Chapter 13:Only For This Time
“Kai!! Kenapa kau lama sekali?” panggil Kyung Mi dari kejauhan.
Kai termangu menatap Kyung Mi dan Sara yang sudah stand by di samping mobilnya. Kyung Mi jelas sekali terlihat buru-buru namun Kai bukannya cepat malah berjalan santai menyebabkan Kyung Mi menatap Kai sangat Kesal.
Kyung Mi menggigit bibirnya. “Kita tidak punya waktu lagi tetapi kau malahan berjalan santai begitu. Bagaimana kalau Chanyeol sunbae telah pergi entah kemana saat kita sampai di apartemennya?”
Perkataan pedas itu tidak membuat Kai sakit hati melainkan lelaki itu mengacak rambutnya kesal. Ia sudah memantapkan hati namun saat melihat wajah Kyung Mi dan Sara ia kembali ragu. Hanya saja, setelah dipikir-pikir kembali perkataan Bo Gum sunbae sangat benar sekali. Kyung Mi dan Sara semakin kesal saja saat melihat gelagat lelaki di depan mereka ini.
“Kai! Kenapa sih? Cepat buka pintu mobilnya!” perintah Sara yang sudah tidak sabar lagi.
Aku harus mengatakannya, batin Kai.
“Kita tidak akan ke rumah Chanyeol sunbae.”
Pernyataan itu sontak membuat Sara dan Kyung Mi membelalakkan mata mereka syok. Mereka tidak percaya Kai tega mengatakan hal seburuk itu disaat yang tidak tepat.
“Hah? Apa maksudmu?” tanya Sara.
“Kamu tidak mau membantuku dan Sara? Kalau iya bilang sejak tadi jadi aku tidak perlu menunggumu! Kau jahat!” Kyung Mi berteriak di depan Kai sehingga wajahnya memerah sedangkan Kai tidak akan goyah pada keyakinannya.
“Minggir!” bentak Kyung Mi yang berusaha mendorong Kai untuk membuka jalan yang mengukung mereka antara Kai dan mobilnya. “Lepaskan!!” kata Kyung Mi ketika Kai memegang lengannya.
“Sayang, dengarkan penjelasanku dulu...” pinta Kai.
Sara tidak ingin mencampuri urusan pasangan ini tetapi ia juga tidak ingin keslaahpahaman ini terus berlanjut makanya Sara memegang pundak Kyung Mi. “Kai, jelaskan sekarang apa maksudnya itu?”
“Kita tidak tahu Yong-gi, kita bahkan tidak tahu bagaimana kehidupannya. Bo Gum sunbae tadi bilang padaku bahwa kita tidak boleh mencampuri urusan Yong-gi kali ini dan kalian tahu? Bo Gum sunbae sangat serius saat mengatakannya.”
Air mata telah membasahi pipi Kyung Mi. “Jadi ketika Bo Gum sunbae mengatakan itu kau mau-mau saja? Begitu?”
Kai menggeleng pelan. “Masalahnya ia sendiri bilang ia bahkan tidak bisa melangkah lebih jauh dan tidak sanggup. Apa kalian pikir masalah Yong-gi bisa terselesaikan dengan campur tangan kalian? Lihat saja Chanyeol sunbae, dia bahkan terlihat berantakan dan sekarang meliburkan diri. Apa kalian tidak merasa bahwa mungkin permasalahan Yong-gi ini berhubungan dengan masalah internal?”
“Kalaupun masalah eksternal pasti Bo Gum sunbae tahu dan segera meminta kita membantu Yong-gi tetapi ia tidak melakukannya,” lanjut Kai menatap Sara dan Kyung Mi serius.
Sara menghela nafasnya pelan lalu mengusap punggung Kyung Mi. “Aku merasa bahwa perkataan Kai benar. Aku 100% yakin entah kenapa jika Yong-gi memilih menghilang karena ia tidak ingin orang lain tahu dan ikut campur.”
“Jadi kita ini dianggap apa, Sara-ya?” kata Kyung Mi sesegukkan.
Sara tersenyum pahit. “Yong-gi pasti tidak berpikiran begitu. Aku merasa jika masalah ini terlalu barat bahkan untuk Yong-gi sekalipun.”
“Maka dari itu, Honey. Untuk kali ini saja, biarkan Jung Yong-gi.”
Selesai Kai berkata, lelaki itu langsung memeluk Kyung Mi yang menangis semakin keras.
Sedangkan Sara menyenderkan tubuhnya pada mobil dan menundukkan kepala.
**
Jung Yong-gi terdiam menatap hujan yang turun. Ia termenung sembari mengeratkan jaketnya. Yong-gi tidak tahu mengapa dia masih betah menatap hujan itu daripada menaiki taksi yang berjejer rapi di dekat bandara. Padahal setelah ini ia harus segera pergi karena tujuannya sangat jauh dari pusat kota dan waktu yang telah menunjukkan pukul 2 dini hari tidak membuat ia gentar malahan terus bermenung. Yong-gi seakan lupa mengapa 14 jam yang lalu ia terburu-buru membeli tiket dan hanya membawa tas bersama seragam sekolah yang masih dipakainya.
Tentu saja untuk kabur, memang apalagi?
Pemikiran itu membuat Yong-gi tersenyum sinis. Tindakannya memang seperti pengecut namun apalagi yang bisa ia lakukan? Telah banyak yang Yong-gi perbuat tetapi sebanyak itulah ia gagal dan akibat kegagalan itu ia memutuskan untuk kabur. Lari dari masalah.
Ponsel yang masih dibawanya itu telah ia matikan. Berbekal uang dan rekening dengan jumlah berlimpah, hal pertama yang harus ia beli adalah ponsel dan pakaian. Maka dari itu ia memasuki taksi dan meminta sopir untuk mencari toko ponsel yang masih buka jam 2 dini hari.
“Nona, nous devons. (Nona, kita telah sampai),” kata sopir itu dengan bahasa perancis. Yong-gi menganggukkan kepalanya lalu memberikan beberapa lembar uang yang telah ia tukarkan di money changer.
Yong-gi turun lalu menatap toko besar di depannya dengan tampang tak minat tetapi tetap saja melangkah masuk dan disambut dengan hangat pelayan toko itu.
Pelayan toko laki-laki itu menatap Yong-gi yang berwajah asing namun tetap tersenyum. “Ce que vous voulez acheter? (Apa yang ingin Anda beli?”
Yong-gi menatap jejeran ponsel di dalam etalase kaca lalu menujuknya. “Ce téléphone. Je vais I’acheter. (ponsel ini. Aku akan membelinya.)”
Sekali lagi pelayan itu tersenyum sebab tidak menyangka pelanggan yang masih remaja ini memahami dengan baik perkataannya dan menjawabnya dengan fasih. Ia segera menyiapkan pesanan Yong-gi.
“Je vais le porter entrer si la nouvelle carte aussi. Lorsque le haut de la carte. (Aku akan langsung memakainya jadi masukkan kartu juga. Terserah kartu yang mana.)” tambah Yong-gi.
Setelah membayar ponsel itu, Yong-gi langsung memakainya dan membuka email. Ia mengucapkan terima kasih dalam bahasa Inggris dan segera meninggalkan tempat itu.
Langit masih gelap gulita. Tentu saja karena ini jam tidur namun banyak orang yang masih berkeliaran di jalanan dan mengisi cafe-cafe di pinggir jalan padahal hujan masih membasahi bumi. Yong-gi berdecak ketika tidak ada taksi yang lewat maka ia memutuskan untuk memasuki cafe 24 jam yang tidak jauh dari tempatnya berada.
Lagi-lagi ia menatap lesu rintik-rintik hujan yang hinggap di kaca di samping gadis itu duduk. Harusnya ia beristirahat dari pada memasuki cafe yang hanya diisi oleh pelanggan yang bisa dihitung dengan jari. Yong-gi dihampiri seorang pelayan dan Yong-gi hanya memilih sebuah teh hijau untuk menemani kesendiriannya.
Yong-gi menyangga dagunya dengan sebelah tangan sedangkan tangan yang lain digunakan untuk mengetuk-ngetuk meja. Selama beberapa menit ia hanya berdiam diri sembari menatap ke samping dimana jalanan yang lengang itu diisi oleh bunyi rintik hujan. Yong-gi menghela nafas berulang kali ketika mengingat lagi wajah seseorang.
Saat itu ketika Yong-gi sudah selesai dengan pernyataan mendadak mengenai pertunangannya dengan Park Chanyeol, Yong-gi memilih untuk pergi. Ia tidak ingin dibandrongi berbagai pertanyaan mengenai perkataannya itu juga tidak ingin dikejar-kejar Park Chanyeol untuk menuntut penjelasan. Itu akan menjadi sangat merepotkan.
Oleh karena itu, ia memilih membawa mobilnya meninggalkan sekolah menuju apartemen supaya ia bisa beristirahat. Namun, di tengah perjalanan ia dihadapi oleh situasi yang sangat tidak mengenakkan. Yong-gi mendapat telpon dari seseorang, seseorang yang sudah lama tidak bertutur kata dengannya.
“Ck. Kenapa Nenek Renta ini menghubungiku?”
Ia hampir saja memencet tombol merah sebelum merubah niatnya menjadi menekan tombol hijau. Ia merasakan sebuah firasat buruk.
“Hmm..” sapa Yong-gi dengan suara dingin.
“Aku tidak perlu basa-basi. Sekarang pergi ke Berlin untuk mengurusi urusanmu dengan Sana dan Yong Bin.”
Yong-gi berdecih. “Sudah berapa kali aku bilang. Tidak ada yang perlu diselesaikan.”
“Kau tidak bisa melawanku! Sekarang ikuti perintahku atau Sana sendiri yang mengurusimu! Aku sudah muak dengan tingkah lakumu.”
Bip.
Ponsel itu dimatikan secara sepihak oleh neneknya. Genggaman tangan Yong-gi pada setir mobil tiba-tiba menguat. Matanya menatap tajam jalanan hingga ia sengaja menaikkan kecepatan mobilnya menjadi 180 km/jam.
“Kenapa.. Kenapa... KENAPA?!!!” teriak Yong-gi frustasi yang masih mengendarai mobilnya. “Tidak Nenek Renta itu.. Tidak Wanita Jalang itu.. Semuanya sama saja!!! Iblis!!!!”
Semua sumpah serapah Yong-gi katakan hingga pemikiran gila itu terlintas di otaknya. Ia merubah haluan dengan tikungan tajam hingga hampir menabrak seseorang. Ia tidak memperdulikan sumpah serapah yang orang itu berikan. Matanya melirik tas yang tergeletak di kursi merasa apa yang ia butuhkan telah ada di dalam tas itu. Yong-gi menyeringai lebar.
Siapa bilang ia mau tunduk dengan perintah Nenek Gila itu? Bunuh saja dia.
“Tidak. Ada. Siapapun. Yang. Bisa. Memerintahku.”
ns 15.158.61.6da2