Chapter III :When Engagement Becomes Trouble
Yong-gi keluar dari perkarangan rumah Han Sunbae. Ia menatap mobil sportnya sebentar lalu bersandar pada pintu ketika gadis itu mendapatkan sms. Ia membukanya lalu matanya membola. Ia kesal dan melampiaskan kekesalannya dengan menendang kuat ban mobilnya.
“Shit. Nenek renta ituu.....”
Ia merasa baru tadi di Korea sekarang sudah menginjakkan kakinya di Jepang. Berbekal ransel dan baju yang sama saat datang ke pesta Han Bo Gum namun ditambah dengan topi hitam yang menutupi mata. Ia memasang kacamata ketika sopir jemputannya sudah tiba. Yong-gi langsung masuk saat pintu mobil dibuka.
Mansion yang besar dan juga luas. Yong-gi mengernyit, ia rasa neneknya tidak mempunyai mansion seperti ini di Jepang. Atau apakah baru dibeli? Mungkin saja. Ia langsung disambut oleh pelayan rumah tersebut, saat pintu mobil dibuka ia melangkahkan kaki dengan anggun tanpa melepaskan kacamata sama sekali. Saat pintu terbuka, mau tidak mau ia melepaskan kacamatanya.
“Apa-apaan ini?”
Yong-gi menemukan bibinya tengah menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Bibi yang masih muda itu memegang bahu keponakannya erat. “Kau seharusnya tidak melakukan kesalahan lagi, Yong-gi.”
“Hah? Apa maksud Bibi? Bukannya aku baik-baik saja?”
Bibinya menggelengkan kepala tanda tidak setuju, “No. No. No. Mengapa kau mencoba kabur saat pertemuan para pemegang saham waktu itu?”
Yong-gi menatap tidak percaya atas ucapan bibinya itu. “Bukannya kejadian itu sudah lama? Kenapa baru sekarang Nenek Renta itu mempermasalahkannya?”
Bibinya tidak mendengarkan ocehan Yong-gi, ia malah memberi isyarat pelayan yang telah menunggu setia di samping wanita berumur 26 tahun tersebut. Yong-gi mencoba memberontak.
“Jelaskan padaku apa yang terjadi Bibi.” Suara berat itu tidak membuat perempuan itu gentar, semua keluarganya emang seperti itu. Ia malah menyuruh pelayan tersebut cepat-cepat membawa keponakannya ke kamar.
Yong-gi tidak bisa berbuat apa-apa hanya menggigit bibirnya mencari akal tetapi tidak ada satupun yang terpikirkan olehnya.
“Dammit.”
**
Ruangan yang tertutup dan kedap suara. Pembicaraan yang sangat formal dan beretiket. Ketukan pintu terdengar lalu menyusul dua sosok perempuan yang datang dengan balutan dress formal mereka. Jung Yong-gi dan bibinya. Yong-gi menatap panik ke arah neneknya yang duduk membelakanginya. Ia hanya terfokus pada punggung neneknya itu.
Yoo Eun Kyo menatap sebentar ke arah Yong-gi lalu mendorong keponakannya itu untuk duduk di kursi. Setidaknya Yong-gi beruntung ia tidak duduk bersebelahan dengan neneknya. Lalu ia memfokuskan diri dan menatap ke depan. Tapi pandangannya langsung berubah datar.
Setelah semuanya berkumpul akhirnya Kwan Min Yun –nenek Yong-gi- membuka suaranya. “Langsung ke intinya saja.” Ia tersenyum manis, Yong-gi tetap tidak bergeming. “Nyonya Park, kita resmikan saja pertunangan ini.”
Yong-gi menahan amarahnya dengan mengepalkan tangan kirinya sebentar. Ia menatap objek di depannya dengan tidak minat. Seharusnya ia tidak mendengarkan ucapan bibinya untuk ke Jepang tadi. Walaupun sebenarnya jika kabur percuma saja. Yong-gi berusaha tersenyum pahit dan menunduk hormat ke arah perempuan yang dipanggil nyonya Park oleh neneknya itu. Ia harus bersikap sopan untuk saat ini.
Perempuan yang dipanggil Nyonya Park itu memegang lengan anaknya sambil tersenyum manis. “Aku harap kalian lebih saling mengenal lagi. Tenang saja Yong-gi, Chanyeol akan menjagamu mulai dari sekarang.”
Yong-gi tidak mengerti mengapa semuanya terjadi begitu saja. Sekarang ia telah menjadi tunangan seseorang. Lelaki itu entah kenapa membuat Yong-gi waspada. Senyum yang dibuat semenawan itu mempunyai arti lain bagi Yong-gi. Ia tidak boleh lengah.
Makan-makan itu berlangsung khidmat. Tidak ada yang memprotes. Setelah keluarga Park itu pergi, neneknya juga ikutan pergi. Sekarang hanya tinggal Yong-gi dengan bibinya.
“Apa maksudnya ini? Kenapa Nenek Renta itu menunangkanku dengan lelaki tidak jelas begitu?”
Eun Kyo memutar matanya jengah, ia memilih memoleskan lipstick ke bibirnya. “Nikmati saja, sayang. Bukankah ia tampan? Tidak ada ruginya kok.”
“Kalau gitu kenapa tidak Bibi saja yang ambil? Bibi yang seharusnya ditunangkan eh bukan tapi di-ni-kah-kan.”
Eun Kyo berniat protes tetapi keponakannya itu telah berlalu pergi dengan mobil. Perempuan muda itu hanya bisa memijit keningnya erat. “Gadis itu.”
Yong-gi mengumpat pelan ketika ia tiba-tiba saja ditunangkan oleh neneknya. Ia bahkan belum cukup seminggu di Korea. Ia ingin menjambak rambutnya kuat. Tidak, sekarang Yong-gi harus segera keluar dari negara ini dan memfokuskan dirinya di Korea. Baru setelah itu ia membuat rencana. Apapun untuk membuat pertunangan itu dibatalkan.
Dilain tempat, di dalam mobil mewah seorang perempuan paruh baya memegang lembut tangan anaknya. “Apa kau suka gadis itu, Chanyeol?”
Lelaki yang dipanggil Chanyeol itu tersenyum tipis, ia tidak mungkin tidak suka. Ibunya melanjutkan. “Mulai besok kau menetap di Korea. Apa kau keberatan?”
“Tentu tidak, Mom.” Menolak? Yang benar saja, jika itu bisa membuatnya berbuat seenaknya mana mungkin ia keberatan. Lelaki itu sepertinya sudah menyiapkan banyak rencana di kepalanya. Seringaian tiba-tiba saja muncul di bibir lelaki itu.
“Heh. Menarik.”
.
.
“Aku harus memikirkan cara untuk membuat lelaki itu pergi.”
**
Di sekolah, Kyung Mi mengerucutkan bibirnya kesal. Yong-gi meninggalkannya begitu saja, padahal ia bertujuan agar Yong-gi bisa berlama-lama dengannya. Perempuan sadis itu tidak pernah punya waktu senggang. Selalu menghilang seperti hantu. Sekarang ditambah lagi perempuan itu tidak masuk sekolah sekarang.
Pelajaran Matematika telah berakhir. “Perhatian! Silahkan lihat hasil ujian matematika kalian!’
Kyung Mi maju ke depan, mengambil kertasnya. Temannya, Sara membelalakkan mata terkejut.
“Omo. Dasar Jung Yong-gi. Padahal ia baru seminggu di sekolah sudah mendapatkan nilai 100 di ujian matematika???” Perkataan Sara mengundang teman-teman yang lain melihat kertas ujian Yong-gi. Kelas menjadi ribut seketika.
Kyung Mi merampas kertas itu dari Sara. “Kau tidak tahu? Dia itu bukan manusia,” ucap Kyung Mi sambil membuat gerakan dengan tangannya. Ia kemudian balik ke bangkunya sambil memegang kedua kertas ujian matematika.
Sara menatap Kyung Mi bingung lalu menyusul Kyung Mi ke mejanya. Mejanya bertepatan di depan Kyung Mi. Ia berbalik dan mendapati gadis pirang itu lagi-lagi sedang mempoleskan lipgloss ke bibirnya.
“Kyung Mi-ya, kau sahabatnya Yong-gi, kan?”
Kyung Mi menatap Sara polos lalu mengangguk, Sara melanjutkan. “Apa kau tahu siapa orang tuanya?”
Sekarang Kyung Mi menatap Sara bingung hingga ia menghentikan kegiatannya. “Entahlah. Saat ia pertama masuk ke sekolah ini, ia hanya di dampingi oleh seorang wali tetapi wali itu juga bukan keluarganya.”
“Oh ya??”
“Ya, dia juga tinggal sendiri di apartemennya.”
Sara menumpukan tangannya lalu berdecak kagum. “Wow, ia benar-benar something. Tidak ada yang tahu backgroundnya sama sekali. Tetapi ia tinggal di apartemen mewah dan mempunyai mobil mewah juga. Aku benar-benar penasaran.”
Kyung Mi menghela nafasnya kesal. “Apalagi aku? Ia benar-benar misterius.” Sara hanya bisa menepuk bahu temannya itu kasihan.
Yong-gi baru sampai di apartemennya pagi-pagi sekali sehingga ia tidak berniat sekolah. Dasar nenek renta sialan, ia benar-benar tidak betah lama-lama di Jepang sehingga mengambil penerbangan tercepat ke Korea. Saat ini ia hanya menggunakan celana pendek dengan kaos oversize, tetapi tiba-tiba bel apartemennya berbunyi. Ia berdecak, pasti Kyung Mi.
Pintu terbuka, ia terkejut. “Apa yang kau lakukan disini?”
Di hadapannya terdapat seorang lelaki dengan sebuah koper disampingnya, lelaki itu tersenyum. “Tinggal disinilah. Kau ingin menggodaku, ya?” ucapnya sambil melihat perempuan itu dari atas ke bawah.
Tunangannya, Park Chanyeol, yang tidak diketahui apapun tentang dia sama sekali oleh Yong-gi. Perempuan itu tidak bisa berbuat apa-apa, ia membukakan pintu lebar-lebar. “Kamarmu ada di lantai atas, di sebelah kamarku.”
Chanyeol terkejut dan bersiul. “Kau telah menyiapkan ini ya, Honey. Kenapa tidak sekamar saja?”
Yong-gi berjalan menuju Chanyeol yang hanya mengernyitkan keningnya ke Yong-gi. “Berhentilah bersikap sok ramah, Tuan. Aku tahu kau juga tidak suka akan pertunangan ini.”
Yong-gi berbalik tetapi dicegat oleh Chanyeol, alhasil ia terlempar ke pelukan lelaki tinggi itu. “Aku memang ‘ramah’ sayang. Memang tidak suka sih, tapi apa salahnya bersenang-senang?”
Yong-gi mendorong kuat Chanyeol hingga pelukannya terlepas. “Kau pikir semudah itu menyentuhku? Lakukan kehidupanmu sendiri dan aku juga begitu. Impas?” Chanyeol hanya melambaikan tangannya ke atas sambil menaiki tangga. Yong-gi mengusap dahinya penat. Ia pusing.
Malamnya mereka bertemu di ruang makan, Chanyeol meminum jusnya penuh khitmad sambil memandang gadis berambut hitam di depannya. Yong-gi saat ini memakai kaus oblong oversize dan celana training. Ia terus menatap Chanyeol serius.
“Aku tahu aku tampan, Sayang. Kenapa? Ingin tidur denganku?”
Yong-gi menegakkan punggungnya. “Aku berpikir, kau pasti juga bersekolah di SMAku, kan?” Tidak ada jawaban, Yong-gi menganggapnya sebagai ‘ya’. “Mari buat kesepakatan, kau bebas menjalani hidupmu dan begitu juga denganku tetapi satu syarat.” Chanyeol diam mengamati. “Jangan. Bilang. Kalau. Kita. Tunangan. Mengerti?”
“Fine, aku juga ingin bersenang-senang, Sayang. Jadi jangan salahkan aku jika aku bermain dengan perempuan lain.”
“Aku tidak peduli. Lakukan sesukamu.” Yong-gi berlalu pergi menuju kamarnya meninggalkan Chanyeol yang kemudian tersenyum simpul.
Lalu lelaki itu menelpon seseorang. “Bro, bawa pesananku besok ke apartemen.”
**
ns 15.158.61.8da2