Sprei cokelatnya di ganti menjadi warna hitam gelap. Menyatu sempurna dengan tembok abu-abunya.
Monica membersihkan kamar dan juga ruangan lainnya. Ia menyimpan beberapa gelas kotor ke wastafel lalu tangannya meraih keranjang berisikan pakaian dan sprei kotor, lusa pagi dirinya berencana untuk pergi ke laundry.
Matanya sedikit melebar ketika melihat pakaian Dimas tersimpan di wastafel tempat mencuci muka. Monica tidak mau memikirkannya dia langsung menyimpan kaos baseball tersebut ke keranjang.
Seberusaha apapun dirinya untuk melupakan hawa kebenciannya Dimas. Itu sia-sia.
Monica tetap memikirkan Dimas.
Saat sedang duduk-duduk malas di sopa seseorang mengetuk pintu Apartemennya.
Monica langsung membukanya dan tersenyum ketika melihat Reza berdiri diambang pintu dengan wajahnya yang tampan.
Seketika masalahnya dengan Dimas terlupakan. Monica fokus pada kehadiran remaja yang disukainya.
"Aku bawain cemilan." Gumamnya mengangkat keresek agar Monica bisa melihat.
Monica mempersilahkan Reza untuk masuk. Untung saja dirinya membersihkan Apartemen karena biasanya Reza akan menginap.
Mungkinkah sesuatu akan terjadi?
Monica langsung menyadarkan dirinya. Mengapa dirinya menjadi pribadi yang mesum?!
ooOoo
Dua insan terduduk di sofa, 2 pasang mata tertuju pada televisi yang menayangkan sebuah movie action.
Reza merekomendasikan film laga agar tidak ada ketegangan horror malam ini. Lagi pula bocah lelaki itu tidak terlalu senang dengan film yang memfokuskan terlalu banyak jumpscare dibandingkan alur cerita.
Tangan kanannya terlentang di bagian inside back sofa. Ekor matanya sedikit mengintip ke sisi kanan memastikan jika perempuan di sebelahnya masih menikmati film.
Hingga akhirnya Reza menoleh ketika menyadari jika Monica sangat fokus menonton. Reza bisa melihat bulu mata lentiknya, hidung yang ideal dan bibirnya yang pink merona.
Gadis itu sangat cantik bahkan ketika dia sedang menggunakan piyama.
Tubuh Reza dan Monica tidak berjarak. Mereka menempel seperti pasangan suami istri yang sedang menikmati malam bersama.
Mereka tidak terganggu dengan meja yang berantakan oleh sisa makanan dan minuman. Bahkan tidak sadar jika waktu sudah larut malam.
Terkadang jika dalam keadaan seperti ini mereka lupa diri, bahwa mereka adalah bocah SMA yang masih harus pergi ke sekolah besok. Meninggalkan buku-buku pelajaran dan memilih menikmati sebuah film.
Reza mengusap lembut rambut Monica.
"Belum ngantuk?" tanyanya dengan suara yang melemah membuat Monica merinding.
"Kamu ngantuk?" Begitu lah perempuan menjawab pertanyaan dengan sebuah pertanyaan lainnya.
"Besok kita harus sekolah." Jawab Reza melengkungkan bibirnya sedikit.
Monica mengangguk mengerti. Benar! Mereka harusnya sudah pergi tidur karena besok harus bangun pagi.
Monica menyarankan Reza untuk tidur bersamanya di kamar. Gadis itu menjadi lebih agresif ketika bersama dengan Reza.
Reza tidak akan menolak tawaran Monica. Dia dengan senang hati bergabung di atas ranjang, menutupi tubuh mereka dengan satu selimut yang sama.
Langkah selanjutnya tubuh Monica akan didekap oleh Reza. Mengecup kepala Monica lalu memejamkan matanya.
Kali ini Reza tidak mau berbuat hal senonoh pada Monica. Ia akan menahan diri untuk tidak membawa jauh kenakalannya pada gadis polos tersebut.
ooOoo
Setelah menyikat giginya. Reza memperhatikan pantulan dirinya di kaca.
Tampan seperti biasa.
Dia bangga pada dirinya yang dianugerahi wajah sebaik ini, Tuhan tidak tanggung-tanggung memberikan visual dewa untuk Reza. Membiarkan anak lelaki itu menjadi sombong karena ke sempurnaannya. Iq nya nyaris mendekati cerdas, tubuhnya bersih bahkan aroma tubuh yang keluar sangat manis.
Reza tidak harus repot-repot memakai parfum, ia tahu bahwa aroma tubuh yang diciptakan oleh Tuhan baginya lagi-lagi tidak meleset. Semakin berkeringat maka akan semakin tercium manis.
Matanya jatuh pada keranjang cucian yang menumpuk. Padahal anak itu tinggal memutar gagang pintu dan keluar dari kamar mandi namun tangannya melepas gagang tersebut.
Meraih kaos baseball milik Dimas.
'Dimas.' Reza menggumam dengan desahan panjang yang semakin membuat hatinya gelisah.
Ke datangannya semalam adalah rencana untuk mengetahui apa yang sedang di sembunyikan oleh Monica.
Mengapa gadis itu berbisik-bisik dengan Kansa, tidak seharusnya mereka pulang bersama. Membingungkan bagi Reza karena Dimas tidak terlihat keberadaannya dan secara tiba-tiba Monica mengobrol dengan Kansa yang notabenenya adalah sahabat anak tersebut.
Dia tidak mendapat jawaban dari Sarah ketika nekat menghalau mobil gadis tersebut.
Satu-satunya cara adalah dengan memastikannya sendiri.
Reza mendapatkan jawaban. Menarik kesimpulan bahwa telah terjadi sesuatu terhadap Dimas. Terlihat dari bercak darah yang menempel di kaos putih tersebut, lantas Monica memungut bocah itu dan membawanya ke Apartemennya.
Dia keluar dari kamar mandi dengan wajah terkontrol seolah tidak ada kemarahan.
Monica sudah berdiri siap pergi ke sekolah. Gadis itu menunggunya.
Mereka keluar dari Apartemen dan Reza menyadari bahwa Monica sempat memperhatikan pintu Apartemen milik Dimas.
Reza tidak suka dengan keadaan seperti ini. Dirinya tidak suka jika Monica mengkhawatirkan bocah yang selalu menindas dirinya. Itu sesuatu yang salah.
Seharusnya Monica acuh dan tidak perduli pada anak lelaki bajingan itu.
Gadis itu memiliki hati yang terlalu hangat.
Kemungkinan saja bahwa Monica juga bisa berempati pada orang tidak dikenal.
Tidak masalah, mungkin jika Monica berbaik hati pada orang yang tidak dikenalinya jauh lebih baik dari pada harus memberi perhatian pada Dimas.
Setelah hubungannya semakin dekat. Reza menginginkan sepenuhnya. Ia ingin meng-hak milik Monica.
Monica harus sepenuhnya dalam kungkungannya.
Anak lelaki itu semakin memperlihatkan ke dekatannya dengan Monica.
Reza bahkan bergabung dengan Teo di meja tempat makan Monica dan Sarah.
Dirinya akan memberitahu semua orang bahwa Monica miliknya.
Sarah sebenarnya tidak nyaman namun lontaran lelucon Teo membuat canggungnya melebur.
Kansa terlambat memasuki kantin. Lelaki itu melihat Dimas sudah bersama dengan Rehan.
Kansa melupakan kejadian kemarin, ia menurunkan ego nya demi hubungannya tetap berjalan baik dengan Dimas.
Begitu pun dengan Dimas. Walaupun kentara sekali kecanggungan diantara mereka, Dimas dan Kansa mencoba baik-baik saja.
Rupanya Rehan sedang menggosipi Reza.
Rehan sangat suka bergosip berbeda dengan kedua temannya yang lain.
"Lu sama Karin udah pensiun gangguin Monica?" Tanya Rehan.
Dimas memasukkan permen lolipop bulat ke dalam mulutnya.
"Udah gak seru." Jawabnya singkat.
Walaupun sebenarnya Dimas merasa kehidupan sekolahnya menjadi hambar. Tapi bagaimana lagi ia rasa memang sudah saatnya berhenti.
Karin berada dalam jangkauan penglihatannya. Perempuan itu berada tepat di belakang Kansa menghadap pada dirinya.
Sesuai dugaannya. Karin tidak akan menunjukkan rasa bersalah padanya karena sudah di usir dari rumah.
Sebaliknya Karin merasa jauh lebih leluasa untuk memperalat Kenta demi masa depannya yang akan menjadi sangat cemerlang.
ooOoo
Ia mengusap rambutnya ke belakang.
Lalu mulai mengayunkan tongkatnya ketika bola keluar dari mesin. Sudah sekitar 2 jam Dimas berada di Batting Cage. 3 kali mengisi ulang waktu.
Kansa tidak terganggu dengan berisiknya orang-orang memukul bola. Dia fokus pada laptop mengisi waktu luang menemani Dimas dengan melihat video membelajaran.
Dimas berada di dalam bersama dengan Rehan. Mereka bertaruh, siapa yang lebih sedikit memukul bola maka dia harus membelikan teman-temannya makan.
Rehan tidak masalah jika dirinya harus kalah. Lagi pula dia punya banyak uang. Dia hanya perlu hiburan.
Dan alhasil Rehan tidak harus repot-repot sekuat tenaga memukul bola-bola putih tersebut karena dirinya tahu akan kalah dari Dimas. Tentu saja, Dimas adalah pemain baseball terbaik di sekolah.
Jalanan masih sangat ramai. Mereka bertiga terduduk di lapang serbaguna milik umum.
Dimas memperhatikan Rehan yang sedang bermain basket dengan sekumpulan remaja random.
Sesekali Dimas terbatuk karena angin malam. Tubuhnya belum seratus persen membaik. Bahkan sesekali Kansa melihat Dimas menyentuh pinggangnya.
"Lu bisa hubungin gue kalo ada apa-apa." Kansa memecah keheningan diantara mereka.
Angin berhembus lebih kencang dari sebelumnya.
"Gue gak bisa repotin lu terus."
"Lu di pukul ya sama bokap lu."
"Monica ngomong apa aja ke lu?" Dimas langsung bertanya pada detik itu juga.
Kansa tahu isi pikiran Dimas.
"Monica cuma hubungin gue kalo lu ada di Apartemennya. Dia juga bilang kalo punggung lu banyak sayatan."
"Terus?"
Kepalanya terasa menjadi pening.
"Dim. Monica murni khawatirin lu. Dia gak punya niat apa-apa kecuali nolongin lu."
Dimas tidak menerima penjelasan Kansa. Dia terkikik dengan isi pikirannya sendiri.
"Gue gak perduli sekalipun dia bocorin keadaan gue ke Reza, Sarah atau anak-anak sekolah lainnya."
Kansa mengerti, dia tahu bahwa sebenarnya Dimas khawatir kelemahannya yang diketahui oleh Monica akan dimanfaatkan gadis itu untuk balas dendam.
Kansa merangkul pundak Dimas.
"Monica udah berbaik hati buat lu bahkan dia gak perhitungan buat bantuin sementara selama ini lu tau sendiri lu kaya gimana ke dia..."
"Dia itu anak yang di tindas dan dia bisa ngerasain keadaan sewaktu lu lagi terpuruk...."
"Lu harus makasih sama dia, Dim karena gimana pun Monica udah pasti bakal jadi orang pertama yang nolongin lu."
Benar, yang di ucapkan Kansa ada benarnya. Sedikitnya Dimas mulai berpikir, dirinya bertetangga dengan Monica dan sudah pasti bahwa gadis itu yang akan menolongnya jika sesuatu terjadi padanya.
Sebaliknya, Dimas bahkan belum tentu mau berurusan dengan Monica jika dia butuh sebuah pertolongan di Apartemen.
Bersambung...85Please respect copyright.PENANAaikdaQMPQd