"Selamat Siang. Ayah... Aku pulang..." aku dan Jed memutuskan untuk pulang sebelum Jed mengajakku ke suatu tempat, Jed sengaja merubah rencananya yang semula akan mengajakku pergi dulu sebelum pulang.
"Hane.. Jed.. Kenapa kalian sudah kembali? Hane, apa kamu tidak bekerja?" Ayah sedikit kaget melihat kedatangan kami lebih awal dari biasanya.
"Ayah.. Duduklah dulu, aku ingin memberitahu sesuatu. Oh ya, Ma.. Duduk disini..." ucapku dengan tenang sambil sesekali melihat Jed yang tampak lebih tenang dariku.
"Ada apa, Nak?" Mama mengelus punggungku dan sedikit melirik ke arah Jed yang daritadi sibuk memainkan jemarinya.
"Ehm... Ayah, Ma.. Aku memutuskan untuk berhenti bekerja, aku sudah mengajukan pengunduran diriku tadi pagi." aku mengatakannya dengan tegas tanpa berani menatap kedua orangtuaku.
"Ah... Kenapa, Hane? Apa ada masalah denganmu?" aku merasakan Ayah menatapku sekarang.
"Tidak. Aku hanya lelah. Sangat lelah. Aku hanya ingin istirahat sebentar, Ayah. Aku juga sudah lama ingin pergi dari perusahaan itu. Terlalu banyak kenangan tidak mengenakkan yang terjadi disana. Sejauh ini aku bertahan karena teman-temanku. Tapi kali ini aku menyerah, Ayah. Aku sudah tidak terlalu kuat menahannya lagi." aku mencoba menjelaskannya perlahan pada semua orang yang ada di ruangan ini. Aku mencoba sebisa menahan kepedihan yang aku rasakan sekarang.
"Hane..." aku merasakan tangan Jed sedikit gemetar memegang tanganku. Aku tahu dia pasti terkejut mendengar penjelasanku ini.
"Ayah, disanalah aku bertemu Venon untuk pertama kalinya. Kami memang bekerja diperusahaan yang berbeda tapi kami selalu bertemu dalam beberapa kesempatan. Kami melewati hari demi hari bersama, sampai akhirnya kamu memiliki suatu hubungan. Tapi, sebuah kesalahpahaman memisahkan kami. Aku berusaha untuk melupakannya. Kami pun masih sering bertemu dan aku mencoba untuk menghindarinya. Sampai suatu waktu aku sangat tertekan dengan kenyataan bahwa aku mencintainya karena dia adalah cinta pertamaku. Aku tetap ingin bertahan disana dengan sedikit kenangan yang sulit aku lupakan bersamanya. Aku tidak tahu bagaimana untuk meninggalkannya saat itu. Aku tahu dia ingin memperbaiki kesalahapahaman kami, tapi aku selalu menolaknya. Sampai akhirnya aku benar-benar membencinya. Saat itu aku ingin menghilang dari sini. Tapi aku sadar semua itu akan sia-sia berkat Jed yang saat itu datang ke dalam hidupku. Aku menyadari semuanya akan terlewati jika aku tetap berusaha. Jed adalah penyelamatku, Ayah. Walaupun Venon adalah cinta pertamaku, tapi Jed adalah cinta sejatiku. Dia adalah nyawa kedua bagiku.." aku menahan air mataku saat mengingat Venon kembali. Aku merasakan aura kehangatan yang muncul di dalam ruangan ini. Jed semakin erat menggenggam tanganku.
"Terima kasih, Sayang." Jed sedikit berbisik menatapku.
"Sayang. Anakku. Ayah bangga padamu.. Ayah tidak tahu harus berkata apa, tapi Ayah yakin ini adalah pilihan terbaik darimu.." suara Ayah sangat lembut mengatakannya.
"Terima kasih sudah menerima semua penjelasanku.." aku sedikit tersenyum memandang mereka semua.
"Maaf.. Aku juga ingin mengatakan sesuatu pada kalian.." kata Jed tiba-tiba sedikit mengagetkanku.
"Silahkan, Jed." Ayah menoleh ke arah Jed dengan rasa ingin tahu.
"Jed, kenapa wajahmu tegang begitu? Apa ada sesuatu yang serius, Nak?" suara Mama mengagetkan aku dan Jed. Aku dan Jed saling bertukar pandang beberapa saat sebelum Jed menjawab pertanyaan Mama.
"Ehm... Maafkan aku sebelumnya. Mungkin apa yang akan aku katakan sekarang terlalu cepat, tapi ini adalah isi hatiku yang paling dalam." sesaat Jed menghela nafas pendek sebelum melanjutkan ucapannya.
"....." aku, Ayah, dan Mama memasang wajah yanh serius mendengarkan Jed.
"Aku sangat mencintai Hane. Bagaimanapun masa lalunya, aku mencoba untuk menerima Hane apa adanya tanpa kecuali. Bagiku Hane adalah sesuatu yang sangat berharga dan tidak ada yang bisa menggantikannya untuk saat ini. Untuk semua itu, aku ingin memiliki Hane seutuhnya. Aku........" Jed tampak begitu serius melanjutkan perkataannya dengan sesekali memandang kami bergantian.
"Lanjutkan...." suara Ayah tampak sedikit lebih berat dari biasanya.
"Aku ingin menikahi Hane. Aku ingin bersama dan menjaganya mulai sekarang." suara Jed sedikit lebih tinggi menatap Ayah dan Mama.
"HAHAHAHA....... Kenapa baru sekarang, Nak?! Kemana saja nyalimu dari pertama kita bertemu?" suara Ayah tiba-tiba berubah menjadi lebih ringan. Aku dan Jed sedikit terkejut melihat reaksi Ayah yang di luar dugaan kami sebelumnya.
"Maafkan aku, Ayah. Aku hanya ingin meyakinkan diriku dan Hane tentang hubungan kami." Jed menjawab apa adanya tanpa menoleh ke arah Ayah yang masih tertawa gembira.
"Jed... Terima kasih sudah menjaga putriku sampai saat ini. Aku adalah seorang ibu yang sangat banyak kekurangan, Hane layak mendapatkan seseorang yang selalu menjaganya setiap saat.." Mama menatap Jed dengan mata berkaca-kaca dan terus memegang jari-jarinya.
"Tidak, Ma. Mama sudah berbuat sebaik-baiknya untukku. Tolong jangan berkata seperti itu lagi." sahutku memandang kedua orangtuaku.
"Baiklah. Ayah dan Mama setuju dengan lamaran Jed. Begitu pun dengan Hane yang sudah setuju dengan semuanya. Kita cukupkan sampai disini. Besok Ayah dan Mama akan memikirkan tentang persiapan pernikahan kalian sebelum kami pulang. Jed, apakah kakakmu sudah tahu tentang ini?" Ayah mulai memencet ponselnya dan sesekali menatap ke arah Jed.
"Sudah.. Kakak juga sudah menyetujuinya. Tapi....." suara Jed tertahan dan mengambil nafas panjang yang membuatku sedikit gemetar.
"Ada apa, Nak?" giliran Mama yang bertanya dengan suara lantang.
"Maafkan aku, tapi aku tidak bisa menghubungi kedua orangtuaku sejauh ini. Sebenarnya aku tidak ingin menunggu mereka yang tidak pasti akan menemuiku dan kakak lagi. Aku hanya punya kakak yang juga aku anggap sebagai orangtuaku sendiri, jadi aku berharap semuanya akan berjalan dengan baik tanpa mereka." suara Jed sedikit membesar menjelaskan pada mama. Aku pun ikut sedikit merasa kesal mendengarnya.
"Oh... Ma... Kita sudah pernah membahas masalah orangtua Jed, jadi menurutku kita abaikan saja mereka. Nanti kita akan bahas lagi." Ayah berusaha mengingatkan mama tentang semuanya dan mama mengangguk setuju dengan ucapan ayah.
"Baiklah... Aku ke dalam dulu, aku ingin pergi sebentar dengan Jed. Jed, tunggu sebentar, aku gantu pakaian dulu." aku menepuk pundak Jed dengan lembut dan Jed hanya tersenyum padaku.
"Ma, buatkan kami minuman sambil menunggu Hane kembali.." suara Ayah yang nyaring masih terdengar dari balik pintu kamarku.
Aku tidak memikirkan apapun saat ini. Setelah menjelaskan semuanya, ada perasaan lega dalam diriku. Aku sangat bahagia. Sekarang, aku hanya menunggu sampai hari bahagia itu tiba. Aku mulai merias diriku perlahan. Setidaknya aku harus tampil dengan cantik mulai sekarang. Jed adalah seseorang yang memiliki banyak penggemar, jika aku masih berpenampilan apa adanya mungkin Jed akan lebih banyak digoda para perempuan yang melihatnya walaupun Jed tidak akan mengindahkannya tapi hatiku berkata aku harus sedikit membenahi penampilanku. Setelah selesai, aku segera keluar kamar dan menuju ruang tamu lagi.
"Kita jadi pergi?" tanyaku mengejutkan semua yang ada disana.
"Ah... Hane! Putri Ayah?!" Ayah yang tampak kaget melihatku juga sedikit ternganga.
"Baiklah... Aku harap aku tidak norak.." aku lebih ternganga melihat pandangan mereka kepadaku.
"Anak kita semakin hari semakin bisa berdandan, dan sangat cantik.." Mama sedikit menggodaku dengan senyumnya.
"Ayo, Jed kita pergi.." ajakku dengan lembut.
"Ehm... Baiklah. Ayo kita pergi sekarang." Jed yang masih terlihat bingung menatapku berdiri dengan cepat.
"Kami pergi dulu. Mungkin aku pulang agak larut. Bye Ayah, Mama.." aku dan Jed segera beranjak pergi.
"Hati-hati kalian..." teriak mama dari dalam.
"Sayang, kenapa kamu berdandan cantik?" tanya Jed tiba-tiba sebelum kami sampai parkir mobil.
"Jed..." aku tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan Jed.
"Aku semakin mencintaimu, Hane." Jed menggenggam erat jemariku.
"....." aku hanya tersenyum menatapnya.
ns 15.158.61.20da2