Reza memasukkan sesuap makanan ke dalam mulut Monica.
Gadis itu tidak nafsu makan karena ia masih mengingat dengan jelas kejadian tempo hari. Monica masih ingat dengan jelas tatapan membunuh Kresna terhadapnya.
Tiba-tiba saja Monica mual. Ia mengeluarkan semua makanan yang baru saja masuk di perutnya.
"Maaf." Lirihnya kepada Reza.
"Nggak apa-apa, sayang." Jawab Reza membersihkan muntahan Monica di lantai.
Monica mengabaikan pikirannya mengenai Reza yang memanggilnya dengan 'sayang'. Saat ini hal seperti itu tidak terlalu mengganggu dirinya. Dia masih lemas dan hanya ingin terus berbaring.
Reza tidak lagi memaksa Monica untuk makan. Dia pergi keluar untuk merokok dan menitipkan Monica kepada pelayannya.
Di luar rumah sakit Reza menelpon sembari menyesap sebatang rokok. Raut wajahnya kusut luar biasa. Para anggotanya tidak bisa menemukan black phone. Ponsel itu seolah tidak hilang namun sengaja di sembunyikan oleh seseorang.
Reza memiringkan kepalanya.
'Udah pasti Monica gak akan nyembunyiin ponsel itu karena Apartemennya udah pernah di geledah.'
Namun firasatnya mengatakan jika ponselnya sudah pasti hilang lagi di sekitar gedung Apartemen tempat Monica tinggal.
"Dimas?" Gumamnya namun dengan cepat menggelengkan kepala.
"Dia anak gak sabaran, kalo dia yang nemuin udah pasti bakal langsung ngadu ke bokapnya."
Reza menyandarkan kepalanya ke tembok, menengadah melihat langit malam yang biru gelap. Tidak ada sinar bintang di sana, seolah menandakan jika langit sedang muram.
"Apa gue harus terus terang ke Papi soal organisasi yang gue ikutin?"
"Tapi ibu pasti bakal kecewa banget."
Reza terus bertanya pada dirinya sendiri dan akan menjawabnya juga dengan sendiri.
Dia benar-benar kebingungan. Masalahnya belum selesai dan ia juga tidak mungkin meninggalkan Monica mengurus masalahnya dengan sendirian.
Besok malam ia akan pergi ke bengkel untuk berdiskusi dengan semua anggota.
Paginya Reza mengantar Monica untuk melakukan interograsi.
Lelaki itu harus menunggu di ruang tunggu karena Monica hanya diperbolehkan masuk sendirian.
Dengan wajahnya yang masih pucat dia duduk di kursi besi yang sudah sedikit rusak. Ruangan kecil dan gelap membuat Monisa sedikit ketakutan. Ia teringat ketika dirinya pergi berlari untuk bersembunyi dari kejaran Kresna yang ingin memenggal kepalanya menggunakan kapak.
Saat itu dia berlari masuk ke dalam gudang kecil. Ruangan saat pertama kali Reza menemukan Monica bersimbah darah.
Tubuhnya tersentak kaget ketika mendengar suara pintu terbuka.
Petugas itu terdiam ketika melihat Monica tampaknya ketakutan. Ia melangkah perlahan lalu duduk di hadapan Monica.
"Keadaanmu sudah membaik?" Tanyanya lembut.
Monica mengangguk pelan.
Penyelidik tersenyum lalu mulai berbasi-basi. Beliau menanyakan apakah Monica sudah makan, apakah gadis itu tidur dengan baik dan bahkan menanyakan siapa lelaki yang menunggunya diluar. Sampai di rasa Monica sudah cukup stabil untuk di cecar pertanyaan mengenai Kresna.
Monica masih baik-baik saja saat penyelidik menanyakan keterkaitan hubungan antara Kresna dan Monica. Sampai ketika dia bertanya mengapa Monica datang ke rumah tersebut pada hari Rabu.
Monica menjawab jika dia sudah memiliki perasaan buruk ketika mendengar jika Om nya kalah dalam pemilu, maka dari itu dia ingin memastikan keadaan Om dan Tantenya.
"Apakah korban langsung menyerang dirimu saat kamu sampai di rumahnya?"
Monica menggeleng.
"Keadaan rumahnya memang sudah berantakan namun saya melihat jika Om seperti baru saja selesai mandi. Tercium aroma sabun dari tubuhnya. Beliau menyambut saya seperti tidak ada apa-apa walau sebenarnya saya sudah curiga karena rumah sangat berantakan....
"Awalnya beliau menyuruh saya untuk duduk di sofa, dia berkata jika dia akan memanggil tante saya. Namun ternyata beliau memukul kepala saya dari belakang menggunakan benda yang terbuat dari kaca. Saya tidak tahu itu apa, entah botol atau mungkin gelas.."
Penyelidik dengan hati-hati mendengarkan cerita Monica. Dia tidak memotong cerita gadis tersebut.
"Lalu..." Monica terdiam, kata-katanya tercekat ketika dia mulai mengingat wajah Kresna yang sangat ingin membunuhnya. Mata cokelat itu menatap dengan tajam, dengan mata yang berair.
Gadis itu tertunduk melihat kedua tangannya yang terletak dibawah meja dia tas kedua kakinya. Tangannya mengepal mencoba melawan rasa takut yang ada di dalam dirinya.
"Lalu.. Beliau mencekik.. mencekik leher saya."
Monica mencoba menelan ludahnya namun tidak bisa, dia mengingat semua ke jadian dirumah megah itu. Perutnya sudah tidak enak, wajahnya semakin pucat seiring Monica mencoba menceritakan kejadian secara detail.
Dia mengingat semua tragedy yang terjadi padanya. Saat sedang mencekik Monica Kresna mengatakan jika dia sudah membunuh istrinya sendiri karena hendak kabur meninggalkan Kresna.
Kresna melepas cekikannya lalu meraih serpihan kaca dan menyayat pergelangan tangan Monica. Pria itu berkata jika dia akan menyiksa Monica karena tidak bisa membunuh kakaknya yakni ayahnya Monica yang berada di penjara.
Tiba-tiba saja dari mulutnya mengeluarkan cairan. Monica muntah cukup banyak karena memaksakan diri untuk mengingat dan bercerita.
Kepalanya terasa pusing sampai Monica tidak bisa lagi menopang tubuhnya.
Dia pingsan begitu saja setelah mengeluarkan isian dari ususnya.
ooOoo
"Apa anda sudah mengecek cctv yang ada di tempat kejadian?" Reza bertanya pada penyelidik yang melakukan interograsi pada Monica.
"Itu sudah menjadi tugas kami, kami sudah mengeceknya." Ujar penyelidik tersebut dengan angkuh namun terlihat santai dan lembut.
Reza sedikit memicingkan matanya.
Kemarin malam dia meminta bantuan pada anggota Remora untuk pergi ke TKP dan mereka mengatakan jika semua cctv yang ada dirumah tersebut masih berfungsi dengan baik.
"Hanya saja cctv di bagian ruang utama tidak menyala sehingga kami perlu menginterograsi saksi."
Sudut bibirnya terangkat. Reza tahu bahwa perempuan di hadapannya akan berkata demikian.
'Mereka berencana menjadikan Monica sebagai pelaku pembunuhan Kresna.'
"Apa anda berencana membuat kasusnya menjadi rumit?"
Penyelidik itu mengatupkan bibirnya namun tak berapa lama beliau tersenyum.
"Saya hanya mengerjakan pekerjaan saya."
Reza mengangguk. Anak itu melangkah lebih dekat, ia sedikit mencondongkan tubuhnya lalu berbisik. "Saya harap anda bekerja dengan jujur jika anda tidak ingin kehilangan pekerjaan."
Reza langsung melangkah mundur dengan senyumannya yang mengembang.
Wanita di hadapannya menelan ludah, terpancing emosi. "Saya bisa melaporkan anda atas pengancaman."
"Lakukanlah." Jawabnya langsung. Reza mengeluarkan sebuah flashdisk kecil dari saku celananya.
"Saya punya semua rekaman cctv di TKP. Sehingga jika anda mempersulit keadaan ini saya bisa melaporkan anda atas pencemaran nama baik saksi." Imbuhnya tersenyum semakin lebar.
Reza membuat perempuan di hadapannya terdiam tidak percaya. Raut wajahnya bingung dan tegang.
Lelaki itu melirik jam tangannya.
"Bekerja lah dengan baik jika anda tidak ingin kehilangan anggota tubuh anda." Katanya melenggang pergi.
Jantungnya seolah di pukul oleh palu. Dia benar-benar terkejut dengan ancaman yang di lontarkan oleh Reza.
Namun dia juga tidak percaya jika Reza benar-benar memiliki salinan cctv.
'Bocah itu hanya menggertak, nggak ada yang harus di khawatirkan.'
Waktu menunjukkan jam 10 pagi. Monica sudah dibawa pulang ke kediaman Adiatma Bramantyo.
Interograsi yang dilakukan Monica tidak begitu lama karena kebetulan keadaannya memburuk.
Maya mengusulkan jika sebaiknya Monica dibawa pergi ke psikolog karena bagaimana pun juga tragedi yang terjadi cukup mengerikan dan mengganggu pikiran Monica.
"Keadaan psikis nya harus di cek." Ujar Atma.
Maya mengusap kepala sang anak.
"Monica gak akan jadi gila kan?" Tanyanya dengan tatapan yang nanar.
"Itu sebabnya kita harus bawa dia ke rumah sakit jiwa." Atma kembali berkata demikian.
Reza berpikir sejenak, perlukah? Apakah dia harus membawa Monica ke rumah sakit jiwa sekarang? Tapi bagaimana jika keadaannya semakin terguncang?. Mungkin lebih baik jika dia mengobrol terlebih dahulu dengan Monica.
Ya, mungkin jika gadis itu tidak merasa keberatan.
Dimas menyelesaikan ujiannya dan berencana pergi ke rumahnya sesuai yang sudah di jadwalkan kemarin. Ia berjalan keluar dari gerbang bersama dengan Kansa namun tiba-tiba saja Sarah merangkul tangannya.
Kansa memicingkan matanya. "Lu suka ya sama Dimas?"
Dimas memperhatikan Sarah yang menempel manja pada dirinya. Gadis itu terdiam santai lalu berkata. "Kenapa emangnya?"
Dan Kansa langsung memutar bola matanya, muak karena pertanyaannya dijawab lagi dengan pertanyaan.
"Gue gak suka sama lu." Ujar Dimas membuat Kansa menganga, terkejut. Bagaimana bisa dia mengucapkan hal seperti itu dengan santai. Secara tidak langsung Dimas baru saja menolak perempuan yang bahkan masih melingkarkan tangannya di lengan lelaki itu.
Kansa menggeleng-gelengkan kepalanya karena ternyata Dimas tidak punya perasaan 'tidak enakkan' seperti kebanyakan manusia.
Anak itu benar-benar menjalani hidupnya tanpa harus repot-repot memikirkan perasaan orang lain.
Setelah Dimas menolak Sarah, gadis itu tidak terganggu sama sekali.
"Kalian mau kemana?" Tanyanya memecah rasa canggung yang melanda.
"Balik lah, kemana lagi." Ketus Kansa dan itu membuat Sarah kesal.
Dia mencubit lengan Kansa sampai temannya itu berteriak ke sakitan.
"Lagian pertanyaan lu tuh aneh." Kansa mengusap lengannya yang nyeri.
"Siapa tau udah ujian kalian ada acara." Sarah tampaknya tidak ada kegiatan. Dia terlihat bosan maka dari itu mengikuti Dimas dan Kansa.
"Gue ada urusan."
"Ikut dong." Sarah merajuk pada Dimas.
Dimas memberi reaksi geli. "Ikut aja sama Kansa." Jawabnya melepas pegangan perempuan tersebut lalu menggoes sepedanya yang sudah sedikit usang.
Sekarang tersisa Kansa dan Sarah.
"Kita jenguk Monica, yuk?" Ajak Sarah.
"Bukannya dia udah keluar dari rumah sakit, ya?"
Sarah memiringkan kepalanya. "Emangnya iya? Kok gue gak tau sih. Terus Monica dimana dong sekarang?"
Kansa mengangkat bahunya menandakan dia tidak punya jawaban untuk pertanyaan Sarah.
ooOoo
Rusa memiliki makna kebijaksanaan serta kesuburan dalam mitologi Turki. Tanduk rusa melambangkan kekuatan, ketangkasan dan kelincahan dalam beradaptasi dalam perubahan. Serta rusa juga memiliki arti kebaikan. kelemahlembutan dan simbol otoritas spiritual.
Sebuah lukisan Deer yang dilukis oleh pelukis ternama Creya Freya berada di dalam garasi khusus yang di buat secara custom untuk menjadi ruangan pribadi Reza. Lukisan tersebut terpajang di bagian tembok yang dibawahnya terdapat meja panjang yang tidak terlalu lebar.
Ada banyak sekali berbagai macam minuman alcohol yang ditata secara rapih di meja itu. Tidak lupa dengan kursi yang berjajar menghadap lukisan rusa.
Ornamen-ornamen yang dipilih disimpan di dalam lemari untuk memanjakan mata.
Sebuah meja billiard mini bersebelahan dengan meja yang sedikit berserekan oleh koin poker. Beberapa orang sedang bermain kartu di meja tersebut. Sebagian lagi mengobrol membicarakan hal serius.
Tidak jauh dari meja billiard terdapat sofa cokelat berlapiskan kulit mengkilau. Reza terduduk di sofa tersebut dengan wajahnya yang kusut. Ke datangannya sudah dari 30 menit yang lalu namun dia masih belum memulai pembicaraannya dengan para anggota.
"Gimana kalau pesan itu cuma sebuah jebakan?" Tanya salah satu anggota.
"Gue juga berpikir kayak gitu."
"Haruskah kita pergi ke perbatasan Kota?" Tanya Ale ( Ketua Unit One Remora yang bergerak di dalam bidang bisnis pelelangan kecil ( Money Laundry ) ).
Jo menggelengkan kepalanya, dia merasa curiga dengan pesan yang tiba-tiba saja masuk ke dalam email garageremora012. Karena hanya para member ekslusif saja yang mengertahui email tersebut.
Dan pengirim pesan tersebut memakai nama samaran.
Isi pesan Email :
Untuk Tuan Muda Rezan Adiatma Bramantyo seorang anak yatim piatu yang di adopsi keluarga kaya raya.
Malang sekali mengetahui Remora di ujung kematian. Padahal produk yang kalian jual benar-benar laku di kalangan anak sekolah dan para gelandangan, hahaha aku tak berniat mengejek.
Sayangnya kalian semua terlalu ceroboh untuk menjadi kelompok Kartel berikutnya seperti Plvtinum dan The Kings.
Remora hanyalah sekumpulan bocah ingusan yang bahkan memiliki nama kelompok paling konyol. Bahkan tidak mungkin bisa berdiri di kaki sendiri jika tidak di bantu oleh Simon – Plvtinum.
Ya.. Mungkin dengan sedikit bantuan dari Ketua kalian yang kaya raya itu. Tuan Rezan Adiatma.
Jika bukan karena dirinya aku tidak akan membantu kelompok kalian untuk tetap bertahan hidup. Karena mungkin seharusnya Remora hanya menjadi sekumpulan berandalan yang menyukai motor.
Aku memiliki benda yang selama ini kalian cari. Temui aku Jum'at malam di perbatasan Kota Belia menuju Kota Jengga.
Akan ku berikan ponsel terkutuk itu padamu.
P.s Aku hanya mengundang Rezan dan yaaa baiklah aku berbaik hati untuk kamu membawa satu orang teman.
Sebuah pesan email yang terkesan bercanda dan mengolok-ngolok.
Pilihannya untuk menemui pengirim surat memang sangat beresiko namun jika dia tidak mencoba pergi ke perbatasan Kota maka itu semakin membuat kelompok nya dalam bahaya.
Hanya tersisa 3 hari dari waktu yang ditentukan.
"Aku akan pergi ke perbatasan Kota."
Sontak para anggota mengajukan diri sebagai plus one.
Namun sebelum memilih seseorang yang akan mendampinginya, Reza memiliki sebuah rencana untuk menyiapkan plan A dan Plan B jika ternyata semuanya tidak berjalan dengan baik.
Dia akan membuktikan jika kelompok nya tidak seceroboh yang dikatakan.
Bersambung.......
53Please respect copyright.PENANAKXmyBlVDzQ