“Mama!!” seorang anak laki-laki berteriak masuk ke rumah
“Astaga Airen! Apa yang kamu lakukan dengan seragammu?!”
Wanita yang tengah mengandung dan duduk di sofa ruang santai itu menatap horor pada putra sulungnya, bagaimana tidak. Seragam sekolahnya sudah kumal, lusuh dan terdapat noda tanah dan keringat. Sang putra hanya terkekeh sambil menggaruk rambutnya, manik almond itu berbinar ceria membuat sang mama mendengus. “Lihat ini! Airen buat sendiri loh” ternyata salah satu tangannya tersembunyi di balik punggungnya, sebuah mahkota yang terbuat dari bunga.
Seulas senyum lembut itu terpatri di wajah cantiknya.
“Untuk mama?” godanya
“Bukan” jawab Airen sambil menggeleng lucu
“Untuk ratunya pangeran matahari Airen” sambungnya
“Siapa ratunya pangeran matahari Airen?”
Bukannya menjawab Airen lalu menaiki sofa dan mengenakannya di atas kepala sang mama.
“Ini ratunya Airen, ratu paling cantik sedunia!!”
Sang mama langsung menarik putra sulungnya ke dalam pelukan, mereka lalu tertawa bersama. “Ada apa ini?” sebuah suara menginterupsi tawa keduanya, membuat mereka menoleh, seorang pria yang baru pulang dari kantor tengah melepas dasi. Airen langsung beranjak dari sofa, “Yang mulia ratu, anda harus segera menyelamatkan diri. Monster jahat telah tiba dan akan menculik anda” ucapnya membuat sang mama terkekeh. Mendengar penuturan putra sulungnya membuat sang papa menoleh, “Monster jahat?” ulangnya lalu seulas seringai dan binar jenaka terlihat.
“RAAWWWRR!!! Monster jahat akan menyerang pangeran!!” serunya
Gelak tawa terpingkal terdengar saat Airen digelitik oleh papa.
Keduanya sudah jatuh di atas karpet berbulu ruang santai, derai tawa yang begitu renyah menghangatkan rumah itu. Mama hanya tersenyum melihat dua orang yang begitu dicintainya tengah bersenda-gurau bersama. Diusapnya lembut perutnya, sayang mama yakin kedatanganmu akan menambah kebahagiaan kami, ayo kita bertemu dan menambah cerita baru.*
*108Please respect copyright.PENANAH56Gov66X7
*108Please respect copyright.PENANAIL6pgTyl5l
*108Please respect copyright.PENANAjIpejfCXDM
*108Please respect copyright.PENANAD0UEDa9iBX
Derap langkah kaki yang terdengar cepat itu menggema di lorong rumah sakit yang cukup lenggang sore itu. Beberapa suster dan seorang dokter jaga tengah mendorong brankar menuju ruang bersalin. Airen kecil terisak sambil mengikuti sang mama yang akan melahirkan, pikirannya kacau saat tadi menemukan sang mama tergeletak tak berdaya di ruang santai lengkap dengan darah yang mengalir di kedua kakinya.
“Airen pangeran mama yang hebat kan?” ujar mama menahan sakit
Sang putera hanya mengangguk, manik almond itu terlihat ketakutan.
“Kalau begitu bantu mama berjuang bersama adik bayi ya?”
Usianya baru 8 tahun, tapi dirinya tahu sang mama tengah berusaha untuk berjuang membawa adiknya lahir ke dunia. “Iya ma, mama tenang aja Airen akan bantu mama” ucapnya membuat senyum sang mama terbit merekah. Sembari menunggu sang kepala keluarga datang dari luar kota, setidaknya dia tidak berjuang sendirian. Masih ada pangeran kecilnya yang bersamanya. Hingga setelah perjuangan yang mempertaruhkan nyawa itu berhasil terlewati bersama dengan tangis seorang bayi.
“Lihatlah adikmu sayang, tampan sepertimu” ujar sang mama
“Harus dong! Adik Airen itu harus tampan!” ucap si kecil bangga
“Eits, masih tampan papa dong”
Seseorang menginterupsi pembicaraan keduanya di ruang rawat.
“Papa itu kan monster, harusnya monster itu jelek”
Ya ampun, mulut anak itu benar-benar.
“Oh begitu! Kalau begitu monster jelek akan memakan adik bayi saja!”
Ruang rawat itu dipenuhi oleh lengkingan protes dari si sulung. Tidak terima jika adiknya yang baru beberapa hari dijadikan lauk makan. Sang mama yang tengah mendekap si bungsu hanya tersenyum lembut. Hatinya menghangat, tak lupa untaian doa untuk mengiringi keluarganya agar terus bahagia.
Selamat datang pangeran bulan kecil mama, berbahagialah selalu sayang baik tanpa mama atau dengan mama nantinya. Semoga Tuhan selalu menjagamu dan juga kakakmu Airen.
*108Please respect copyright.PENANAoJlJo8u1H9
*108Please respect copyright.PENANACnO9j3WyGU
*108Please respect copyright.PENANALIRTNSvR1M
*108Please respect copyright.PENANADJu8HqMSZK
“Mama! lenlen!” adu seorang anak kecil
“Airen...”
Anak yang baru genap sebelas tahun itu hanya menyengir tanpa dosa, entah kenapa mengganggu adik kecil yang sebentar lagi berusia tiga tahun itu begitu menyenangkan. Kali ini dia sengaja berpura-pura memakan biskuit bayi milik adiknya, bermaksud menggoda yang mendapat sentilan sayang di dahinya dari sang mama. Rumah itu benar-benar diselimuti suka cita yang tiada habisnya, tawa menyenangkan dari malaikat mungil itu menghantarkan kebahagiaan untuk wanita itu.
Tuhan, terimakasih telah menghadiahkanku dua pangeran kecil ini. Berikan mereka kebahagiaan selalu, jika waktuku telah tiba nantinya tolong jaga mereka.
Dua tahun berselang, tawa dan kehangatan yang menghantar kebahagiaan itu sirna bagai disapu ombak dahsyat. Dalam naungan rintik hujan sore itu, orang-orang mengantarkan seseorang menuju tempat peristirahatan terakhirnya. Tangisan pilu atas ketidakadilan takdir mengudara di pemakaman yang begitu kelabu. Bagaimana bisa Tuhan lebih mencintai wanita hebat nan lembut itu daripada keluarganya sendiri.
“Ren…” tangan mungil itu meremat baju hitam sang kakak
Airen menyejajarkan tingginya pada bocah di sampingnya.
“Mama, tidak akan pernah pulang?”
Astaga, manik almond pada mata elang itu mengerjap lucu sekali. Airen hanya tersenyum lembut sebelum salah satu tangannya mengusap pelan pipi tembam yang menggemaskan itu. “Mama sudah bersama Tuhan, Len. Dia tidak akan pulang kesini” ucapnya membuat tautan pada kedua alis adiknya. Airen masih tersenyum menunggu sang adik berucap lagi, “Kenapa? Arlen nakal ya? Makanya mama pergi bersama Tuhan?”. Sang kakak menggeleng tidak menyetujui ucapan adiknya, hei, darimana pemikiran itu?
“Bukan, Len. Kamu tidak nakal, bukankah kamu tidak ingin melihat mama kesakitan lagi? Makanya Tuhan datang menjemput, jadi sekarang mama tidak akan kesakitan lagi”
“Tapi kan Arlen masih ingin bersama dengan mama” ucap si kecil sendu
Jelas saja, usianya baru genap 5 tahun tiga bulan lalu. Tapi sang mama malah pergi meninggalkannya sekarang, disaat cinta dan kasih sang mama belum sepenuhnya tercurahkan padanya. Airen menatap lembut sang adik, dia benar-benar merasa sangat bersalah karena hal itu. Tapi dia tidak bisa menyalahkan siapapun, sang mama pergi karena takdir yang telah digariskan.
“Mulai sekarang, aku yang akan bersama denganmu. Menggantikan mama”
Sebuah kelingking terulur di depan si kecil, “Aku janji”
“Janji ya”
Dua kelingking berbeda ukuran itu saling bertaut, diiringi sebuah sumpah dalam batin si sulung.
Aku akan selalu menjagamu Arlen, menggantikan seluruh peran mama hingga kamu dewasa nanti. Hingga Tuhan memanggilku dan mama menjemputku nanti. Aku akan selalu ada untukmu sampai saat itu tiba.
Dua bersaudara yang terpaut 8 tahun saling melempar senyum, meski kedukaan masih melingkupi mereka hari itu. Setidaknya mereka memiliki satu sama lain. Keduanya lalu masuk ke dalam kamar si sulung yang berada di lantai dua, larut dalam celoteh di balkon kamarnya. Tidak jarang keduanya saling bertukar senyum dan tawa sambil menikmati senja yang tak lagi kelabu. Setidaknya mereka tahu, jika mereka akan baik-baik saja selama masih memiliki satu sama lain. Jika mereka akan tetap bahagia meski tanpa adanya lagi kehangatan nyata dari sang mama. Jika esok mereka masih bisa bangkit bersama melewati takdir yang tengah berjalan.