
Siang itu seperti biasa Kuroto ngocok di kamarnya, bau busuk sampah yang berserakan tak menyulut tekadnya untuk memuaskan nafsu dunianya. Mata panda yang bertumpuk-tumpuk, dan rasa lelah karena sudah 3 hari begadang membuat keluarnya cairan putih itu terasa agak berbeda.
'Apa ini!? Luar biasa, sensasi ini 10x lebih nikmat dari biasanya.'
Kuroto bergumam dan menutup matanya, dan tau-tau semua yang ada di depannya memudar pergi.
Pada hari itu juga, Kuroto meninggal terkena serangan jantung, dan kelelahan akut akibat begadang dan ngocok tanpa henti selama 3 hari nonstop.
*****
Kuroto kebingungan tatkala menyadari dirinya sekarang tepat berada di tengah ruang persidangan dengan keadaan telanjang. Di sekelilingnya terdapat ratusan kursi kosong, dan sebuah mimbar besar di mana seorang pria tua berjenggot panjang.
"Uawaaaa! Siapa!?" seru Kuroto saat tau, kakinya tak menapak ke tanah lebih tepatnya melayang.
"Kuroto, kau adalah seorang pecundang yang mati karena terlalu banyak bermasturbasi. Dirimu yang sekarang memenuhi syarat untuk menjadi seorang penghuni neraka!"
Pria tua berjanggut itu tiba-tiba membacakan vonis.
"Ma-mati!? Aku mati!? Tidak! Mustahil aku mati dalam keadaan perjaka!" protes Kuroto.
Pria tua berjanggut mengeluarkan urat marah, ia mengetuk palu seperti seorang hakim di ruang sidang. Seketika suara Kuroko menghilang, bersamaan dengan itu kursi-kursi yang tadinya kosong tiba-tiba di isi oleh ratusan makhluk astral.
"Benar-benar bejat," gumam pria tua berjanggut lalu menghela napas. "Tapi mungkin hal itu diperlukan untuk menyelamatkan dunia."
Pandangan pria tua berjanggut berubah, ia membenarkan posisi duduknya dan mulai menjatuhkan vonis untuk Kuroto.
"Kuroto, kau akan di kirim kedua lain untuk menyelamatkan dunia dari kepunahan!"
Kuroto protes, tapi tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Palu pun kembali di ketuk, dan suara Kuroto kembali.
"Owwoooooggg! Dunia lain!? Mungkinkah ini seperi anime-anime yang kutonton itu!? Keren!?"
Menanggapi respon Kuroto pria tua berjanggut menarik napas panjang, menahan emosinya yang tak stabil.
"Misimu hanya satu. Hamili wanita di dunia itu sampai kau mati. Di dunia itu, angka kelahiran terus menurun hingga sampai di angka yang menghawatirkan."
Kuroto kaget dengan misi yang diberikan pria tua berjanggut, dia yang selama ini nolep dan tak pernah bersosialisasi harus menghamili wanita. Jangankan menghamili, bicara dengan wanita saja Kuroto berkeringat dingin.
"Ba-bagaima-"
Belum sempat Kuroto menyelesaikan ucapannya, pria tua berjanggut memotongnya.
"Tenang saja, kami akan memberimu kekuatan khusus yang membuatmu bisa melakukan misimu dengan mudah."
"Benarkah!? Aku terbantu, terimakasih."
Kuroto bernapas lega, tanpa menanyakan alasan kenapa pria tua berjanggut bisa tau apa yang ia pikirkan.
Tok! Tok! Tok!
Palu kembali di ketuk, dan sebuah lubang hitam dengan titik putih muncul di belakang Kuroto.
"Uwaaa! Apa ini!?" seru Kuroto saat merasa dirinya ditarik oleh lubang hitam itu.
"Semoga beruntung. Kuroto....." ucap pria tua berjanggut sambil sekali lagi mengetuk palu, dan menutup lubang hitam yang ia buat.
*****
Malam yang dingin dan angin yang berhembus kencang tak membuat gentar sosok gadis bertudung merah dengan keranjang buah di tangannya. Gadis itu berjalan sembari mengendap-endap ke depan sebuah panti asuhan yang terdapat di pinggir desa.
Ia membuka keranjang buah di tangannya, dan terlihatlah sesosok bayi dengan mata tertutup. Gadis itu mengelus kepala bayi itu, dan meninggalkannya di depan panti asuhan tanpa air mata.
"Maafkan ibu Nero," bisik gadis itu sembari mengucap perpisahan dan lari meninggal Nero kecil seorang diri di depan pintu panti asuhan.
Anjjjriiiittttt!
Bayi itu berteriak dalam hati, mengetahui ibunya meninggalkan begitu saja di depan pintu. Tubuhnya yang kecil itu lebih sensitif dari manusia biasa, bahkan udara itu terasa seperti badai salju baginya.
"Oweeeek oweeekkk!"
Nero mencoba menangis dengan keras, tapi tetap tak ada yang sadar akan tangisannya yang lemah itu.
'Apa-apa ini!? Aku baru saja bereinkarnasi dan langsung mati dengan cara seperti ini!? Tidakkkk!'
Nero yang merupakan reinkarnasi dari Kuroto yang masih memiliki kesadaran itu terus menangis, ia berharap seseorang akan membukakan pintu dan membawanya masuk.
"Oweek oweekkk!"
'Sial percuma saja, sial! Start macam apa ini!?'
Nero berhenti menangis karena kedinginan, tubuh kecil rapuhnya menggigil, dan benda kecil di antara pahanya itu berdiri.
'Tidak mungkin! Joniku!? Kenapa dia berdiri!'
Nero kaget sendiri melihat joninya tiba-tiba berdiri dan bercahaya. Berkat cahaya yang keluar dari joninya itu rasa dinginnya sedikit berkurang. Tak menyia-nyiakan kesempatan itu, Nero pun kembali menangis keras.
Tak lama pintu panti asuhan pun terbuka, dan sesosok wanita cantik berambut pendek sebahu datang menyelamatkan Nero. Usianya cukup muda sekitar 15 tahunan, dan dadanya rata-rata.
"Ya ampun, kasihan sekali kau Nak. Ish ish," ucap wanita itu sembari menenangkan Nero yang tengah menangis.
Wanita itu melihat sebuah nama di kain tempat Nero berbaring, dan akhirnya tahu nama bayi terlantar itu.
"Nero ya, jangan khawatir adik kecil. Sekarang kau baik-baik saja," kata wanita cantik itu lalu membawa Nero masuk ke dalam panti asuhan.
*****
"Besar sekali, apa dia benar anak-anak!?" gumam Maki si kepala panti asuhan saat melihat joni besar milik Nero.
Nero memandang Maki dari bawah dengan tatapan mesum, meski terlihat tua tapi bodinya masih menggairahkan bagi Nero kecil.
"Oweek Oweekk Oweekk!"
Nero terus menangis, hal itu membuat Eimi wanita cantik yang menolongnya itu kembali menggendong sambil menepuk pantatnya lembut. Tubuh kecil Nero bisa merasakan dengan jelas kehangatan tubuh Eimi dari balik dekapannya, aroma harum tubuh Eimi telah berhasil membuat joni Nero tegang.
"Eh, apa ini kok keras," gumam Eimi saat merasa sebuah benda keras bergerak menusuk perutnya.
Nero tersenyum dengan wajah mesum saat Eimi memandangnya, sontak saja hal itu membuat Eimi takut, dan menurunkan Nero dengan terburu-buru.
"Astaga!" seru Maki dan Eimi serentak saat melihat joni Nero berdiri tegak dihadapan mereka.
Mereka berdua saling berpandangan, dan mengambil jarak cukup jauh dari Nero.
"Eimi, siapa sebenarnya anak itu!? Dia tak normal, bayi mana yang bisa nganceng dengan ukuran sebesar itu!?"
"Bunda Mako, aku juga tak tahu siapa dia dan dari mana asalnya. Mungkin saja kedua orang tuanya meninggalkannya karena kon-keanehan itu."
"Kau terlalu berpikir positif Eimi, bisa saja anak itu merupakan anak terkutuk yang dibuang."
"Tapi bagaimana pun itu, kita tak bisa begitu saja membiarkannya. Dia hanyalah seorang bayi, kalau kita meninggalnya begitu saja... Ia akan mati."
"Lantas, apa kau mau menampung dia!? Firasatku buruk padanya."
"Bunda, kalau kau berkenan. Aku ingin dia tetap tinggal di sini. Setidaknya sampai dia cukup untuk bisa hidup sendiri."
"Eimi...." Bunda Maki menarik napas, ia merasa bahwa anak itu akan membawa hal buruk, tapi nuraninya menolak untuk membiarkan bayi tak berdosa itu mati. "Baiklah, tapi kita harus tetap waspada padanya."
1735Please respect copyright.PENANAgIKEeLQQta