Chapter 10 : Hell
Chanyeol mungkin bukan seseorang yang taat dalam beragama namun ia mempercayai bahwa neraka itu ada. Buktinya di depannya ini berdiri sesosok iblis yang anggun dan menawan dimana siap melemparmu ke neraka kapan saja saat kau lengah. Maka dari itu Chanyeol berusaha agar tidak lengah dan bersikap pengecut saat diancam seperti.
Chanyeol tertawa mengejek terhadap pemikirannya barusan. “Kau pikir kau siapa sampai mengancamku begitu, hah? Apa kau buta atau tuli?”
Sejujurnya kalimatnya tadi terdengar bodoh sebab sekarang wanita jelmaan iblis itu menatap Chanyeol dengan pandangan yang sangat menusuk. Sedangkan lelaki di sampingnya sudah berkeringat dingin entah karena apa.
Sekretaris Kang tahu bahwa lelaki itu sebentar lagi tidak akan selamat maka dari itu ia berusaha mengambil alih pembicaraan. “Um sebenarnya Tuan Chanyeol, kami disini sedang mencari Nona Jung Yong-gi.”
“Kenapa dengan gadis itu?”
“Kenapa kau berisik sekali berengsek?”
Suasana semakin memburuk. Sekretaris Kang tak mampu berbuat apa-apa begitu juga Chanyeol. Wanita di depannya ini benar-benar dalam perasaan yang buruk sehingga sedari tadi menelanjangi pintu apartemen Chanyeol dengan tatapan matanya berusaha menahan diri untuk tidak menendang pintu itu.
Wanita berambut hitam digulung itu maju mendekati Chanyeol. “Kau hanya perlu menjawab pertanyaanku dengan cepat dan benar. Tidak usah bertanya ini dan itu. Sekarang katakan kepadaku dimana gadis itu atau kuledakkan pintu apartemen ini.”
Chanyeol menatap wanita di depannya dengan pandangan menantang. “Aku heran dengan sikapmu Nona. Tapi biar ku katakan kalau gadis yang kalian cari itu tidak ada disini bahkan dimana-mana.”
Perkataan Chanyeol mampu membuat wanita di depannya mengernyit. “Kau bilang ia tidak ada disini?”
Chanyeol mendesah dan membelai pipi wanita itu dengan pelan. “Sure. Apa kau kakaknya? Jujur saja kalian berdua sangat mirip.”
Tangan Chanyeol dihentak sangat kuat oleh wanita itu. Chanyeol dapat melihat mata yang penuh amarah itu membelalak saat mendengar penyataan Chanyeol barusan.
“Jangan pernah kau samakan aku dengan sampah itu. Aku tidak sudi,” katanya dengan suara dingin. Ia kemudian berjalan meninggalkan apartemen itu dengan Sekretaris Kang yang tersenyum canggung saat berpamitan dengan Chanyeol.
Chanyeol tahu tidak semua hubungan saudara itu harmonis tetapi ia tidak pernah mendengar seseorang rela mengatakan saudaranya sendiri sampah dengan ekspresi dan suara jijik seperti itu.
Seolah Jung Yong-gi memang seonggok sampah yang busuk, menjijikkan, dan tidak berguna.
“Apa yang sebenarnya terjadi dengan cewek itu?”
**
Sekretaris Kang sudah lama mengenal keluarga atasannya ini. Menjadi kaki tangan seorang wanita yang baru berumur 26 tahun merupakan sebuah pengalaman fantastis karena atasannya itu benar-benar bertangan dingin. Entah apa yang merasukinya hingga menatap mata atasannya langsung ia tidak sanggup.
Ia tahu ini terdengar aneh tetapi tidak ada seorangpun yang mampu melukai atasannya itu walau Cuma satu titik luka.
Pagi tadi semuanya baik-baik saja. Ia berada di ruangan atasannya itu sembari memberikan beberapa dokumen penting untuk dicek dan ditandatangani. Atasannya yang bernama Jung Sana ini bahkan melalui hari ini tanpa berkata pedas atau pun bersikap buruk. Sunggu hal yang langka baginya.
Namun kesenangan itu kandas saat tiba-tiba telepon berbunyi di atas meja atasannya itu. Awalnya biasa saja tetapi tiba-tiba wajah atasannya itu mengeras dan pandangan mata yang sedingin es itu mampu membekukan tubuhnya hingga lidahnya terasa kelu untuk berucap.
Jung Sana berdiri tiba-tiba dan meninggalkan setumpuk dokumen yang telah berserakan di lantai karena wanita itu menutup telepon dengan kasar.
“Kau..” kata Sana dengan suara sarat amarah kepada Sekretaris Kang. “Siapkan jet pribadiku, kita berangkat ke Berlin sekarang juga.”
Setelah mengatakan itu Sana meninggalkan ruangan itu dengan langkah tegap diikuti Sekretaris Kang. Sepanjang perjalanan menuju bandara atasannya itu terus memijat pelipisnya. Sesaat sebelum mereka turun dari mobil, ponsel Sana berbunyi dan wanita itu mengangkatnya.
“Aku sudah di bandara untuk pergi ke Berlin.”
“...”
“Yong Bin juga disana?”
Sana berjalan seraya terus berbicara di ponsel hingga mereka sudah di landasan dan bersiap-siap memasuki jet. Namun wanita itu berhenti dan segera saja melempar ponsel itu ke lantai hingga hancur berkeping-keping.
“Kita..” Sana mengatur nafasnya yang memburu. “Kita ke Korea sekarang juga. Ada sampah yang harus aku bereskan di sana.”
Bagi Sekretaris Kang siapapun yang berhasil membuat Jung Sana seemosi ini pastilah benar-benar sampah.
Dan ia tahu siapa orang malang yang telah dicap sebagai sampah tersebut.
**
Tidak ada yang membuka suara di sepanjang perjalanan setelah meninggalkan apartemen milik Jung Yong-gi. Suasana yang mencekam itu membuat Sekretaris Kang meneguk ludah. Hingga perhatiannya teralihkan oleh panggilan telpon dari seseorang yang sangat ia kenali.
Lelaki itu mengangkat dengan cepat dan berusaha berbicara sepelan mungkin. “Halo Nona Yoo.”
“Apa keponakanku bersamamu Sekretaris Kang?”
Sekretaris Kang melirik sebentar atasannya di balik spion depan lalu kembali memfokuskan diri ke panggilan itu. “Ada Nona.”
Eun Kyo menghela nafas di seberang sana. “Sekarang bawa keponakanku itu ke Berlin dan biarkan aku berbicara dengannya sebentar. Tapi...” Sekretaris Kang menghentikan pergerakannya yang bersiap memberikan ponselnya kepada Nona Jung. “Apa dia berhasil menemukan Yong-gi?”
“Nona Yong-gi tidak ada di apartemennya Nona,” ucap Sekretaris Kang berusaha suaranya itu tidak terdengar Sana.
“Syukurlah. Sekarang tugasmu untuk membawanya menuju bandara sedangkan urusan Sana biar aku yang urus.”
“Baik Nona.”
Panggilan itu langsung diserahkan kepada atasannya dengan gerak tubuh.
Saat Sana menerima panggilan itu ia berdecak malas.
“Sana, aku tahu apa yang akan kau lakukan tetapi aku menyuruhmu untuk tidak menyakiti Yong-gi lagi.”
Sana tersenyum mengejek mendengar perkataan aneh itu keluar dari mulut bibinya dengan enteng.
“Tidak ada yang bisa kau lakukan terhadap Yong-gi, Sana. Ia tetap tidak akan mendengarkan jadi biar aku yang menemui adikmu,” Lanjut Eun Kyo meyakinkan.
Sana berusaha menahan diri agar ponsel yang bukan miliknya ini tidak terlempar ke luar jendela. Nafasnya memburu seakan jantungnya bisa saja meledak kapan saja jika ia terus menahan diri seperti ini.
“Aku tidak mengerti kenapa Bibi sangat peduli sekali dengan sampah itu. Tapi dengar ya Bibi, aku peringatkan untuk terakhir kalinya agar jangan menyebut sampah itu sebagai adikku. Aku hanya punya dua adik.” Bunyi gemerletuk dari gigi Sana sebagai penutup kalimat panjangnya itu.
Eun Kyo berbiacara dengan panik. “Sana! Kau tidak boleh berkata seperti itu! Dia tetap adikmu! Ingat itu Sana!”
“AKU TIDAK PEDULI. SAMPAI AKU MATIPUN AKU TIDAK AKAN MENGAKUINYA! BAHKAN WALAU HARUS MASUK NERAKA SEKALIPUN.”
Eun Kyo terkejut dari seberang sedangkan Sekretaris Kang sudah gemetar hebat mendengar teriakan nyalang dari atasanya itu bahkan sopir di sebelahnya pun berkeringat hebat.
“Sana! Tunggu dengarkan-“
Tut. Panggilan itu diputus secara sepihak dan ponsel itu dilempar Sana ke arah Sekretaris Kang.
“Awas saja jika aku berhasil menemukanmu kau akan langsung kubunuh, berengsek.”
ns 15.158.61.7da2