Sebuah bangunan classic berdiri berjajar memiliki rupa yang sama. Pemerintah memberikan sepetak tanah perumahan untuk para pekerja dinas Polisi. Bangunan bata yang di cat cokelat dengan empat cerobong asap yang terlihat seperti hiasan.
Rumah tersebut terletak tidak jauh dari gerbang utama Satuan Pengamanan.
Dimas memarkirkan sepedanya di depan gerbang hitam. Ia mengintip memperhatikan sekitar yang tampak sepi.
Halamannya rapih dan di beri warna pink serta hijau dari tanaman agar rumahnya tidak terlihat boring.
Setelah melihat sekitar, dia tidak menemukan mobil dinas Papanya.
Anak itu melangkah masuk setelah membuka kunci gerbang.
"Sepi banget." Gumamnya masih terus berjalan sampai ke dekat pintu utama.
Tampaknya ke hadirannya sudah di ketahui oleh sang adik yang mengintip dari jendela lantai dua.
"Wah~ Gue pikir kakak gak akan pernah balik lagi ke rumah ini." Katanya sedikit berteriak.
Dimas yang mendongak menatap adiknya tidak memberi respon apapun.
Tak lama pintu terbuka dan menampakkan sang ibu.
Dimas menyunggingkan giginya seolah baru saja membuat kesalahan.
"Papa kamu lagi pergi dinas ke perbatasan Kota." Ujar sang ibu membuat Dimas tampak kecewa.
Rupanya kedatangannya tidak tepat sama sekali. Dimas menunda kata-kata permintaan maaf yang akan dia ucapkan pada sang ayah.
"Dimas. Karin udah gak tinggal lagi disini. Kemarin malam, ayahnya izin untuk berhenti bekerja...."
Wanita itu sejenak menyeruput tea nya.
"Mama ingin kamu kembali tinggal disini, lagi." Lanjutnya sembari meletakkan cangkir teh di meja cokelat.
Tanpa harus memikirkan apapun Dimas mengangguk menurut. Dia akan kembali ke rumahnya setelah acara prom night.
Dimas memasuki ruang kamarnya yang sudah sangat lama tidak dia tempati. Sepertinya sang ibu rajin membersihkan ruangan tersebut. Terlihat jika spreinya rapih dan wangi, bahkan tidak ada debu di meja dan juga lantai kamarnya.
Ia duduk di kursi sofa yang menghadap televisi. Matanya jatuh pada rak kecil, disana masih tersimpan sebuah bingkai foto yang menunjukkan dirinya, Reza, Saka dan Sean.
Mereka saling merangkul satu sama lain. Saat itu paman Dom lah yang mengusulkan ke empat bocah itu untuk mengambil gambar.
Bahkan masih ada lumpur di wajah ke empat bocah tersebut. Kala itu mereka sedang asik bermandikan air hujan sembari bermain bola.
Dimas menarik napasnya ketika ia melihat ke sisi bingkai foto. Sebuah benda usang yang sudah bertahun-tahun dirinya simpan, gantungan kunci dengan desain motor vespa. Warnanya sudah memudar bahkan besi untuk menggantungnya saja sudah berkarat.
Anak itu memulai berpikir.
Apakah dia bisa berteman lagi dengan Reza?
Apakah mereka berempat akan kembali bersama menjadi sahabat?
Tapi bagaimana dengan Saka dan Sean? Mereka sudah cacat dan bahkan mereka berada di kubunya Reza.
Dimas meremas rambutnya mulai terasa pusing. Dia akan merasa kelelahan jika sudah memikirkan pertamanannya dulu.
Karena bagaimanapun juga Dimas masih menyayangi ketiga temannya tersebut hanya saja dia tidak mau mengakui itu.
ooOoo
BRZ birunya terparkir di halaman belakang. Bocah dengan rambut gondrong tersebut melepas seatbelt dan hendak keluar namun ponselnya menyala membuat dia berdiam sedikit lama di dalam mobil.
Raya mengiriminya pesan mengatakan jika dia ingin bertemu dengan Reza. Hanya saja Reza sudah benar-benar tidak ingin berhubungan lagi dengan perempuan tersebut. Dia mengatakan jika dirinya sedang sibuk melakukan ujian susulan sehingga untuk saat ini tidak ada waktu untuk bertemu.
Namun tampaknya Raya bersikeras bahkan sampai menelpon Reza beberapa kali membuat anak lelaki itu kesal. Reza mematikan ponselnya dan keluar dari mobil.
Langkahnya terhenti ketika melihat Monica tengah berdiri di balkon kamarnya. Tampaknya Monica sedang melamun karena tidak memberi respon apapun ketika Reza melambaikan tangannya.
Sejenak Reza langsung teringat perkataan kedua orang tuanya, mungkin sebelum terlambat Monica memang harus segera di bawa ke psikolog.
Reza menghampiri gadis tersebut, dia masih berdiri dengan posisi yang sama.
Reza memeluknya dari belakang dan Monica baru tersadar dari lamunannya.
"Kamu bisa masuk angin." Gumam Reza berbisik.
Monica tidak berontak dengan pelukan yang dilakukan oleh Reza. Dia hanya terdiam dan berkata dengan datar. "Aku pengen ketemu sama ayah."
Sebenarnya Reza tidak ingin mengabulkan permintaan Monica karena gadis itu belum mengetahui jika ayahnya dijatuhi hukuman mati. Namun Reza juga tidak mungkin melarangnya untuk bertemu dengan keluarga satu-satunya yang tersisa.
"Besok kita pergi jenguk ayah kamu, ya." Ucapnya membuat Monica sedikit lebih baik.
Gadis itu tersenyum tipis lalu kembali menatap langit gelap yang masih tidak menampakkan cahaya bintang.
Jum'at Pagi
Reza pergi ke sekolah untuk melakukan ujian kelulusan yang sempat ia tinggalkan karena harus menemani Monica.
Pada akhirnya Monica tidak bisa mengikuti ujian kelulusan karena keadaannya benar-benar tidak stabil.
Tadi saja jika ibunya tidak marah sudah pasti Reza tidak akan mau meninggalkan Monica karena gadis itu menghilang dan ditemukan berada di kamar mandi pelayan yang ukurannya kecil.
Monica ditemukan sedang menangis dan berkata jika Kresna mencari dan ingin membunuhnya. Gadis itu histeris ketika Reza mencoba mendekati dan menenangkan Monica. Bahkan Monica mencoba menyerang Reza karena dimatanya lelaki itu adalah omnya, Kresna.
Reza terluka di bagian pipi kirinya karena Monica tidak sengaja mencakar akibat berontak ketakutan.
Keributan di pagi buta itu membuat semua pelayan di kediaman Adiatma ketakutan dan mengatakan jika sepertinya gadis malang tersebut sudah mulai berhalusinasi.
Bahkan setelah di pegangi oleh para pelayan lelaki, Monica masih mencoba untuk kabur.
Emosinya berubah-ubah, gadis itu sempat tertawa lepas lalu dengan lirih berubah menjadi tangisan yang amat menyakitkan.
"Ibu~~" Lirihnya menangis kencang, dia berkata mengapa ibu meninggalkannya sendirian. Mengapa ibu sangat tega membiarkan Monica menanggung kebencian semua orang sendirian. Mengapa ibu tidak membawa dirinya mati juga.
Air matanya mengalir dari mata Monica yang sudah sembab karena terus-terusan menangis. Gadis itu membuat semua orang yang melihatnya merasa kasihan dan sedih.
Dia sudah berjuang sendirian selama ini, mencoba tetap tegar ketika ayahnya berada di dalam penjara. Monica masih bisa baik-baik saja karena Sani dan Kresna selalu menjadi penyemangatnya selama ini. Namun setelah tragedi pembunuhan yang dilakukan oleh Kresna membuat Monica benar-benar terguncang. Ia di hantui oleh tatapan bengis Kresna. Bahkan gadis itu tidak bisa tidur nyenyak karena Kresna akan datang ke mimpinya dan mengancam hal yang sama jika Monica harus mati.
Reza mengerjakan ujiannya dengan biasa tanpa terburu-buru walaupun sebenarnya dia sangat ingin cepet menyelesaikan essai dan pergi ke rumah sakit mengecek keadaan Monica.
Ayahnya menunggu diluar sembari mengobrol dengan para guru yang mengenali Adiatma Bramantyo. Beliau harus memastikan jika Reza tidak akan kabur selama melaksanakan ujian.
Atma dan para guru berbincang ringan dan mulai pada percakapan yang sedikit sensitive. Mereka memuji kemurahan hati keluarga Bramantyo yang mengurus kasus Monica. Mereka juga mengatakan jika ada banyak sekali orang yang tidak mau dekat-dekat dengan siswi tersebut karena takut terkena sial.
Atma tersenyum tipis.
"Saya sudah menganggap Monica seperti anak saya sendiri. Terlebih anak lelaki saya sangat mencintai Monica. Monica sudah tidak punya siapapun di dunia ini, saya tahu bagaimana perasaan menjadi sebatang kara di dunia yang menjadi asing. Saya harap para guru tidak berkata hal buruk mengenai murid kalian sendiri. Saya harap kalian bisa menjadi peran orang tua yang baik untuk para siswa di sekolah, dan tidak meninggalkan siswa yang keadaannya sulit seperti Monica. Bahkan membiarkan murid lain menindasnya..."
Para guru yang sedari awal mencoba cari muka kini terdiam merasa terpojok. Mereka hendak membela diri namun Atma memotong.
"Saya mengingat nama kalian semua. Beruntung jika mungkin salah satu dari kalian tidak dikeluarkan dari sekolah ini." Atma menganggukkan kepalanya memberi hormat.
"Permisi." Ujarnya membelah para kerumunan guru yang tidak becus itu dan kompeten. Beberapa dari mereka bahkan tidak bekerja dengan benar. Hanya memberi tugas dan tidak pernah masuk kelas. Negara ini benar-benar sudah rusak.
ooOoo
Monica tidak melangkahkan kakinya ketika dia sampai di tangga utama masuk ke dalam rumah sakit. Dia terdiam menengadah membaca tulisan kusam yang ada di atas pintu masuk.
J U L I U S P S Y C H I A T R I C H O S P I T A L
Gadis itu melirik pada Maya yang sudah berjalan di depan. Maya menoleh kebelakang menyadari jika Monica tidak mengikuti langkahnya.
Dua pelayan lelaki menjaga di balik punggung Monica, ditakutkan jika gadis tersebut akan kabur.
Maya menghampirinya dengan anggun. Wanita itu tersenyum lembut sembari meraih tangan Monica.
"Gak perlu takut, nak. Kita ke sini untuk kesembuhanmu, demi dirimu sendiri. Biar kamu sehat lagi." Ujarnya mengusap punggung tangan Monica.
"Ibu gak akan tinggalin kamu." Imbuhnya menatap mata Monica yang sudah hampir kosong. Wajahnya pucat dan terdapat lingkaran hitam di matanya. Gadis tersebut terlihat seperti kehilangan separuh jiwanya. Lemas dan tidak bersemangat.
Monica mengangguk pelan lantas baru dia melangkahkan kakinya menaiki tangan.
Mereka memasuki lobi yang semerbak wangi wewangian khas rumah sakit, keadaan rumah sakit yang sangat bersih dan nyaman berbeda dengan yang ada di film-film.
Maya mendapati rujukan dari pihak psikiater untuk membawa Monica ke rumah sakit jiwa Julius. Rumah sakit yang terletak di Ibu Kota Mcvern, menjadi salah satu rumah sakit mental terbaik di Kota Belia.
Monica terlihat seperti biasa saja ketika mengobrol dengan salah satu petugas. Dia bahkan dengan kooperatif mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah sakit.
"Dia tampak baik-baik saja, nyonya." Ujar Adora anak dari pelayan yang mengurusi Reza dari kecil. Kini Adora juga bekerja di kediaman Adiatama.
"Ya~ mentalnya stabil ketika Monica tidak memejamkan mata."
Monica akan kambuh saat gadis itu bangun tidur karena mimpinya terasa sangat nyata. Sehingga dia menolak untuk menutup mata, menahan kantuknya sebisa mungkin. Bahkan seharian ini dia tidak makan karena perutnya menolak setiap makanan yang masuk ke dalam mulutnya.
Bahkan muntahannya hanya sebuah cairan bening. Hal tersebut memicu tubuh Monica menjadi lemas dan dehidrasi bahkan sampai membuat gadis tersebut mulai berhalusinasi.
Bersambung....
38Please respect copyright.PENANAqms5a4zPiG