?” tanya Pak Haris lagi.
Aahh… pertanyaan Pak Haris membuatku kembali melayang. Berarti dia sudah mau menganggap Syafina sebagai anaknya. “Iya Bapak.. Ini calon anak Bapak.”
Aku tak menduga, tiba-tiba Pak Haris mengambil Syafina. Lalu menggendongnya dan menciumi pipinya. “Nak..” kata Pak Haris, “..sekarang kamu akan punya ayah baru.. Paman adalah calon ayah kamu. Paman akan menjaga dan merawat kamu seperti anak Paman sendiri..” Aiihhh…. Terharu sekali aku mendengar perkataan Pak Haris. Tak terasa ada setetes air mata berlinang dari mataku. Lalu Pak Haris lanjut bicara, “Mulai sekarang, kamu panggil Paman, hmm.. Ayah ya nak…” Aku sudah tak sanggup berkata apa-apa lagi. Naluri kewanitaanku merasa bangga sekali dengan sosok Bapak muda berusia 41 tahun ini.
Tak lama kemudian, Pak Haris menaruh Syafina kembali di lantai kamarku yang beralaskan karpet tipis, dan membiarkan dia kembali sibuk dengan dunianya dan bermain dengan banyak mainan barunya. Kemudian Pak Haris mengalihkan pandangannya ke arahku. “Nah yang ini buat Bundanya Syafina..” ujarnya sambil menyerahkan tentengan yang satu lagi. Aku lihat kedalamnya, ada beberapa dokumen yang langsung diambil sama Pak Haris. Isinya yang lain adalah baju-baju baru dan beberapa lingerie, serta banyak alat make-up ber-merk, yang setahuku, mahal-mahal.. hehehehe.. Aku kembali memeluk dan mengulum bibir Pak Haris sebagai ucapan terima kasih.
Karena air panasnya sudah matang, maka aku bergegas menyiapkan ember dan peralatan mandi untuk Pak Haris. Dan sebelum dia masuk ke kamar mandi, dia berpesan; “Pilih salah satu lingerie yang ada disitu, di coba satu-satu, pilih yang paling cocok dengan Bu Resti.. ketika nanti saya keluar dari kamar mandi, tunggu saya disini.. di kamar ini. Saya harap Bu Resti sudah mengenakan lingerie terbaik pilihan ibu.. ya?”
Aku hanya mengangguk-angguk senang. Senyuman lebar mengulum di bibirku. “Siap Bapak.. saya nurut aja sama Bapak..” jawabku singkat. “Ngomong-ngomong, kita mau sholat dulu setelah Bapak mandi apa gimana?”
Dia menjawabku dengan senyuman dan gelengan kepala. “Lagi males Bu….”1221Please respect copyright.PENANAnugzWHfZo1
Segera setelah Pak Haris masuk ke kamar mandi, aku langsung melepas beha dan celana dalamku, seraya melihat-lihat lingerie-lingerie baru yang dia belikan itu. Aku pilih satu-satu, aku coba. Sampai akhirnya aku menjatuhkan pilihanku pada lingerie berwarna hitam ini. Untung saja liang kewanitaanku sudah kembali aku bersihkan dari rambut-rambut halus tadi sore. Lalu aku mematut-matut diriku di cermin meja rias.
“Syafina..” kataku pada anakku yang masih sibuk bermain. “..malam ini, memek bunda mau di entot sama kontol baru nak.. bukan kontolnya ayah Norman lagi. Dia sudah mati. Dan Bunda mau melupakannya.. Mulai sekarang, kontol yang akan nemenin Bunda dan kamu, adalah kontolnya Paman Haris.. dia adalah calon ayah baru buat kamu nak.. dia jauh lebih ganteng, lebih gagah, lebih galak.. dan yang jelas lebih kaya dari siapapun. Mulai sekarang, Bunda akan mengabdi sama Pak Haris.. kamu nurut sama Bunda ya nak…” Hihihi.. tentu saja Syafina belum bisa menjawab. Tapi yang jelas, supaya kelak di kemudian hari Syafina mengerti, itu adalah usahaku memberinya pengertian dari dia masih kecil. Dan aku merasa ada cairan mengalir keluar dengan lembut dari dalam memekku.. aahh..
Sekitar 10 menit kemudian, Pak Haris sudah selesai mandi dan balik ke kamar tidurku. Dia hanya membebatkan handuk di pinggangnya. Kelihatan sekali dia terpesona dengan penampilanku. “Bu Resti..” katanya.
“Ya Bapak?”
Pak Haris tersenyum. “Rasa-rasanya saya nggak salah menjatuhkan pilihan hati saya kepada ibu..” katanya sambil berjalan mendekatiku.
“Kenapa begitu Pak?”
“Tubuh ibu adalah tubuh perempuan yang selalu saya idam-idamkan..” kemudian dia memeluk tubuhku dengan mesra sekali.
“Ahh.. bapak bisa aja..” jawabku malu-malu. Kemudian, tanpa pembicaraan lebih lanjut, Pak Haris membaringkan tubuhku ini diatas tempat tidur. Kami seperti nggak perduli dengan keberadaan Syafina yang masih bermain di lantai.
Setelah sedikit mengangkangkan kakiku, Pak Haris dengan leluasa bisa kembali melihat betapa sempit dan indahnya liang tempat Syafina keluar dulu. Dan sambil dia memfoto keadaanku, aku meremas-remas kedua payudara indahku ini.
Tak berapa lama kemudian, Pak Haris membenamkan wajahnya di antara kedua kakiku, di arah selangkanganku. Dia nikmati habis-habisan bibir bawahku ini. Lidahnya menari lincah, menyusup ke dalamnya, sementara jempol tangan kanannya berputar lincah di kelentitku. Aaahh… nikmat sekali rasanya.
Kemudian, kulumannya beralih ke mulutku. Dia terus menikmati kuluman balasan dariku, jari-jari tangan kanannya tak berhenti mengusap, meremas dan menggosok memekku, sambil sesekali memasukkan jari-jarinya kedalamnya dengan lincah..
Namun tak lama kemudian, sepertinya dia sudah nggak tahan. Dia bangkit berdiri. Dia singkapkan handuk yang sedari tadi menutupi selangkangannya, dan langsung memamerkan batang zakar yang sejak siang tadi mengganggu pikiranku. Dia putar-putarkan batang kontol besar beruratnya itu, dia kocok dengan lembut dan menggairahkan.. sehingga diapun dengan jelas melihat aku menelan ludah.
“Bu Resti..” panggilnya.
“Ya Bapak?” jawabku dengan manjanya.
“Ini yang ibu minta saya bawa?” tanyanya lagi sambil tersenyum. Aku hanya mengangguk-angguk genit seraya menggenggam batang besar itu dan mengocoknya dengan erotis sekali.
“Subhanallah Pak… Awloh baik banget sama Bapak…” kataku.
“Kenapa emangnya Bu? Kok Ibu bicara seperti itu..” tanyanya sambil tertawa kecil.
“Bapak itu ya.. Udah ganteng, berwibawa, kulitnya bagus.. putih, trus Bapak di kasih kekuasaan dengan punya perusahaan sendiri, galak.. kerenlah pokoknya.. Eehh.. masih dikasih rezeki Kontol sebesar ini sama Awloh.. Alhamdulilah banget ya Pak…” jawabku.
“Oo itu.. hehehe… iya.. Alhamdulilah Bu.. Oo, satu lagi Bu Resti..” ujarnya sambil menarik dengan lembut wajahku ke arah kontolnya itu.
“Apa itu Bapak?”
“Saya kaya! Ibu lupa menyebutkannya. Saya punya banyak uang untuk bisa melakukan apa saja yang saya mau.. bahkan saya akan memberikan uang yang banyak kepada Bu Resti, saya akan kabulkan apapun keinginan ibu.. kalau ibu nurut sama saya!”
Aku tersenyum puas mendengar kata-kata Pak Haris itu. Dan sebagai responnya, aku melepas lingerieku dan langsung berputar arah, sehingga posisiku berbaring, ada dibawah Kontol besarnya Pak Haris. Kemudian dia aku suruh berdiri di belakang kepalaku. Sehingga kontolnya sejajar dengan wajahku. Dan setelah aku memberikan anggukan kecil tanda persetujuan, Pak Haris segera menenggelamkan batang besar berurat itu langsung ke dalam mulutku. Dan tak lama kemudian, aku segera mengulumnya dengan beringas.. menikmati setiap centimeter panjangnya dan menjilati kepala kontol yang besar itu.
Kemudian, Pak Haris mulai menciumi bibirku. Dan aku dibopong ke arah kursi kecil di pojokan kamar. Setelah sampai di kursi, Pak Haris duduk, dan secara sengaja, dia seolah seperti hendak memamerkan tubuhnya yang atletis. Aku suka melihat tubuh Pak Haris, badannya bagus banget. Tegap, dadanya kekar daaannn… kontol ngacengnya gede banget!
1221Please respect copyright.PENANAcvDEH9FtHO
Kalau mau jujur, tubuhnya hampir sama dengan tubuh si Norman, tapi tubuh tegap Pak Haris dibalut oleh kulit yang putih bersih, sehingga makin seksi untuk dilihat dan dinikmati. Sebelum kami mulai dengan yang lebih jauh, tiba-tiba Pak Haris bertanya; “Bu Resti..“ tanyanya. “Ini gimana? Ada Syafina disini..”
“Gimana apanya, Bapak?”
“Nggak apapa dia disini ngeliatin kita?”
“Nggak apapa, Pak. Dia belum ngerti juga kok.. dan.. hmm.. biar dia juga tahu kualitas calon ayahnya.. hihihi.. ” kataku asal.
Pak Haris hanya senyum-senyum saja mendengar jawabanku. Lalu tak lama kemudian, aku berdiri di kursi dan membungkam mulut Pak Haris dengan memekku. Lidahnya mulai menari-nari diantara belahan indahku ini, dia menghisap dan menjilati kelentitku, sambil memainkan jarinya didalam lubang itilku. cairan pelumasku keluar banyak sekali, sehingga memekku banjir. Menyikapi hal ini, Pak Haris malah menyeruput cairan memekku itu dan meminumnya.. Aahh… Anjiiinggg… enak banget. Kemudian, dia segera membibimbing tubuhku untuk duduk di pangkuannya. “Bismillah..” katanya. Perlahan-lahan, batangan kerasnya mulai memasuki liang sempit yang baru saja ‘ditinggal’ oleh pemiliknya.. hahahahaa… tawaku dalam hati. Aku sedang memberi kesempatan pada calon pemilik barunya.. Mudah-mudahan Pak Haris doyan.. hihihihi….
Aku mulai mengoyang pinggulku untuk perlahan mempermudah masuknya batang besar, gendut, keras dan panjang ini. Tapi, nafsuku tak bisa ku bendung lagi, memekku makin terasa gatal. Aku makin mempercepat gerakanku. Pada saat yang bersamaan, Pak Haris meremas kedua belahan pantatku sambil menusukkan batangan kerasnya itu bertubi-tubi.
Eranganku makin keras ketika bapak ini menghujamkan kontolnya kedalam memekku dan mendiamkannya saja disana, bukan apa-apa… semua urat yang mengeras didalam penisnya berdenyut dengan kencang sekali. Memekku merasakan sensasi yang belum pernah dirasakannya sama sekali.. Ini sesuatu yang baru!!
“Ssshhh… Bapaakk…kok berhenti?” tanyaku manja.
“Mmmhh… enak kan tapinya?”
“Iya…. Oohh….! Bapaaak… Memek Resti banjir banget ya….???”
“Nggak apapa…. Bu Resti sudah mau dapet belum?”
“Kayaknya… sshhh… dikit lagi… kenapa, Pak?”
Tapi Pak Haris tidak menjawab. Dia malah dengan tiba-tiba kembali merangsakkan batangan besarnya itu. Kontan saja aku berteriak keenakkan… Aku tak tahu berapa lama Pak Haris menggenjot memekku, tapi yang jelas entah kenapa orgasmeku cepat sekali datangnya. “…Uuuhhh… Paakkk.. Resti mau keluar..!!!” Benar saja, tak lama setelah itu aku merasakan sebuah sensasi kenikmatan yang hebat sekali. Tapi Pak Haris tetap tidak berhenti. Dia terus menggenjot memekku dari bawah. Makin keras hujamannya, makin kencang aku memeluk tubuh bapak ini. Wajah ganteng Pak Haris makin lama makin terbenam ke dalam kedua belah buah dadaku. Kemudian, Pak Haris menghentikan serangannya sebentar untuk bangkit berdiri dan menggendongku. Sambil berjalan, Pak Haris mengangkat tubuhku dengan topangan tangannya di kedua belah pantatku, sementara aku mencoba untuk tetap memanjakan kontolnya dengan membuat gerakan naik turun. Tapi dia tidak jauh membawaku. Dia membaringkan aku di lantai, di dekat tempat Syafina bermain. “Syafina… Paman sama Bunda lagi bikin adek buat kamu.. jangan takut ya nak!” Kata Pak Haris, sambil tersenyum kepada Syafina dan mengelus rambutnya. Syafina cuma bisa terbengong-bengong melihat kelakuan kami. Akupun tersenyum dengan kata-kata Pak Haris. Aku membatin, dia memang mendambakan pingin punya anak.. makanya dia sengaja ngomong begitu ke Syafina.. aku pikir nggak apapa juga…
1221Please respect copyright.PENANArP68j4D9nN
Sekarang tubuhku berbaring nyaman dengan posisi terlentang seperti ini, tentu saja memekku makin terlihat merekah. Ditambah dengan kedua kakiku yang aku buka lebar-lebar. Dan untuk memudahkan Pak Haris memasukkan kontolnya, aku membimbing batang besar itu kedalam memekku. Sambil tersenyum dia berkata…“Bu Resti… memek ibu memang enak!”
“Alhamdulilaahh.. memek Resti emang udah disiapkan Awloh buat KONTOL Bapak.. dimasukkin lagi dong Pak kontolnyaa.. Aaahhh..!” Lalu Pak Haris kembali memasukkan kontolnya ke dalam memekku. Sumpah demi Awloh, pergesekkan perlahan yang dibuat kontol Pak Haris kepada liang memekku, membawa sensasi kenikmatan yang cukup membuat nafsuku kembali memuncak. Sambil memegang kedua kakiku, Pak Haris kembali membuat penetrasi yang sangat hebat sekali. Mulai dari gerakan maju mundur perlahan sampai gerakan yang cepat sekali. Tiba-tiba, Pak Haris kembali menusuk dengan kencang memekku dan kembali diam tak bergerak. Sialan… rupanya ini jurus andalannya. Orgasmeku kembali terasa lagi ingin datang untuk yang kedua kalinya. “Pak.. Bapak hebat banget.. Resti mau dapet lagi!” desahku. Tapi Pak Haris tetap tidak menjawab, dia malah membuat gerakan menusuk yang simultan namun gerakannya pendek-pendek, sehingga serasa seperti memompa bagian dalam memekku.
Tak lama kemudian, erangan dan desahan kenikmatanku kembali terdengar. Aku dapet lagi… Ketika kenikmatan ini sampai pada puncaknya, Mendadak Pak Haris mengeluarkan kontolnya. Gila! Tiba-tiba, dari dalam memekku keluar banyak cairan bening yang menyiprat-nyiprat liar. Seluruh tubuhku bergetar hebat dibarengi dengan rasa lemas yang luar biasa, seakan seluruh tulang yang ada ditubuhku dicabut mendadak. Masyaallaahhhh... aku sampai pipis begini!!! Aku baru pertama kali mengalami hal seperti ini.
Dan dalam tempo yang singkat, Pak Haris kembali menusukkan dalam-dalam kontolnya. Dan kembali dia melakukan hal yang sama seperti tadi. 3 kali lagi aku pipis.. Namun kali ini, sebelum Pak Haris memasukkan kembali kontolnya, aku meminta dia melakukan sesuatu, “Pak, masukin kontol bapak ke mulut Resti dulu.. terus nanti, buang pejunya di dalam memek Resti aja ya pak..” Lalu aku segera menghisap kontol yang basah kuyup itu dengan beringas, pun toh demikian, masih ada ruang bagi kedua tanganku untuk secara simultan, mengocok batangan perkasa ini. Ketika Pak Haris memberi kode, aku tahu, dia sudah mau orgasme. Secepat kilat, setelah mengeluarkan kontolnya dari dalam mulutku, Pak Haris segera membenamkannya kembali ke dalam memekku.
Butuh waktu yang agak lama juga untuk akhirnya Pak Haris mengerang hebat. Seluruh badannya menegang, bahkan semua otot dan urat ditubuhnya terlihat keluar dan mengencang. Berbarengan dengan dia yang menekuk kedua kakiku ke atas, seraya menancapkan dalam-dalam kontolnya dengan mantap ke dalam memekku, dia berteriak tertahan, “Mashaallah, Bu Restiiiii... aaacchhhh... anjjiinnggg!!” Lalu terasa ada cairan yang menyemprot-nyemprot liar didalam memekku. Lengket, kental, panas dan pastinya... banyak sekali. Ada 6 kali dia mengejan untuk menuntaskan semprotannya itu.
“Pak.. Resti sayang Bapak! Bapak udah bikin Resti jadi anjingnya Bapak… Aaahh… makasiihhh sayaanngg…”kataku.
Setelah semua pejunya ditumpahkan kedalam memekku, Pak Haris mengeluarkan kontolnya dan menyuruhku menghisapnya. Dia duduk bersandar kelelahan di atas kursi, sementara kakinya dia buka lebar-lebar. Wow… kontol panjang yang masih menegang itu terlihat mengkilat karena basah oleh cairan kenikmatan kami berdua. Langsung aku berlutut di bawahnya dan mengocok batang besar itu sambil menghisap dan menjilatinya… sampai bersih. Setelah itu dia mengajakku ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh kami.
Ternyata, Pak Haris mempunyai kualitas yang jauh melebihi Norman. Makanya aku makin yakin dengan keputusanku menjalin hubungan dengan Pak Haris, dan mulai melupakan Norman yang sepertinya sudah nggak aku butuhkan lagi. Dan dengan kesadaran itu, aku bersihkan tubuh Pak Haris dengan penuh rasa sayang. Kami saling menyabuni dan saling memandikan.
“Hmm.. kontol Bapak ternyata enak banget..” kataku sambil menyabuni batang besar yang masih saja terasa besar itu. “..dan yang punya juga jago mainnya..”
“Aah.. ibu bisa aja.. Bu Resti juga hebat mainnya.” Balas Pak Haris.
“Kita cocok berarti ya Pak.. hihihihi..” ujarku. Lalu aku mengulum bibirnya seraya berkata lagi. “Pak.. memek Bundanya Fina enak nggak? Sesuai dengan impian Bapak nggak?” Pak Haris nggak menjawab, dia malah memelukku mesra sambil mengulum bibirku dengan lembut. Aku malah jadi penasaran.. “Pak.. jawab dongg..”
“Jawab apa Bu Resti?”
“Iiihh.. Bapak.. pertanyaan saya yang tadi..”
“Pertanyaan apa? Yang mana?”
“Iiihh.. Resti kan nanya Bapak.. memek Resti enak nggak?”
“Ooo.. hehehee.. enak..”
“Bohong!” sahutku dengan manja sekali. “Yang jujur dong Pak.. sesuai dengan impian Bapak nggak?” tanyaku lagi. Kali ini Pak Haris menjawab pertanyaanku dengan berlutut di hadapanku dan menciumi sekujur memekku serta menjilati itilku dengan beringas. Aaahhh.. nikmat sekali. Ya.. aku merasa ini adalah jawabannya yang paling tepat. Pak Haris doyan sama memekku… Alhamdulilaahhhhh ya Awloohh…
1221Please respect copyright.PENANA2fhCet9Rin
Setelah selesai, kamipun balik ke kamarku. Saat itu, aku tidak memakai apa-apa. Telanjang ajalah.. Karena aku pikir, pasti aku akan di ewe lagi, jadi aku siap-siap aja. Aku melihat jam, Hmm.. sudah hampir jam 11 malam. Kemudian aku sedikit merapihkan kamarku dan berusaha menidurkan Syafina. Sementara Pak Haris lagi menelfon entah siapa di ruang tamu. Saat itu dia juga masih telanjang bulat, sehingga aku dapat melihat betapa besar dan gagahnya batangannya, pun toh itu sudah mulai mengendur.. dan tubuhku diliputi rasa Bangga.
“Bapak..” panggilku lembut dan mesra kepadanya, sambil menyender di pintu kamar.
“Ya Bu..” jawabnya dari ruang tamu. Lalu terdengar dia menyudahi pembicaraannya dan mematikan telfonnya, dan berjalan menuju kamar. “Kenapa Bu?”
Aku tersenyum, “Bapak malam ini mau menginap disini apa gimana?” tanyaku.
“Menurut Bu Resti gimana?” tanyanya balik.
“Hmm.. bapak nginep aja ya disini..”
“Apa alasannya hingga saya harus menginap disini?”
“1. Di luar masih hujan deras. 2. Kalau Bapak pulang, kontol Bapak pasti gak ngapa-ngapain.. kan istri bapak stroke.. lumpuh, jadi nggak bisa di pake.. hihihihi.. dan menurut saya, Bapak lebih baik disini aja, karena apa? Karena disini ada janda yang memeknya bisa dan siap di pake kapan aja Bapak mau.... Jadi gimana Bapak?” tanyaku.
Haris tersenyum lebar. “Bagus..! Alasan yang tepat! Ok.. saya menginap disini. Saya tidur di kamar ini saja.. bareng Bu Resti dan Syafina…” Lalu dia memeluk dan mengulum bibirku. “Ngomong-ngomong..” ujarnya lagi. “..tadi soal pertanyaan Bu Resti tentang memek Ibu..”
“Ya Pak.. kenapa?”
“Memek Bu Resti nikmat sekali.. saya kepingin memiliki Bu Resti untuk selamanya. Saya pingin Bu Resti beneran mau jadi istri saya.. jadi anjing saya. Ya?”
Aku menjawab dengan kepasrahan penuh. “Iya Bapak.. memek bundanya Fina buat Bapak aja.. jadiin saya anjing kesayangan Bapak.. dan akhirnya anjingnya jadi dikawinin atau enggak, itu urusan belakang. Tapi anjingnya dan anaknya tetap di urusi ya Pak..”
Pak Haris tersenyum lebar. “Bagus!” Katanya.. “Saya janji.. saya akan mengurusi Ibu dan anak ibu… seperti mengurusi anjing dan anak anjing kesayangan saya..”
Aku menjawabnya sambil memeluk tubuhnya erat. “Terima kasih sayang..” sambil aku mengulum bibirnya. “Ngomong-ngomong, Kontol Bapak juga hebat.. dan bapak jago banget ngegarap saya. Hihihihi… nanti anjingnya dibikin enak kaya tadi lagi ya Pak..”
“Siap Bu Resti… terus jadi anjing kesayangan saya ya..”
“Hehehe.. siap Bapak..” Jawabku. Lalu aku mengajak Pak Haris untuk ngobrol di atas tempat tidur. Dengan sigap, dia langsung duduk di ujung tempat tidur. Namun sebelum menyusulnya, aku yang sedang menggendong Syafina beranjak sebentar ke ruang keluarga. Pak, saya mau matiin lampu depan dulu ya..” Pak Haris menjawabku dengan anggukan kepala dan senyuman.. dan setelah aku mematikan semua lampu, aku segera kembali ke kamarku.
Aku sempat tertegun sesaat melihat Pak Haris duduk menungguku. Benar-benar gagah orang ini. Tubuh telanjangnya benar-benar pemandangan yang enak untuk dilihat dan dinikmati. Apalagi batang zakarnya itu tetap terlihat berdiri menantang, Aaahh.. makin menggilanya aku dibuatnya.
Lalu aku tiduran disampingnya. Pak Haris pun segera berbaring di sampingku. Kami berpelukan dengan mesranya, seperti sudah selayaknya suami istri. Kami saling memuji keindahan Anugerah Awloh pada tubuh kami masing-masing. Lalu, dengan gerakan yang erotis, Pak Haris duduk mengangkang di atas dadaku. Aku tahu maksudnya, lalu dia segera memasukkan batang kontolnya ke dalam mulutku. Kami seperti nggak perduli kalau disamping kami ada Syafina yang belum juga tertidur.
Aku melepas sebentar kontol Pak Haris, dan mengocoknya lembut seraya berkata, “Pak.. kita diliatin Syafina tuuhh.. ngomong dong ke calon anaknya.. ngomong apa kek.. minta ijin kalo mau jadi ayah barunya, tadi kan baru kenalan doang. Biar dia gak bingung nanti, masa Paman Cuma mau nyumpel memek Bundanya aja tanpa ijin anaknya?” Aku tersenyum sebelum aku kembali mengemut kontolnya.
Pak Haris tersenyum. Lalu dia menyulut sebatang rokok, kemudian menggeser posisi anakku untuk mendekat kepada kami, sehingga sekarang dia ada di dekatku berbaring. Lalu Pak Haris mengelus rambut Syafina dan ngomong; “Syafina.. Paman minta izin ngerasain memeknya Bunda kamu yaa.. soalnya, Bundamu ini mau Paman ambil buat jadi istri paman.. jadi harus Paman cobain terus.. boleh ya sayang?”
Sambil tertawa, aku melepas lagi kontol Pak Haris yang ada di dalam mulutku. Dan seolah-olah Syafina yang menjawab, aku berbicara kepada Pak Haris seperti anak kecil, menirukan suara anakku itu, “Iya Pamaann.. boleh.. emang mau Paman apain aja bunda aku?” lanjutku manja.
Pak Haris tersenyum melihat kelakuanku, dan sambil dia sesekali melirik Syafina, dia bicara lagi, “Mau Paman pakai terus memeknya Bunda kamu.. sampai benar-benar pantas untuk jadi istrinya paman.. tapi dia tetep jadi bunda kamu kok..”
“Ooo.. gitu..” sahutku, “Tapi kenapa harus pakai latihan, Paman?”
“Soalnya, biar memeknya bundamu terbiasa sama ukuran kontolnya paman.. Hahahaa..” jawab Pak Haris.
“Habisnya, kontolnya paman besal aneett siihh.. Hahaha.. Paman, nanti sebelum Paman jadi ayah aku yang baru, jangan lupa paman buang istri paman yang lumpuh itu ke tong sampah dulu yaa, memeknya kan gak enak, enakan memeknya bunda akuu..”
Pak Haris tertawa mendengar aku bicara seperti itu, lalu dia menjawab, “Hahahaha… Bu Resti Anjiing!! Hahaha.. makin gak tahan saya mau mengawini Ibu.... “
Aku juga jadi ikut tertawa dengan respon Pak Haris, “Hahahahaa.. sabar ya pamaaannn… sementara ini paman sama bunda bikin dosa aja dulu, paman puas-puasin deh entot memek bunda aku terus-terusan.. nanti kalo istrinya udah paman buang, baru deh paman kawinin bunda akuuu.. terus tobat deh..” Kami berdua tertawa terbahak-bahak dengan obrolan gila ini.
Namun, sedang asiknya kami bercumbu, tiba-tiba terdengar bunyi ketukan di pintu depan. Siapa malam-malam kesini? Namun Pak Haris bicara. “Ibu buka dulu pintunya. Ada kejutan buat Bu Resti. Jangan lupa, pakai baju.. hehehehe….”
Aku tersenyum sambil melihat jam.. sudah jam 12.. Dengan pikiran penuh pertanyaan, aku segera menutup asal-asalan tubuh telanjangku ini dengan lingerie hitam yang tadi aku pakai, sebelum melangkah menuju pintu depan dan membukanya. Pas aku buka pintu, segera aku merasakan angin kencang dan basah dari luar menerpa wajahku, seiring dengan rasa keterkejutan yang menyerangku sekonyong-konyong.1221Please respect copyright.PENANAuvuuxOILeJ
“Hendra?”
“Iya Res.. ini saya..” jawab sosok yang aku sudah lupakan selama hampir setahun ini. Sosok lemah yang sekarang makin terlihat kurus. Ditambah dengan bajunya yang sekarang terlihat basah. Makin memprihatinkan sekali keadaannya. Hampir menjijikan, lebih tepatnya. Sambil menyuruhnya masuk, aku melihat mobil yang tadi sore bareng Pak Haris datang kesini, sedang mengambil posisi parkir di samping mobil Pak Haris. Ooo.. rupanya, orang-orang tadi menjemput si Hendra. Mungkin tadi mereka yang di telfon pak Haris. Ada apa ini? pikirku. Ada cerita apa lagi kira-kira..
1221Please respect copyright.PENANAIayouLRWbJ
“Duduk Hen..” kataku agak kikuk. Ya bagaimana tidak. Sebenarnya, rumah yang aku tinggali ini adalah rumah peninggalan orang tuanya Hendra. Tapi karena kenyataan hidup kami, makanya rumah ini aku klaim paksa sebagai milikku. Dan Hendra sekarang seperti merasa asing dengan rumah yang pernah kami tinggali bersama ini. Lalu dia duduk berhadapan denganku. Sepertinya dia sadar dan tau kalau aku nggak pakai apa-apa dibalik lingerie ini. Tapi masa bodolah… “Nggak usah dibikinin minum ya…” kataku. “..badan gue capek.. pegel, abis di pake sama..” belum selesai aku bicara, aku mendengar suara pintu kamarku dibuka.
Tak lama kemudian, terlihat Pak Haris keluar dari dalam kamarku dengan membawa tumpukan dokumen yang tadi sore dia bawa. Aku seperti hendak menahan senyum dengan kondisi ini. Pak Haris keluar kamar hanya dengan memakai celana pendek yang terlihat agak tipis. Sehingga gundukan besar daging yang terlihat panjang di arah selangkangannya itu, bergerak sebebas-bebasnya seiring dia berjalan. Sementara dada bidangnya terlihat jelas, karena memang dia nggak pakai kaos atau penutup apapun. Lalu dia duduk di sampingku. Benar-benar rapat dengan tubuhku. Lalu dia mulai bicara sama si Hendra.
“Hen…” kata Pak Haris tegas memulai pembicaraan.
“Iya Pak..” jawab si pengecut itu dengan suara bergetar dan nada bicara yang takut-takut.
“Jadi gini Hen.. Gue langsung aja ya.. biar lo juga gak kelamaan disini. Masih ada yang pingin gue kerjain soalnya. Ok?” kata Pak Haris sambil tersenyum dan melirik ke arahku, seraya mengelus-elus pahaku.
“I.. iya .. Pak..”
Lalu Pak Haris membuka beberapa dokumen dan memperlihatkannya pada Hendra. “Ini adalah surat-surat kuasa dan surat-surat perjanjian yang harus lo tanda tangani. Disini ada surat pernyataan Alih Hak milik atas tanah dan rumah ini. Ini kan sertifikatnya masih atas nama bapak ibu lo… Mereka sudah pada mati kan.. jadi seharusnya ini adalah hak milik elo. Tapi, lo harus tanda tangani surat kuasa ini, karena besok gue mau urus sertifikatnya, mau gue balik nama jadi punyanya Resti. Jadi rumah dan tanah disini udah bukan punya lo lagi. Ngerti ya..?”
1221Please respect copyright.PENANA90DSndTVUD
Sumpah!! Aku kaget dengan kata-kata Pak Haris.. Rasa kaget yang bercampur rasa senang sebenernya. Karena menurutku, dia sudah mulai menunjukkan keseriusannya dalam menjalin hubungan denganku. “Eh jawab!” Bentak Pak Haris sambil menggebrak meja. Membuyarkan pikiran sesaatku tadi, dan mengagetkan si Hendra.
“I.. i. ii.. iya pp.. pak.. nger.. nger.. ngertii..” jawabnya dengan terbata-bata.
“Bagus!” jawab Pak Haris. “Nah.. sebagai kompensasi dan ganti ruginya adalah..” Pak Haris berhenti sebentar disini untuk menyulut sebatang rokok. “..Lo gak akan gue pecat dari kantor Gue! Paham ya sampe disini?”
“Iya Pak.. paham.. terima kasih..” jawab Hendra. Dia menunduk semakin dalam. Hmm.. tiba-tiba, aku merasa senang dengan keadaan ini. Kenapa? Karena aku sadar, tampaknya aku akan kembali menyaksikan penindasan terhadap Hendra. Bila dulu Norman melakukannya kepada fisiknya Hendra, sekarang Pak Haris melakukannya kepada mental, bahkan mungkin spiritualnya Hendra. Apapun itu bentuknya, aku nggak perduli. Intinya adalah, semua yang dilakukan Pak Haris kepada Hendra ini, kembali mendera birahiku.
Aku langsung menyilangkan kakiku, karena ada cairan yang mengalir keluar dari dalam selangkanganku. Aaahh.. nikmat sekali rasanya. Aku terus menyaksikan dan menikmati deraan mental Pak Haris untuk Hendra ini dengan juga menyulut sebatang rokok.
“Terus yang kedua.” Lanjut Pak Haris. “Gue tau Syafina bukan anak dari elo.. tapi biar gimanapun, akte kelahirannya masih menyatakan kalo lo adalah bapaknya. Lo tanda tanganin surat kuasa yang ini..” lalu Pak Haris menyodorkan 1 berkas ke hadapan Hendra, “..buat gue urus suratnya Syafina. Mau gue bikin statusnya dia sebagai anak kandung Gue! Dan sebagai kompensasinya.. Gaji lo jumlahnya akan tetap, gak akan gue potong! Paham lagi ya sampe disini?”
Aku makin bangga dan salut oleh keberanian Pak Haris. Dan sebagai ucapan terima kasih, aku menggenggam tangannya, dan mencium pipinya. Aku nggak perduli walau aku melakukannya di depan Hendra. Lalu aku melihat Hendra menanda tangani semua berkas-berkas tersebut. Tangannya memang gemetaran ketika dia melakukannya, tapi aku nggak perduli. Yang penting, dia sudah nggak punya hak lagi buat semuanya.
“Nah.. Bagus!” Sahut Pak Haris kemudian. “Tapi gini Hen..” katanya lagi sambil menghembuskan asap rokok. “Lo nggak akan kerja lagi di kantor gue yang disini ya.. Lo gue mutasi ke kantor cabang yang di Papua.. yang di Sentani.. Lo gue jadiin Kepala Gudang di sana.. tapi gaji lo sama kayak disini. Mulai besok ajalah lo kesana. Selain karena kantor sana butuh orang gudang, gue udah gak mau liat lagi muka lo disini. Ngerti yang gue maksud ya..”
“Ii.. iya P.. pak..”
Ahhh.. aku semakin terangsang dengan gaya Pak Haris ini. Ingin aku mengucapkan sesuatu, namun sebelum aku sempat mengucapkan apa-apa, tiba-tiba Pak Haris ngomong lagi. “Jadi gini Hen.. kenapa lo gue gue buang ke Papua? Biar gimanapun lo orang yang jujur. Sayang lo punya kelemahan. Contoh: Lo gak bisa kasih anak ke istri lo. Beda sama gue.. kalo gue kan karena bini gue stroke, terus lumpuh.. bukan karena gue gak mampu. Kalo lo kan parah.. lo yang gak bisa dan gak mampu jaga istri lo sendiri.. sampai akhirnya istri lo bisa sebebas-bebasnya dipake sama orang banyak.. sampe hamil pula. Gue gak suka itu. Itu namanya GOBLOK!! Makanya lo gue kirim ke Papua.. biar lo jadi orang yang kuat dan tangguh. Ngerti ya Hen..?”
Aku lihat si Hendra mengangguk-angguk. Lalu Pak Haris melanjutkan lagi kata-katanya. “Dan kejujuran lo gue hargai.. Lo pernah bilang ke gue kalo memeknya Resti sempit dan enak.. ternyata bener! Lo gak bohong.. gue hargai itu.” katanya sambil mengurut sendiri batangannya yang mulai terlihat bangun. Hihihihi…. “Terus..” lanjutnya lagi. “Gue pernah ngomong kan ke elo, kalo gue punya niat ngawinin Resti. Tapi gue bilang, gue harus bisa ngerasain si Resti dulu sebelum dia gue kawinin. Inget kan? Dan Alhamdulilah, niat gue kesampaian. Gue baruuu aja selesai nyobain memeknya Resti.. enak banget Hen.. hahahaha…. Baru sekali sih.. inshaallah, secepatnya lo keluar dari rumah ini, gue mau pake lagi memeknya mantan bini lo ini.. hahaha..!!”
Hendra seperti terpukul sekali. Dia merasa kecil dan tak berdaya. Aku senyam-senyum aja melihat keadaan ini. Dan secara naluriah, tanganku bergerak ke arah selangkangannya Pak Haris untuk menggenggam dan mengurut batang zakarnya. Pak Haris juga tersenyum dengan perlakuanku. Dia malah langsung duduk mengangkang, seolah membebaskan selangkangannya untuk aku jamah. Bahkan dia merangkul pundakku dengan lembut, dan menarik tubuhku, untuk dapat makin merapatkan tubuhku di tubuhnya.
Lalu aku membisikkan sesuatu di telinga Pak Haris. Dia tersenyum mendengar ideku. “Bu Resti yakin?” tanyanya. Aku mengangguk-angguk sambil tersenyum. Dan setelah dia sekali lagi meyakinkan aku untuk menjalankan ideku, dia kemudian berbicara lagi dengan Hendra. “Hen..”
“Ii.. iya Pak?” jawab si Hendra.
“Barusan Bu Resti minta gue nanya soal punya lo. Itu lo kecil banget ya?” Tanya Pak Haris sambil menahan tawa. Sementara si Hendra kelabakan menjawab pertanyaan Pak Haris.
“Mm.. m.. maksud.. ba.. bapak?”
“Jangan pura-pura bego Lo!’ bentak Pak Haris. “Kata Resti, titit lo kecil banget. Bener?”
“Heh!! Ngaku! Jangan berani bohong lo..” kataku ikut membentak si Hendra.
Wajah Hendra bersemu merah karena menahan deraan rasa malu yang teramat sangat akan penghinaan dan penyiksaan pada mentalnya ini. “Ii.. iya Pak..”
Aku dan Pak Haris tak kuasa menahan tawa. “Tuuhh… Aku bener kan sayang?” sahutku.
“Hahahaha… iya, iya.. dia ngaku.. Pantesan Bu Resti nyari kontol lain..” sahutnya kepadaku. “Makanya Hen..” lanjut Pak Haris, “..jadi laki-laki itu, harus punya kontol yang besar biar dihargai sama perempuan. Paling tidak, biar bisa bikin istri lo sendiri puas.. supaya dia gak nyeleweng, jelalatan nyari kontol lain.. berarti selama ini yang salah elo. Bukan Resti! Resti nggak pernah salah sebenernya. Ya wajar kalo memeknya pengen ngerasain di entot banyak kontol yang lebih gede dari punya lo.. Gimana sih lo? Tolol! Hahaha..”
Lalu gantian aku yang angkat bicara. “Pak..” kataku dengan manja pada Pak Haris. “Kasih liat dong punya Bapak.. biar manusia ini tau, laki-laki sejati itu seharusnya punya kontol yang seperti apa yang bisa bikin perempuan puas.. sampai lemas.. hihihii….”
“Hehehehe.. Bu Resti bisa aja..” ujar Pak Haris sambil tak urung melepas celana dalamnya sendiri. Otomatis kontol besarnya langsung terlihat oleh Hendra. Lalu Pak Haris menyulut sebatang rokok lagi, sementara aku langsung mengurut dengan lembut dan mesra kontol yang baru saja membuatku orgasme sampai terkencing-kencing ini. Bahkan Pak Haris sudah tak perduli kalau dia sekarang telanjang bulat.. hahahaha….
“Eh Monyet!” panggilku kepada Hendra. “Ini baru yang namanya KONTOL!” kataku sambil menggenggam kontol Pak Haris. “Barang kayak gini yang bisa bikin perempuan nurut sama laki-laki. Barang kayak gini yang bisa bikin perempuan hormat sama laki-laki. Dan yang jelas, barang kayak gini yang bisa bikin perempuan mau untuk jadi Anjing piaraannya laki-laki.. Ngerti lo? Dan Iya.. sekarang gue adalah ANJING BARUNYA BOSS LO!”
Hendra mulai menangis. Harga dirinya mulai aku hancurkan lagi. Lalu Pak Haris berkata kepada Hendra. “Eh Hen.. lo jadi laki-laki lemah amat.. Kenapa lo nangis? Resti kan udah bukan bini lo lagi. Jadi dia mau ngapain aja sama hidupnya udah bukan urusan lo lagi dong. Gimana sih lo? Seharusnya lo bahagia, ngeliat mantan bini lo ini bahagia. Coba kalo masih sama elo.. menderita dia! Udah miskin, terus dapetnya titit!”
Lalu Pak Haris menghembuskan asap rokoknya. “Mau tau kenapa Resti bahagia? Gue kasih tau lo ya.. Mantan istri lo ini bahagia, karena dia sadar, memeknya masih ada yang doyan. Masih bisa di nikmati sama kontol orang lain, sama KONTOL gue, BOS LO!!
1221Please respect copyright.PENANAR7PP7hSFXU
Itu berarti, mantan bini lo masih layak buat punya suami lagi.. memeknya mantan bini lo masih layak buat di masukin kontol lagi.. berarti memeknya Resti masih layak buat dinikmatin sama KONTOL GUE. Dan ketika kontol gue puas, Resti pasti kaya! Berarti memeknya Resti bisa menghasilkan uang buat dirinya. LO nggak menghargai gue dong kalau begini caranya? Anjing lo ya.. nggak tau terima kasih..!”
Aku sudah gak bisa menahan lagi tawaku. Aku tertawa terbahak-bahak melihat semua adegan ini. Birahiku kembali terpompa dengan deras. “Eh Babi!” sahutku, “..bilang terima kasih sama LAKI GUE karena nggak mecat lo.. Bilang terima kasih karena Bos lo ini mau ngurusin gue sama anak gue.. udah kayak anjing kesayangannya. Bukan jadinya lo malah nangis gini, bilang terima kasih, Monyet! Bangsat lo yaaa!!!” bentakku bertubi-tubi sampai saking gemasnya, aku lempar kepalanya pakai asbak yang diatas meja. “Nyesel gue pernah mbolehin titit lo masuk ke dalem memek gue.. GUE NYESEL, Anjiinggg…!!!”
Diiringi dengan gelak tawa Pak Haris, aku melihat Hendra akhirnya mengangguk-angguk. Dan dengan suara yang sangat lirih, dia mengucapkan terima kasih kepada Pak Haris. Hahahahahahaha.. Lama-lama dia bisa gila nih, pikirku. Aku lalu mengulum bibir Pak Haris sambil masih mengocok kontolnya dengan mesra dan lembut. Dan aku berbisik di telinganya, “Makasih majikanku udah mau nurutin anjingnya. Bapak memang lelaki idaman Bundanya Syafina deh.. hihihihihi.. dan minta satu lagi dong Bapak..”
“Minta apa lagi, anjing kesayangan saya?” tanya Pak Haris sambil juga berbisik.
“Hmm.. urungkan aja niat Bapak mindahin monyet ini ke Papua..”
“Maksud Ibu?”
Sambil tersenyum manja aku berbisik untuk mengeluarkan kata-kata pamungkas dari permintaanku. “Saya udah jijik banget Pak ngeliat dia.. di ‘proses’ juga ajalah monyet satu ini..”
Pak Haris melihatku dengan pandangan serius. “Bu Resti yakin?”
Sebelum menjawab, aku meyakinkan Pak Haris bahwa Hendra sudah menanda tangani semua surat kuasa dan surat-surat perjanjian tadi. Setelah Pak Haris mengeceknya dan menyatakan kalau semua sudah beres, lalu aku menjawab Pak Haris. “Yakin Pak. ‘Diproses aja!”1221Please respect copyright.PENANARO5BF8ciQZ
Dan sebelum dia menarik kepalaku untuk melumat bibirku, dia menelfon entah siapa untuk menjemput bekas suamiku itu. Kemudian Pak Haris meminta aku untuk melepas lingerieku dan membuka pintu. Dan tiba-tiba, tak lama kemudian, ada satu orang laki-laki tinggi besar yang masuk ke dalam rumah. Lalu dengan amat kasar, dia menjenggut rambut Hendra dan menariknya keluar dengan menyeretnya. Lalu, bahkan sebelum Hendra benar-benar keluar dari dalam rumah, Pak Haris meminta orang itu untuk berhenti dan memerintahkan bodyguardnya itu untuk memalingkan wajah Hendra ke arah kami.
Aku yakin, dengan jelas, dia melihatku berlutut di hadapan Pak Haris yang duduk mengangkang dan langsung memasukkan kontolnya kedalam mulutku untuk mengulum serta menikmati besarnya Kuasa Awloh atas diri dan Kontol Pak Haris. Dan tak lama kemudian, Bodyguardnya Pak Haris keluar rumah sambil terus menyeret Hendra. Dan sejak saat itu, aku tak pernah melihatnya lagi.. untuk selamanya.. hahahahaha…. Maka dimulailah hidupku yang baru.
1221Please respect copyright.PENANAIUeVjz1St2
Bersambung...
ns 18.68.41.175da2