Tirai-tirai diikat ke masing-masing sisi oleh para pelayan.
Bocah tampan dengan rambut yang rapih terduduk di sofa labu berwarna putih tulang.
Maya menatap wajah anak semata wayangnya lalu menghembuskan napas.
Baru 4 hari memasuki Sekolah Menengah Pertama Reza sudah berkelahi dengan teman satu sekelasnya.
Anak bernama Jovan tersebut mendorong tubuh Reza secara tiba-tiba membuat Reza kesal.
Memangnya apa yang sudah di perbuat Reza sampai Jovan berani mendorongnya?
Hal tersebut bukan yang pertama kali. Jovan mencoba merundung Reza karena dia cacat. Tapi ternyata Reza tidak selemah yang dipikirkan olehnya.
Jovan tersungkur tidak sadarkan diri karena Reza memukulnya dengan sekali pukulan yang keras, membuat tulang hidungnya sampai bengkok.
Sejak hari itu Reza dikenal sebagai anak yang nakal. Tatapannya yang dingin dan juga acuh membuat beberapa orang merasa terintimidasi. Walaupun dalam beberapa kasus dirinya di gilai oleh para perempuan tetapi semenyeramkan apapun Reza dia tetap di rundung oleh kakak-kakak tingkat yang tidak ada kerjaan. Mereka senang mengganggu Reza karena anak tersebut memiliki mata merah seperti seorang vampire.
Awalnya Adiatma mengira bahwa mata yang dimiliki Reza adalah warna cokelat walau sebenarnya dalam beberapa keadaan terlihat seperti merah. Namun seiring berjalannya waktu mata itu terlihat semakin jelas berwarna merah.
Mereka membawa Reza ke rumah sakit dan tidak menemukan sebuah jawaban. Mata merah yang dimiliki oleh Reza murni bawaan dari lahir. Tidak ada kelainan dan bahkan anak tersebut di nyatakan tidak cacat.
Dan Maya mengetahui alasan mengapa anaknya sering berkelahi. Itu karena Reza tidak suka dirinya diganggu dan dirundung oleh sekawanan anak-anak yang bahkan Reza tahu mereka lebih lemah dari dirinya.
Maya tidak mau jika Reza tumbuh menjadi berandalan. Wanita anggun tersebut membawa Reza ke toko optik. Menyarankannya menggunakan lensa mata agar tidak terus-terusan di ganggu oleh anak yang lain.
Reza menolak, ia bilang bahwa dirinya baik-baik saja.
Namun saat melihat wajah ibunya cemberut karena penolakannya Reza mengubah jawabannya.
"Baiklah. Aku ingin lensa mata yang sama seperti warna mata ibu." Ujarnya tersenyum lembut menatap mata turquoise sang ibu.
Mendengar hal tersebut membuat hati Maya terenyuh. Dia terharu karena Reza benar-benar menganggap dirinya sebagai ibu kandungnya.
Hingga usianya 18 tahun. Pertumbuhan Reza yang tidak terasa membuat Maya dan Adiatma merasa sedih. Anak satu-satunya kini sudah menjadi remaja bahkan akan segera lulus dari sekolah.
Maya tidak akan pernah melihat Reza sebagai manusia separuh dewasa. Dia akan selalu melihat anaknya seperti anak kecil. Seperti Reza yang berusia 8 tahun.
Reza memasangkan lensa matanya. Mengerjap-ngerjapkan mata memastikan bahwa lensanya terpasang dengan nyaman.
Ia mengecek laptopnya yang tersambung dengan chat Monica.
Gadis tersebut mengatakan bahwa ia akan berkunjung ke rumah tante dan juga omnya. Seperti biasa Monica menolak ketika Reza menawarkan diri untuk mengantarnya. Dia berkata bahwa Reza bisa menjemputnya malam hari saat Monica sudah selesai berkunjung dan Reza tidak keberatan dengan usulan tersebut.
Dirinya meraih kunci mobil dan berjalan melewati dinding yang dipenuhi dengan foto-fotonya saat kecil.
Beberapa hari yang lalu Reza mendapatkan Surat Izin Mengemudi. Karena keberhasilannya tersebut Adiatma memberikan mobil sebagai hadiah.
Sebuah benda biru yang memiliki dua pintu yang tampan. BRZ.
Mobil tersebut menjadi mobil pertama yang dimiliki oleh Reza.
Dengan pandai dan percaya diri Reza mengendarai mobilnya. Melewati tikungan yang tajam dengan sedikit gaya. Jalanannya sepi dan tentram namun mungkin juga ketenangannya akan berubah menjadi marabahaya ketika malam hari.
Dia terus melaju melewati jembatan yang disisi kanannya terdapat sebuah air terjun. Airnya tampak segar, Reza bisa menikmati air tersebut dari cipratan yang masuk ke dalam mobilnya melalui jendela.
Selama dalam perjalanan ia sudah memikirkan sesuatu hal yang gila. Sesuatu yang ingin dia realisasikan di masa depan.
Mobilnya masih terus melaju, meliuk-liuk, menanjak dan juga menurun. Reza merasakan kenyamanan yang nikmat ketika meliuk-liuk. Handling yang diberikan oleh mobilnya membuat Reza puas seolah ia adalah pembalap professional dalam cornering.
Setelah melewati perjalanan yang cukup jauh. Reza memarkirkan BRZ nya di sebuah tanah berlapiskan rumput hijau.
Rumput-rumput tersebut tampak sejajar dan rapih seolah sengaja di potong. Hambusan angin menerpa tubuh Reza, suhu nya cukup dingin di jam 1 siang berbeda dengan betapa panasnya di kota pada waktu yang sama.
Kakinya melangkah menuruni tangga yang di buat dari batu alam templek. Tak jauh dari dirinya berjalan kaki, sebuah pondok kayu sederhana mulai terlihat.
Latar pondok tersebut adalah bukit-bukit tinggi yang jarang dijamah oleh manusia. Kehijauan yang asli memanjakan mata Reza. Ia bisa menghirup alam sepuas yang dia mau.
Pondok tersebut menghadap sebuah lereng yang cukup ekstrem. Lereng yang sebagiannya di aliri air yang di mana air tersebut akan terus melaju sampai bertemu dengan sungai dan terus mengalir hingga ke air terjun yang dilewati oleh nya dalam perjalanan ke pondok.
Reza masih tidak menyangka jika paman Dom memilih tempat seperti ini untuk membangun rumah masa tuanya. Padahal ia bisa hidup mewah di kota.
Remaja itu menoleh ke arah kanan ketika mendengar suara ayam. Dia terkekeh saat mengetahui bahwa paman Dom rupanya membuat sebuah pertenakan kecil. Peternakan yang terdiri dari beberapa ayam dan dua ekor sapi red angus yang berasal dari Skotlandia.
Sibuk memperhatikan farm mini, Reza tidak sadar jika seekor anak anjing Golden Retriever menggonggong sembari menghampirinya.
"Ah! Dia pasti anak dari Lily." Gumamnya meraih anak anjing tersebut.
Karena kegaduhan anak anjing tersebut. Seorang pria dewasa keluar dari pondok. Pria tersebut menggunakan pakaian panjang dan juga kaos polos yang sudah belel. Rambut putihnya sudah nyaris menghilang di telan usianya yang menua.
Kulit putihnya mengendur.
Reza ingat betapa gagahnya dulu saat paman Dom berada di Panti Asuhan dengan celemek ternaknya. Ia selalu sibuk mengurus lumbung bersama dengan Saka.
Reza hanya pernah beberapa kali membantu paman Dom saat di Panti Asuhan. Anak itu tidak terlalu tertarik mengenai farm.
Hingga ketika paman Dom memperkenalkan Simon padanya. Membuat anak itu memiliki aktivitas rutin pada hari Selasa.
Pertemuan pertamanya membuat Simon langsung tertarik dengan mata bengis bocah tersebut. Reza memang menyapanya dengan senyuman yang tulus namun Simon tahu bahwa di dalam diri anak tersebut ada sesuatu yang ganas.
Kembali pada reuni keduanya.
Di sini, di pondok kayu Reza duduk di kursi kayu yang dibuat oleh paman Dom. Mereka menikmati secangkir teh daun mint kesukaan kakek-kakek yang duduk disebelahnya.
"Mobil mencolok itu punya mu?" Tanyanya menghirup aroma teh.
"Yah. Tuan Atma memberiku hadiah karena sudah berhasil mendapatkan SIM." Jawabnya memandang lurus memperhatikan burung-burung yang beterbangan bersama dengan kelompoknya.
"Beliau dan istrinya adalah orang tua yang baik. Kamu beruntung Reza."
"Hm. Aku merasa Tuhan memang sengaja memberiku jackpot yang luar biasa."
"Sudah kah kamu menjadi anak yang baik untuk mereka?"
Reza terdiam.
Paman Dom menyalakan rokoknya, menyesap benda tersebut lalu menghembuskan asapnya secara perlahan.
"Tinggalkan Remora dan juga The Kings. Kamu harus berbakti dan menjadi anak yang baik."
Kini paman Dom menginginkan Reza keluar dari organisasi gelap miliknya.
Sejak awal seharusnya dia tidak memperkenalkan dunia yang jahat pada Reza. Pada saat usianya 1 tahun, Dom menitipkan Reza pada Simon. Sebelum akhirnya beliau memutuskan untuk kembali membawa Reza dan menempatkannya di Panti Asuhan sebagai tempat tinggal anak tersebut.
Reza tidak mengetahui kebenaran yang sebenarnya. Sesuatu mengenai asal-usul dirinya yang masih disembunyikan oleh Dom.
"Haruskah aku meninggalkan kelompok itu?" Reza bertanya. Dirinya bingung karena Remora sudah menjadi bagian dalam hidupnya.
Sebuah organisasi motor yang di buat olehnya memiliki tujuan utama untuk memperbaiki hubungannya dengan Dimas. Membujuk sahabat lamanya agar mau ikut bergabung namun Dimas menolak.
Tidak sejalan dengan visi dalam kehidupannya. Dimas itu terlahir dari keluarga yang notabenenya berprofesi sebagai polisi. Perkumpulan dan organisasi yang dibuat Reza tidak berguna untuk masa depan. Hanya merusak pola pikir anak bangsa dengan membuang-buang waktu.
Persahabatannya rusak hanya karena Dimas menyimpulkan semuanya dengan sendiri. Hanya karena sebuah gantungan kunci. Padahal Reza sudah menjelaskan bahwa gantungan kunci itu hilang bukan sengaja di buang olehnya.
Dan Dimas teguh dengan kebenciannya. Mengatakan bahwa Reza sudah berubah dan besar kepala karena di adopsi oleh keluarga kaya raya. Menyalahkan keretakan persahabatannya karena Reza tidak memilih tinggal di Panti Asuhan selamanya seperti yang dipilih oleh Saka dan Sean.
"Sebelum terlalu jauh lagi. Lebih baik keluar....
Dom menyesap rokoknya, lagi.
"Aku dengar dari Simon bahwa kamu sudah mulai bermain perempuan."
Reza tidak menjawab lagi karena yang dikatakan Dom memang benar. Tidak ada yang bisa di sanggah olehnya.
"Penyebab diriku tidak menikah adalah.... karena aku tahu bahwa pasanganku akan terpuruk dan menjadi incaran musuh yang berkeliaran,
Suara burung menghentikan kalimat Dom.
"Jika tidak bisa menglindunginya maka aku melepasnya. Setidaknya dia bisa berbahagia dengan lelaki yang jauh lebih baik dari diriku."
Reza menunduk. Alasan yang sama yang membuat Reza tidak bisa memberi kepastian pada Monica. Reza tidak percaya diri bahwa dirinya bisa melindungi Monica dari para musuhnya namun ia juga tidak setegar paman Dom untuk membiarkan Monica hidup bersama dengan lelaki lain. Reza tidak bisa membayangkan jika Monica hidup bahagia tanpa dirinya.
Karena hubungan yang diinginkan olehnya, Monica merasakan sedih dan bahagia bersamanya.
Bersambung....
85Please respect copyright.PENANAgZZJkgkN0R