Sebuah fiksi yang dirancang oleh penulis itu sendiri. Alur yang dituangkan didalam cerita murni ide penulis. Jika ada kesamaan dalam nama, tempat hanyalah kebetulan. Dilarang keras untuk membawa perasaan terhadap kejadian yang tidak masuk akal. Selamat membaca. –M
110Please respect copyright.PENANArkblmWvdEo
Dimas langsung dilarikan ke rumah sakit oleh Kansa. Lelaki itu benar-benar tidak sadarkan diri.
Sementara di dalam bus. Darah di kepalanya Reza masih terus mengucur menarik perhatian para penumpang. Bahkan Monica membujuk Reza untuk pergi ke rumah sakit tapi lelaki itu tidak mau. Monica bisa melihat kalo kulit kepalanya robek. Tapi bisa-bisanya Reza tampak biasa saja. Lelaki itu tidak meringis ke sakitan selayaknya manusia normal. Apakah hal seperti ini tidak ada ada apa-apa baginya?.
Reza masih menggenggam tangan Monica seolah tidak akan melepaskannya. Lagi pula Monica juga tidak akan meninggalkan Reza begitu saja. Apalagi keadaannya sedang berdarah-darah seperti sekarang.
Monica tidak tahu arah tujuan busnya kemana. Yang pasti ini berlawanan arah dari tempat tinggal Monica.
Keduanya turun di halte. Lalu berjalan masuk ke dalam sebuah komplek yang sangat bersih dan jernih. Udaranya tampak berbeda. Ada banyak tumbuhan di setiap lingkungan rumah. Hanya saja sepi seperti tidak ada kehidupan.
Reza membawa Monica cukup jauh. Mereka masih belum mengeluarkan suara satu sama lain.
Sampai di tujuan, lelaki itu membuka gerbang kecil dan menyuruh Monica untuk masuk terlebih dahulu. Setelah itu ia menyusul. Meraih tangan Monica untuk di genggam olehnya lagi.
Monica menelisik ke kanan dan juga kiri.
Di dalam hatinya ia bertanya. Apakah ini adalah kediamannya Reza. Sederhana namun juga mewah.
Seperti rumah singgah bangsawan. Halamannya luas, di penuhi rerumputan yang rapih. Look rumahnya tidak mencerminkan Reza yang berantakan. Bahkan rambut Reza sering terlihat acak-acakan. Apalagi mengenai seragam. Soal kerapihan, Dimas masih unggul.
Reza benar-benar sangat berandalan sementara aura rumahnya terlihat sangatlah harmonis.
"Den, Rezan. Ya Tuhan, kenapa? Ada apa? Kenapa pulang-pulang berdarah gini."
Monica menebak jika wanita sedikit paruh baya itu adalah pembantu atau mungkin pengasuh Reza dari kecil. Pasalnya beliau sangat khawatir. Bahkan langsung menyambar tubuh Reza, memboyong lelaki itu masuk ke dalam ruangan.
Dan Monica terdiam. Ia tersadar saat keadaan menjadi hening.
Kenapa dirinya ditinggalkan sendirian begitu saja?.
Tak lama perempuan berambut panjang, dengan dress panjang cokelat keemasan menuruni tangga. Ada pita cantik yang mengikat sebagian rambutnya ke belakang.
Monica menyapa dan memperkenalkan dirinya.
Begitu pun wanita dewasa tersebut. "Saya ibunya Rezan. Kamu bisa memanggil saya, ibu." Imbuhnya tersenyum cantik.
Beliau mempersilahkan Monica untuk duduk terlebih dahulu.
Katanya nanti akan ada pelayan yang menyediakan makanan dan minuman untuk Monica. Setelah itu beliau pamit untuk mengecek keadaanya Reza di dalam ruangan.
Monica jadi penasaran ruangan apa itu.
Ia mendaratkan pantatnya di sofa yang empuk. Rumah Reza benar-benar sangat ramah dimata, rapih dan bersih. Monica sudah lama tidak melihat rumah sekinclong ini. Bahkan sepertinya dirinya sudah lupa dengan tata letak ruangan dirumahnya yang dulu. Rumah tempat dimana ibunya bunuh diri.
Sudah hampir satu jam menunggu, pelayan beberapa kali bertanya pada Monica apakah menu hidangannya ingin di ganti atau tidak.
Monica menggeleng, ia bilang hidangan yang disediakan sudah sangat cukup.
Mereka menyediakan sushi, sepotong pizza dan juga aneka dessert.
Monica itu terlahir dari orang yang kaya raya tapi ia terkejut dengan kemewahan yang diberikan oleh pelayan dirumahnya Reza yang tampak sederhana ini.
Ia tidak pernah menyangka jika ternyata di dunia nyata ada hal seperti ini. Puluhan mungkin belasan pelayan ada dirumahnya Reza. Tapi apa yang dikerjakan pelayan sebanyak ini?. Apakah satu kaca rumah dipegang oleh satu pelayan? Atau mungkin mereka bertugas mengiris satu bawang satu pelayan?. Maka dari itu pelayan di rumah ini begitu banyak.
Sudah lebih dari sejam masih belum ada yang keluar dari ruangan kecuali para pelayan yang sedari tadi mondar mandir sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Monica menyeruput teh mint hangat yang diberi gula sedikit.
Suara pintu terbuka dan salah satu pelayan langsung menghampirinya.
Buru-buru Monica berdiri dan memberi salam. Pria dewasa itu hanya mengangguk, raut wajahnya tampak gelisah. Beliau juga langsung masuk ke dalam ruangan yang di dalam nya ada Reza.
"Apakah aku boleh tau, ruangan apa itu?" Monica bertanya pada pelayan, gadis itu sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya.
"Logam biru artinya ruangan medis. Seperti kotak p3k yang disediakan di rumah-rumah. Kediaman Adiatma Bramantyo menyediakan p3k sekaligus ruangan medis yang disertakan dengan satu dokter untuk mengecek kesehatan setiap orang yang ada di rumah ini. Dan juga bisa digunakan jika terjadi kecelakaan diluar seperti yang terjadi pada Tuan Rezan Bramantyo." Jelasnya tersenyum lebar. Pelayan dihadapan Monica tampak sangat senang sudah menjelaskan secara detail yang ditanyakan oleh tamunya.
Sementara Monica, melongo. Dia bahkan tidak berekspektasi jika ada seorang dokter khusus di dalam.
"Apakah ada yang ingin nona tanyakan lagi? Saya siap menjawab dan membantu apa yang dibutuhkan oleh nona."
Monica menggeleng sembari menggerakkan kedua tangannya. "Ah~ udah cukup kok. Terimakasih, aku mau nunggu lagi di sofa." Ujarnya kembali ketempat.
Entah berapa lama waktu yang Monica pakai untuk menunggu Reza. Yang pasti ia ketiduran. Pelayan perempuan menyelimuti tubuh Monica.
Reza di cecar oleh ayahnya. Di marahin karena selalu bertengkar dengan teman baiknya Dimas. Tapi Reza selalu berkata bahwa mereka bercanda. Orang tua mana yang akan percaya jika mereka memang bercanda.
Lelaki itu duduk di sebelah Monica. Menatapnya sebentar. Jika tidak ada ayah dan ibunya, Reza sudah bersiasat untuk mencium gadis itu.
Karena berisik, Monica terbangun. Awalnya ia terkejut karena pandangannya gelap tapi Monica lebih terkejut lagi setelah mengetahui bahwa tubuhnya sedang di gendong oleh Reza.
"Eh, bangun." Ucap Reza santai, ia menggendong Monica sembari menaiki tangga.
"Aku mau dibawa kemana? Turunin aku."
"Gue mau pindahin lu ke kamar." Reza tidak menuruti ucapannya Monica.
"Gak usah, aku mau pulang." Monica berusaha turun dari gendongan Reza.
Tapi tangan Reza meremas paha Monica membuatnya terkejut.
"Nginep aja disini. Orang tua gua udah ngizinin kok." Katanya membuat Monica menurut namun ia tetap minta diturunkan. Katanya ia bisa berjalan.
Reza berjalan di depan Monica.
Monica memperhatikan perban yang membaluti kepala Reza, menutupi rambut lelaki itu.
Gadis itu dipersilahkan masuk. Reza menutup pintu lalu duduk dipinggir ranjang.
"Kita tidur sekamar aja." Ujarnya santai sementara Monica selalu kaget dengan Reza yang seblak-blakan itu.
"Gak boleh, nanti mama sama papa kamu marah."
Reza menarik tangan Monica lalu memeluk tubuhnya sembari berbaring.
"Ibu sama Daddy gue ada dirumah belakang, mereka gak tidur di rumah ini kok." Katanya menjelaskan.
Monica terdiam memikirkan cara agar bisa tidak satu kamar dengan Reza.
"Gue gak akan ngapa-ngapain lu kok. Cuma mau tidur bareng aja." Imbuhnya seolah sudah tahu apa yang ada dipikiran Monica.
Monica masih terdiam dan Reza buru-buru mengecek.
"Kalo pun lu gak mau, gue bakal tetep maksa lu buat tidur disini."
"Oke, oke. Tapi aku mau bersih-bersih dulu." Monica keluar dari pelukan Reza.
Reza memberikan kaos dan juga celana pada Monica.
"Sementara gak ganti daleman dulu, gak apa-apa kan?"
Monica merasa malu. Kenapa Reza terpikirkan akan hal itu. Bahkan Monica yang sebagai wanita saja awalnya tidak peduli.
"Gak apa-apa kok, kamu gak usah mikirin itu." Ujarnya pergi.
Monica keluar dari kamar mandi lalu bergabung dengan Reza di atas ranjang.
Awalnya dia sedikit menjaga jarak dari Reza namun lelaki itu mendekat dan memeluk Monica.
Jujur saja ini kali pertamanya dihadapkan dengan keadaan satu ranjang dengan seorang lelaki yang bahkan tidak ada hubungan dengannya.
Reza menyadari detak jantungnya Monica yang kencang. Dan ya, Reza juga tahu bahwa ini adalah momen pertama Monica tidur bersama seorang lelaki seumurannya.
Tangan Reza menyentuh luka tangannya Monica.
"Lukanya udah mulai mengering kok." Monica memecah keheningan.
"Syukur deh. Gue juga mau lepas perban aja."
"Loh, kenapa?"
"Gak nyaman." Reza benar-benar melepas perbannya.
Ia menyimpan perban tersebut di atas nakas lalu meraih remot dan mematikan lampu.
Sekali lagi Monica terkejut dan langsung gugup. Malam ini tidak akan ada yang terjadi pada dirinya dan Reza kan?. Monica jadi sangat gugup. Pikirannya sudah mengarah pada hal-hal mesum. Napas Reza menerpa leher belakang Monica, membuat tubuhnya merinding namun ada perasaan lain yang membuatnya menikmati hembusan napas Reza yang semakin kencang.
Tangan Reza secara perlahan menyingkap kaos yang dipakai Monica. Tangannya masuk dan bergerak ke pusar. Membuat napas Monica juga secara perlahan semakin memburu.
"Reza~." Monica memanggil.
Ia memalingkan wajahnya ke belakang untuk melihat Reza. Bermaksud untuk menghentikan tangan lelaki itu.
Tapi ternyata, saat mereka saling bertatapan. Reza langsung mencium bibir Monica.
Monica terkejut namun ia juga menutup matanya seperti yang dilakukan Reza. Tangannya melingkar di leher lelaki itu. Sementara Reza mulai menghisap bibir bawah Monica. Menghisapnya dengan sangat dalam.
Entah bagaimana, yang pasti secara natural Monica menjulurkan lidahnya. Membuat Reza merasa bahwa Monica menikmati ciuman.
Reza benar-benar menikmati ciumannya. Ia tahu kalau ini adalah ciuman pertamanya Monica. Karena cukup terasa kaku untuk beberapa saat namun Reza tidak perduli. Ia akan membuat ciuman pertamanya Monica tidak akan pernah terlupakan.
Lelaki itu melepas ciuman, menjilat daun kuping Monica. Memainkan lidahnya di kuping gadis itu, Monica di buat naik hasratnya agar ia semakin menginginkan lebih dan Reza akan memenuhi keinginan batinnya.
Monica mengerang, mengeluarkan suara membuat Reza juga semakin tidak tahan. Reza menciumi leher Monica. Tangannya menarik kaos sampai pakaian dalam Monica terlihat. Reza melihat kedua gundukan payudara tersebut. Namun ia tidak berani untuk menyentuhnya.
Reza meneruskan aktivitasnya, menciumi perut dan juga memainkan pusar Monica dengan lidahnya.
Monica kegelian, ia semakin berani mengeluarkan suara. Membuat Reza sedikit khawatir terdengar oleh pelayan rumahnya.
Reza kembali mencium Monica. Melebarkan kedua kaki gadis tersebut lalu menempelkan 'miliknya' ke 'milik' Monica.
Monica bisa merasakannya.
Perlahan Reza menggerakkan pinggulnya.
Jujur saja, Monica merasakan kenikmatan saat 'milik' Reza menyentuh kelaminnya. Padahal itu tertutup oleh celana namun Monica tahu bahwa mungkin milik Reza cukup besar.
Reza menggerakkan pinggulnya, menggesek-gesekkan nya sembari menikmati bibir Monica. Begitupun Monica, dia menikmati gerakan Reza yang membuat miliknya berkedut.
Suasana malam yang gelap membuat kedua larut dalam keringat dan juga hawa napsu yang tidak terbendung. Bahkan Monica menyadari bahwa seharusnya ia tidak melakukan ini tapi tubuhnya benar-benar tidak bisa berbohong. Monica memang menginginkannya.
Semakin kencang, membuat Monica semakin tidak bisa mengimbangi gerakan Reza. Mereka selayaknya melakukan hubungan seksual namun dengan batasan.
Monica ingin mencium Reza namun lelaki itu mencegahnya. Ia menarik rambut Monica untuk tidak menciumnya dulu, itu ia lakukan agar tidak keluar terlalu cepat. Reza masih ingin bermain dengan Monica. Dan, apa yang dipikirkan oleh Reza berhasil. Momen malam ini akan selalu diingat olehnya.
ooOoo
Kansa membuka matanya, terbangun saat mendengar suara diluar gedung. Ia turun dari sofa, berjalan melihat keadaannya Dimas yang masih tertidur.
Kansa membawa Dimas ke rumah sakit karena temannya itu tidak sadarkan diri. Wajahnya lebam seperti biasa. Dan juga dokter mengatakan jika Dimas sedang demam. Pantas saja saat disekolah lelaki itu tampak lemas.
Jam menunjukkan setengah 3 pagi. Kansa sejenak keluar dari ruangan, perutnya kelaparan membuat ia keluyuran subuh-subuh mencari makan.
Ia menikmati hembusan angin yang menusuk tubuhnya. Makanan kantin rumah sakit tidak begitu enak sehingga ia mencari ke minimarket.
Setelah membeli beberapa makanan, Kansa berdiam diri dikursi. Menyalakan rokok untuk sedikit menghangatkan tubuh.
Sudah cukup lama dirinya tidak merokok itu karena Dimas melarangnya. Dimas tidak memperbolehkan Kansa untuk merokok karena katanya mereka harus daftar ke kepolisian. Setidaknya selama sekolah dan akademi nanti Kansa harus menahan untuk tidak merokok. Tapi tentu itu sulit bagi seseorang yang sudah ketergantungan dengan tembakau.
Mungkin sekitar 2 bulan Kansa bisa menahan tapi sekarang ia merokok lagi karena pusing memikirkan temannya yang selalu bermasalah dengan Reza.
Ponsel Kansa berbunyi. Ia mengangkat panggilan dari seseorang yang disimpan kontaknya sebagai 'Ibu Angkat'.
"Yo, brooo~." Sapa Kansa seperti pada teman.
"Oy, anak angkat. Kemana lu? Kagak balik jam segini." Suara di dalam telpon membuat kita tahu bahwa hubungan antara Kansa dan ibunya seperti seumuran.
"Kansa lagi dirumah sakit, mam." Katanya sembari menghisap rokok.
Asap mengepul menari-nari di udara.
"Kenapa, ada apa? Kok kagak bilang ke mami."
"Dimas. Habis berantem dia sama anak kelas lain."
"Ya elah. Parah dia, sampe masuk rumah sakit?"
"Babak belur sama demam. Besok juga mungkin udah boleh balik."
"Lu gak berantem juga kan di sekolah? Udah makan lu?"
"Gak kok, Kansa anak baik disekolah. Udah, lagi sebat nih."
"Ya udah, istirahat. Besok balik ke rumah sekalian bawa Dimas kalo udah balik dari RS."
Setelah sedikit berbincang dengan maminya, Kansa kembali ke ruang inap dan melihat Dimas masih tertidur lelap.
Esoknya Dimas siuman dan memaksa untuk pulang ke Apartemen padahal tubuhnya masih demam.
"Lu balik aja, gue bisa urus diri gue sendiri kok." Gumam Dimas menyentuh penyangga yang membalut lehernya.
"Ya udah gue anterin sampe Apartemen."
Ketika pintu lift terbuka, Dimas dan Kansa melihat Monica tengah berdiri dihadapan pintu Apartemen miliknya.
Dimas dan Monica saling bertatapan sementara Kansa keheranan karena kenapa ada Monica disini.
Monica sudah membuka pintunya namun ia membungkuk meminta maaf atas apa yang sudah terjadi pada Dimas, setelah itu masuk ke dalam.
Dimas tidak mengatakan apapun.
Kansa ikut masuk ke dalam Apartemen Dimas. Ia membaringkan tubuhnya di sofa.
Hening, tidak ada suara apapun membuat Kansa mencari keberadaan Dimas. Lelaki itu tengah berdiri menatap keluar jendela. Entah melihat apa, yang pasti Dimas mematung.
"Apa yang lu pikirin?" Tanya Kansa.
"Gak ada. Gue udah gak peduli sama keadaan sekolah besok." Jawabnya rancu.
Walaupun tidak jelas, Kansa mengetahui maksud dari ucapan Dimas.
"Buat beberapa hari ke depan mungkin sekolah masih gempar sama berita yang di buat-buat Reza. Nanti juga mereka lupa." Kansa menenangkan.
Dimas memikirkan hal terburuknya. Entah satu sekolah menindas Karin atau mungkin semuanya akan kembali normal dan Monica pun terbebas dari pembullyan sekolah.
Kelulusan hanya tinggal beberapa bulan lagi.
Para siswa sudah mulai lebih giat lagi belajar. Begitupun dengan Monica yang mengikuti kelas tambahan bersama dengan Dimas, Rehan dan beberapa siswa lainnya.
Satu sekolah masih bergunjing mengenai Dimas. Bahkan hampir seluruh siswa berteori kalau Karin dan Dimas itu di jodohkan.
3 hari Dimas tidak mengganggu Monica. Ia sedang tidak mood terlebih tubuhnya belum pulih. Masih ada beberapa luka yang belum hilang di wajahnya.
Sementara Reza, lelaki itu sudah tidak masuk selama 3 hari membuat Monica merasa di campakkan. Pasalnya setelah kejadian keduanya berciuman Reza tidak menghubungi apapun.
Monica menjadi kebingungan. Apakah dirinya sudah membuat Reza ilfeel? Apakah malam itu membuat Reza tidak mau bertemu lagi dengan dirinya?.
Tapi tidak mungkin sampai tidak masuk sekolah seperti ini.
Monica mengecek jam tangannya menunjukkan jam 9 malam kurang. Pelajaran tambahan sudah selesai hari ini. Monica langsung memasukkan alat tulisnya ke dalam tas lalu keluar kelas di susul dengan Dimas.
Dimas benar-benar mengabaikan Monica. Lelaki itu melewati Monica seolah dia tak ada.
Saat keluar dari gerbang sekolah. Monica terkejut dengan keberadaan Reza. Lelaki itu melambaikan tangannya sembari tersenyum. Begitupun dengan Monica, ia langsung sumringah.
"Kamu ngapain ke sini malem-malem?" Tanya Monica langsung.
"Jemput kamu." Jawab Reza menyentuh dagu Monica.
Gadis itu terdiam. Rasanya aneh sekali mendengar Reza menggunakan Bahasa 'kamu' padahal tidak ada yang salah dengan itu.
Reza memberikan helm pada Monica. Mengajak gadis itu untuk berkeliling menggunakan sepeda motornya.
Entah kemana tujuannya yang pasti Reza menghentikan motornya di pinggir jalan, diatas jembatan yang dibawahnya dialiri oleh air sungai.
Monica memperhatikan wajah Reza yang sedang melihat lurus ke depan. Apa sekarang dirinya sudah berpacaran dengan Reza? Atau mungkin kejadian malam itu hanyalah angin lewat saja?.
Gadis itu menghembuskan napasnya sedikit kasar. Entahlah mungkin lebih baik tidak memikirkannya. Biarkan saja semuanya berjalan dengan semestinya. Walau sebenarnya itu mengganggu Monica.
Bersambung...
Revisi 17 Oktober 2024
110Please respect copyright.PENANAf3oB9QD491