Sebuah fiksi yang dirancang oleh penulis itu sendiri. Alur yang dituangkan didalam cerita murni ide penulis. Jika ada kesamaan dalam nama, tempat hanyalah kebetulan. Dilarang keras untuk membawa perasaan terhadap kejadian yang tidak masuk akal. Selamat membaca. –M
Adiatma Bramantyo atau lebih sering di sapa sebagai tuan Atma beliau adalah ayah dari putra semata wayangnya yakni Rezan Bramantyo. Tuan Atma adalah Pengusaha dan Investor, ia juga seorang presiden direktur perusahaan otomotif Authority Djayari. Yang CEO nya sendiri adalah sang ayah. Yakni kakek nya Reza.
Beberapa hari yang lalu ada seseorang yang ingin bertemu dengan tuan Atma. Seorang pengusaha berusia 40 tahunan yang memiliki perawakan seperti orang Asia Tenggara. Kulitnya kecokelatan sedikit gelap, rambutnya gondrong hampir menyentuh bahu.
Maksud kedatangan kliennya adalah ingin memesan mobil sport keluaran terbaru dari Eropa.
Tentu tuan Atma dengan senang hati akan menjual pada pria tersebut. Hanya saja kehadirannya cukup kurang ajar karena sudah membuat keributan di lobi memaksa ingin bertemu langsung dengan sang presiden. Padahal sudah ada staff karyawan yang akan mengurusnya.
Sampai akhirnya Adiatma Bramantyo langsung turun tangan sendiri mengurusi kliennya yang satu ini.
Ada banyak karakter customer di dunia ini. Beragam sikap customer yang bahkan tidak terbayang kan oleh kalian sebelumnya. Bahkan beberapa dari mereka yang memiliki uang merasa sangat menguasai dunia.
Hari semakin larut. Bagi tuan Atma klien seperti barusan hanyalah hiburan untuk kehidupannya yang sudah menyenangkan.
Dirinya sangat bersyukur diberikan anak setampan dan seceria Rezan walaupun sekarang ini keduanya sudah sangat jarang menghabiskan waktu bersama.
Rezan sudah dewasa dan tampaknya anak itu sudah memiliki kekasih.
Tuan Atma menggulir layar ponselnya ke atas, melihat media sosial anaknya tersebut. Sepertinya Rezan tidak terlalu suka mengekspos wajahnya. Hanya terdapat foto-foto pemandangan, hobinya terhadap motor dan juga sepak bola. Ah! Tidak lupa foto gitar dan juga tulisan-tulisan lirik yang dibuat oleh anak tersebut.
Beliau melihat jam yang terdapat di ponselnya. Sudah waktunya untuk pulang dan makan malam bersama dengan keluarga kecilnya. Ia keluar dari gedung 6 lantai miliknya dan masuk ke dalam mobil Rubicon kesukaannya.
Keluarga kecil yang beranggotakan 3 orang tengah duduk di meja makan. Rezan menyantap makanannya sembari melihat ponsel.
"Barusan ada klien dari luar negeri, mukanya kaya orang Thailand. Agak menyebalkan karena teriak-teriak digedung." Ujar Tuan Atma memulai cerita.
"Thailand? Dia turis semacam jasa titip?" Tanya istrinya sembari menggulung spaghetti.
"Dia fasih berbahasa kita, kok. Mungkin udah lama tinggal di negara ini. Perawakannya gondrong dan juga tinggi. Pria itu memiliki banyak tato di sekujur tubuhnya." Jelasnya mengingat-ngingat.
Rezan langsung menatap papihnya.
"Kenapa? Kamu kenal?"
"Mungkin engga." Jawabnya santai walaupun ciri-ciri yang di sebutkan cukup signifikan dengan seseorang yang dikenalinya.
Lagi pula jika memang benar sudah pasti bukan untuk mencari masalah dengan Rezan tetapi untuk menghamburkan uangnya dengan membeli sebuah mobil di showroom papihnya.
"Selesai makan Rezan mau main ke rumah temen, ya."
Sang ibu menoleh. "Kamu harus banyak belajar buat masuk kuliah, jangan main terus." Tegurnya pelan.
"Gak apa-apa biarkan dia menikmati masa mudanya." Papihnya membela membuat Rezan tersenyum.
"Jangan pulang terlalu malam, anak tetangga aja kena begal tuh padahal pulangnya pake mobil." Ibunya semakin cerewet membuat Reza beranjak dari kursi lalu mencium pipi beliau.
"Dah~ Rezan berangkat dulu." Lelaki itu lekas pergi.
Ibunya memutar bola mata, kesal.
"Rezan pasti bisa jaga diri." Tuan Atma mencoba menenangkan kekhawatiran istrinya.
"Kamu tahu? Diluar sana makin berbahaya. Banyak anggota mafia yang berkeliaran. Gimana kalau Rezan terjerumus? Dia terlalu kamu bebaskan."
"Sayang, Rezan selalu kita medical check up seminggu sekali. Dia juga tes urin dan segalanya. Rezan sehat sampai detik ini walaupun dia masih suka berkelahi di sekolah."
Istrinya menghembuskan napas dengan kasar. Terdiam tidak mendebat lagi sang suami.
ooOoo
Monica terbangun karena suara klakson yang terus-terusan berbunyi di jalanan bawah sana. Dengan lunglai ia turun dari ranjangnya dan menyingkap gorden. Jalanan tampak macet, jam berapa ini? Kenapa mereka menyalakan klakson dengan amarah?.
Gadis itu berjalan keluar kamar, belum sempat melangkah ke dapur kupingnya sudah mendengar lagi kegaduhan di luar. Sepertinya seseorang baru saja memecahkan guci pajangan lorong.
Monica mengintip dari door viewer. Ia sedikit membulatkan matanya lalu langsung keluar dari Apartemen. Tangannya menyambar tubuh Dimas yang terkulai lemas.
Ada sedikit lebam di wajahnya. Terlebih sudut kulit matanya berdarah dan tubuhnya demam tinggi.
Monica tidak bisa memikirkan hal lain kecuali membawa Dimas masuk ke dalam Apartemennya. Dengan tertatih ia mencoba mengangkat tubuh Dimas namun bobotnya sangat berat bagi Monica. Sehingga ia kesusahan.
"Kamu masih kuat berdiri kan? Aku susah angkat badan kamu soalnya." Ujar Monica pada Dimas.
Dengan sisa tenaga yang dimiliki oleh Dimas. Lelaki itu menopang pada tubuh mungil Monica untuk berdiri. Dan berhasil, melihat itu Monica cepat-cepat membawa Dimas masuk ke dalam. Semenolak apapun Dimas untuk masuk ke kediaman gadis tersebut, Monica tetap memaksa.
Ia membaringkan tubuh Dimas di atas kasurnya. Membuka sepatu dan juga jaket yang dikenakan remaja tersebut.
Awalnya Monica kebingungan akan melakukan apa pada tubuh Dimas yang panas. Namun ia teringat jika dulu ibunya selalu mengompres tubuh Monica menggunakan air hangat saat demam. Sehingga Monica melakukan itu pada Dimas.
Gadis itu mengompres kening dan juga badan Dimas.
Dimas tidak berontak sama sekali, ia benar-benar melemah. Wajahnya bahkan berubah warna menjadi merah karena demam yang sangat tinggi.
Monica merogoh saku celana Dimas untuk mencari ponselnya namun tidak ada.
Ia akan menghubungi Kansa memberitahu bahwa Dimas sakit dan berada di Apartemennya karena Monica benar-benar tidak tahu harus apa.
Beralih mencari ke saku jaket dan ketemu hanya saja ponselnya mati total bahkan layarnya pecah sangat parah.
"Dimas kenapa sih? Dia habis berantem sama siapa?" ujarnya bertanya-tanya.
Terdengar suara Dimas yang lirih, seperti kesakitan. Lelaki itu merubah posisi tidurnya membelakangi Monica.
Matanya tertuju pada punggung Dimas yang kaosnya menyingkap. Ada goresan merah seperti luka. Perlahan tangannya terulur menyentuh kaos tersebut. Dengan pelan, menariknya ke atas.
DEG!!
Monica terdiam.
Matanya menjadi berkaca-kaca saat melihat ada banyak sekali luka goresan di punggung Dimas. Beberapa ada yang sudah mengering dan beberapa luka baru. Bahkan ada luka yang sudah membekas tidak bisa hilang.
"Siapa yang lakuin ini ke kamu?" Lirihnya seolah merasa apa yang dirasakan oleh Dimas.
Entah apa yang membuat Monica menangis, ia seperti mengetahui bahwa luka tersebut dilakukan oleh keluarganya Dimas sendiri.
Monica kembali menutup punggung Dimas. Gadis itu mengurus Dimas semalaman sampai ia ketiduran di pinggir kasur.
Jam Alarmnya berbunyi menandakan ia harus berangkat sekolah.
Sebelum meninggalkan Dimas, gadis itu terlebih dahulu menyiapkan bubur dan juga beberapa buah-buahan. Barang kali Dimas lapar. Tidak lupa mengecek suhu tubuh Dimas yang rupanya demamnya sudah turun.
Monica bisa bernapas dengan lega.
Gadis itu keluar dari gedung Apartemen. Keributan semalam itu karena kebakaran supermarket. Ia juga menengadah melihat cuaca yang tidak cerah. Awannya abu-abu seperti akan turun hujan.
Anak-anak sekolah turun di pemberhentian halte milik sekolah. Mereka menenteng tas tambahan yang diisi beberapa buku. Sudah akan kelulusan semua siswa beramai-ramai melaksanakan kelas tambahan di sekolah. Begitu pun dengan Monica, ia mungkin akan mengejar perguruan tinggi menggunakan beasiswa.
Tiba-tiba saja air berjatuhan dari langit. Gerimis turun cukup deras membuat para siswa berlari masuk ke dalam kawasan sekolah.
Reza melintas menggunakan sepeda motornya bersama dengan beberapa siswa yang lain. Lelaki itu sudah menggunakan mantel hujan, sepertinya di daerah rumahnya hujan turun lebih cepat.
Monica menunggu Reza di pintu lobi sekolah.
Dan lelaki itu langsung melambaikan tangannya dengan gembira.
"Pagi~" Sapanya mengecup bibir Monica membuat gadis tersebut terkejut bahkan rasanya seluruh isi bumi ikut terkejut.
Monica gugup. "Pagi Reza." Katanya kaku. Bahkan kecupan mendadak yang diberikan oleh Reza tidak membuat gelisah nya hilang. Ia masih memikirkan keadaan Dimas yang sakit terbaring di Apartemennya.
Mungkin saja Reza akan mengamuk jika tahu bahwa rivalnya selama ini ditolong oleh gadis miliknya.
"Mau ke kantin dulu, engga? Beli sarapan?"
"Aku udah sarapan. Kamu belum sarapan?" Monica bertanya balik.
"Ibu bekelin aku kotak makan, sih." Jawabnya berjalan menaiki tangga sembari merangkul Monica.
Tentu saja interaksi antara Monica dan Reza kali ini lebih menggemparkan dari sebelumnya. Karena semua orang bisa menilai jika sepertinya ada hubungan yang berbeda di antara keduanya.
Begitupun dengan Karin yang mencoba untuk menyerah karena ia tidak bisa memegang kendali apapun lagi.
Semalam karena dirinya, Dimas diusir selamanya oleh tuan Kenta. Karin tidak berniat berkata jujur kepada beliau bahwa Dimas melakukan pembulian yang sama seperti yang Karin lakukan pada Monica. Karin hanya ingin berlindung maka dari itu ia juga menyeret nama Dimas. Tapi rupanya hal itu menyebabkan Dimas mendapatkan kek*rasan yang cukup brutal dari papanya.
Karin berjalan masuk ke dalam kelas, beruntung baginya ia masih memiliki teman. Teman yang saling memanfaatkan satu sama lain.
Seorang perempuan berambut pendek duduk di sebelah Monica.
Monica mengangkat kedua alisnya, menatap bingung Sarah.
"Gak ada yang mau lu ceritain ke gue?"
Monica terdiam mencoba menelaah. Apakah Sarah tahu bahwa Dimas ada di Apartemennya?.
"Tentang apa?"
"Kok tentang apa sih?! Ya tentang ciuman lu sama Reza tadi di lobi."
Monica langsung mengerti. "Ahhhh~..." tiba-tiba saja ia tidak melanjutkan kalimatnya. Mendadak Monica bingung harus mengatakan apa.
"Gila ya! Mungkin 87% siswa di sekolah liat kejadian tadi. Bahkan gue, supir gue, nyokap gue dan adik gue pun liat." Ucap Sarah bersemangat dan tidak habis pikir.
"Gimana bisa lu lakuin hal gak senonoh di sekolah?!"
Monica benar-benar tidak menjawab. Ia tidak pernah tahu bahwa kejadian tadi benar-benar sangat menggemparkan publik.
"Okey! Lu harus jawab pertanyaan gue kali ini."
Monica menoleh lagi.
"Lu pacaran sama Reza sekarang?"
Dan, lagi-lagi gadis itu terdiam. Monica masih belum memastikan apakah benar mereka berpacaran atau hanya teman saja.
"Argh!!!! Kesel gue! Kok lu diem aja siiiiih."
Saat Monica hendak menjelaskan, bel berbunyi bersamaan dengan guru fisika yang masuk ke dalam kelas. Sehingga obrolan keduanya tertunda.
Monica menambahkan catatan ke buku notenya.
Rumus Transformator
107Please respect copyright.PENANATlwJfT7BGR
Keterangan :107Please respect copyright.PENANAE8J9dpnt3c
Vs = Tegangan sekunder (Volt)107Please respect copyright.PENANAMeQLiEoIbQ
Vp = Tegangan primer (Volt)107Please respect copyright.PENANAUbT1hfYyde
Np = Jumlah lilitan primer107Please respect copyright.PENANAD5GSuJSem4
Ns = Jumlah lilitan sekunder107Please respect copyright.PENANAt6Mw6lzedE
Ip = Kuat arus primer (A)107Please respect copyright.PENANAo3czfzBV6a
Is = Kuat arus sekunder (A)
Ia sedikit memukul-mukul tengkuk lehernya.
Tiba-tiba saja dirinya teringat oleh Dimas. Apakah lelaki itu sudah bangun?.
Monica melirik ke bangku duduk Kansa.
Kansa menoleh menyadari bahwa Monica tengah memperhatikannya.
Saat istirahat Kansa menghampiri Monica yang berjalan di koridor.
"Lu tau sesuatu soal Dimas?" Tanyanya langsung.
Monica mengangguk.
Kansa melihat ke sekeliling sejenak.
"Di mana dia?"
"Dia di Apartemen aku. Badannya demam." Jawabnya sedikit berbisik.
"Dimas baik-baik aja kan?" Kansa bertanya lagi dan Monica menggeleng.
"Dia kaya habis berantem."
Kansa menghembuskan napasnya.
"Bawa gue ke sana pulang sekolah."
Monica menggangguk dan akhirnya merasa sedikit lega.
Kansa menatap seseorang di belakang Monica.
"Pacar lu nungguin tuh." Ujarnya melenggang pergi meninggalkan Monica.
Gadis itu langsung membalikkan badannya dan mendapati Reza tengah menyender ke tembok. Sepertinya lelaki itu sudah memperhatikan Monica dan Kansa sedari tadi.
"Hai." Monica menyapa dengan tidak bersemangat.
Dan tentu saja Reza hendak menyapa dengan ciuman singkatnya lagi namun Monica langsung menahannya.
"Kita lagi disekolah."
"Emangnya kenapa kalo lagi di sekolah?" Reza bertanya sembari sedikit cemberut.
"Nanti ada guru yang liat, terus kita masuk BK."
"Gak apa-apa dong. Seru kan masuk BK sama kamu."
Monica menggeleng.
Reza merangkul Monica. Kedua nya masuk ke dalam kafetaria dan sorot mata seluruh siswa tertuju kepada mereka.
Monica mencoba untuk terbiasa walaupun sedikit aneh baginya. Karena hal biasa untuk Monica adalah ketika Dimas mengganggunya dan Reza membelanya. Ya itu menjadi hal biasa untuknya. Sementara keadaan normal yang sekarang ini benar-benar tidak terbayangkan olehnya.
"Aku makan sama temen aku ya." Ujar Monica dan Reza memperbolehkannya.
Sarah menatapnya dengan tajam.
"Aku masih belum mastiin aku pacaran atau engga sama Reza." Kata Monica tiba-tiba.
Sarah menyipitkan matanya. "Okey-okey! Gue ngerti hubungan lu sama Reza."
Monica bersyukur karena ia tidak harus repot-repot menjelaskan kejadian apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Reza.
Tv kafetaria menayangkan acara politik, dan berita-berita mengenai negara.
Monica menengadah ketika nama pamannya disebut.
Sebentar lagi pencalonan wali kota.
Monica baru ingat bahwa ia sudah lama tidak bertemu dengan tante dan om nya. Bagaimana kabar mereka berdua?.
"By the way Dimas kemana ya? Kok tumben dia gak masuk."
Monica diam tidak menjawab ucapan Sarah. Ia tidak bisa mengatakan kepada semua orang kalau Dimas ada di Apartemennya.
"Ngomong-ngomong gue seneng juga karena sekarang lu udah gak ada yang gangguin."
Monica tersenyum. "Walaupun itu masih bikin aku ngerasa aneh." Ujarnya memainkan makanan.
"Lu seneng di gangguin ya?"
Monica langsung menggeleng. "Tentu engga. Aku cuma belum terbiasa aja orang-orang bersikap normal ke aku."
"Ya, mereka mungkin akhirnya kasian juga sama lu karena di siksa habis-habisan sama Dimas dan Karin."
Benar. Mungkin pada akhirnya siswa yang lain merasa iba padanya. Karena Dimas dan Karin benar-benar menyiksa Monica secara berlebihan.
Walau memang terkadang Kim masih bersikap berani pada Monica. Tidak sesering dua iblis yang itu. Kim hanya sesekali seperti sekarang, ia melempar sampah kotak susu saat Monica berjalan melewatinya.
Kim tidak suka pada Monica. Apalagi Kim juga menyukai Reza seperti Karin.
Lagi pula siapa yang tidak suka pada Reza? Bahkan hampir 99% gadis di sekolah ini menyukai Reza. Termasuk Sarah, dia sempat menyukai Reza saat awal masuk sekolah namun seiring berjalannya waktu Sarah menyukai yang lain.
Monica tidak menggumbris keinginan Kim yang mungkin berniat menyulut emosi Monica. Gadis itu langsung melenggang pergi tidak memperdulikan kotak susu di lantai.
Rupanya Kim merasa Monica menjadi besar kepala karena ia berhubungan dengan Reza.
Kim menarik rambut panjang Monica lalu mendorong gadis itu ke sebuah lemari loker besi.
Bunyinya sangat nyaring saat besi itu berbenturan dengan tubuh Monica.
"Berani ya lu jalan biasa aja di depan gue?" Kim menarik lagi rambut Monica.
Kali ini sedikit kencang sampai Monica memekik kesakitan.
"Lu pikir hidup lu bakal berjalan mulus setelah lu pacaran sama Reza?"
Monica terdiam tidak mengatakan apapun. Ia menatap Kim dengan seksama yang justru membuat perempuan itu semakin geram.
"Kurang ajar, berani lu natap gue kaya gitu?" Kim hendak membentur kepala Monica namun kali ini Monica menarik balik kunciran Kim.
Membuat gadis itu syok. Rasanya Monica tidak menarik terlalu kencang namun Kim kehilangan keseimbangannya. Gadis itu jatuh ke lantai membuat Monica balik terkejut.
Mengapa rasanya menjadi dirinya yang salah?
Reza tersenyum melihat gadisnya berani melawan.
"UWaaW." Teo bereaksi benar-benar tidak menyangka Monica berhasil membuat Kim terjatuh seperti tengah berlutut padanya.
Monica mengulurkan tangannya pada Kim mencoba memberi bantuan.
Tapi Kim tahu bahwa Monica secara tidak langsung tengah mempermalukan dirinya. Sehingga gadis itu menepis lalu berdiri dengan menopang pada kedua kakinya sendiri. Ia tidak sudi menerima uluran tangan dari perempuan yang sudah menjerumuskan ibunya ke dalam penjara.
Lagi-lagi hal seperti ini merasa Monica canggung.
Dia merasa bahwa seharusnya ia tidak melawan Kim namun semuanya terjadi begitu saja. Apa yang sudah terjadi padanya?
Apakah bergaul dengan Reza membuat Monica menjadi perempuan yang berani?
Bersambung...
107Please respect copyright.PENANAZGbKEzf0v1