Arlen bingung dengan dirinya, pikiran dan hatinya kali ini tidak sejalan. Dia ingin membenci Airen seperti dia membenci Maya dan sang papa. Tapi mata almond bulat dan senyuman lebar itu selalu mengingatkannya pada Airennya. Semuanya terlalu mirip bahkan panggilan kecil mereka pun sama. Membuat rasa rindu itu membuncah seperti kembang api, dan membuatnya bimbang dengan perasaannya.
Dia sangat tahu siapa anak kecil itu, walau tidak tahu jika akan memiliki nama yang sama. Dia tahu semua rahasia yang disembunyikan selama ini darinya, dia tahu semuanya. Arlen menatap gelas alkoholnya, suara bising dari musik kelab malam itu tidak didengarnya. Beberapa kali wanita bayaran itu datang menggodanya, tapi selalu diusirnya kasar membuatnya mendapat umpatan kasar. Tapi Arlen tidak peduli, mata elang bermanik almond itu terus menatap gelas alkoholnya.89Please respect copyright.PENANAIEoh1p8igD
*89Please respect copyright.PENANAbNOfOSEXHB
*89Please respect copyright.PENANAvG6PBAkyP2
*89Please respect copyright.PENANAcTSq1DvPM0
*89Please respect copyright.PENANApIacznkkTA
“Kamu tahu kan aku benci pecandu! Buang itu atau aku bakar koleksimu!”
“Ren! Aku hanya minum sesekali!”
“Jangan membela dirimu tuan muda Arlen yang terhormat! Buang itu atau aku sungguh membakar koleksimu itu!”
“Kau tidak akan bisa melakukannya Ren!” sebuah alis terangkat
“Oh, kamu menantangku? Baik”
Arlen nampak gelagapan saat melihat sosok itu berjalan menuju kamarnya, dia tahu ancaman itu sebenarnya sungguhan akan dilakukan. Tidak lama dia kembali sambil membawa sebuah kotak yang cukup besar, berjalan melewati Arlen menuju halaman belakang. Air kepanikan mengguyur Arlen yang segera berlari mengikutinya, “Airen!” seru Arlen saat melihatnya tengah membuang isi kotak itu pada tempat pembakaran sampah.
“Kamu yang memilihnya, Len” ujarnya sambil menyalakan api
“Tidak!!” seru Arlen
89Please respect copyright.PENANAAJy6xEf3no
89Please respect copyright.PENANArsaxCVCsW5
89Please respect copyright.PENANAuZZV7lwwKC
“ARLEN!!”
89Please respect copyright.PENANA0hT6TSGvdw
89Please respect copyright.PENANA4FSSSnamns
89Please respect copyright.PENANAsD21FCE2Rd
89Please respect copyright.PENANAjQGhewzDL9
89Please respect copyright.PENANA6t8Uj9afvn
Arlen meringis saat tangannya tengah diobati, “Dasar gila” gumam Airen sambil sesekali meniup-niupkan obat itu agar cepat mengering. Arlen hanya terkekeh tanpa dosa, sungguh dia hanya reflek menyelamatkan koleksinya saat Airen menyalakan api. Hasilnya, jelas tangannya lah yang tersambar api, beruntung tidak terlalu parah. “Sekarang buang alkohol sialan itu” ujar Airen setelah selesai mengobati Arlen membuatnya merenggut tidak rela. Sambil menghela napas pendek, Airen menangkup kedua pipi Arlen agar mau menatapnya.
“Aku tidak ingin adikku yang manis ini menjadi pecandu. Berjanjilah kamu tidak akan meminum minuman sialan itu lagi”
*89Please respect copyright.PENANAndwFfclpLL
*89Please respect copyright.PENANAKX9AAt9FTT
*89Please respect copyright.PENANAh9pSFjMg5U
*89Please respect copyright.PENANAllSSGYn7Vy
Arlen meletakkan sejumlah uang di atas meja bar lalu beranjak pergi, membuat sang bartender menatap heran. Tidak biasanya dia keluar dari club malam itu pada jam 10 malam. Sang bartender hanya berharap Arlen tidak mencari masalah di luar nantinya, meski dia tidak minum banyak malam ini. Arlen berjalan tidak tentu arah malam itu, angin malam yang tidak terlalu dingin menemaninya selama berjalan.
“Mama! Kalau besar nanti aku mau menjadi polisi, supaya bisa melindungi mama dari penjahat!” suara antusias itu membuat Arlen menoleh
Tidak jauh dari sana nampak seorang anak kecil dan ibunya tengah bercengkrama di bangku halte bus. Sang ibu hanya tersenyum mendengar ucapan putranya sambil mengusap lembut kepalanya, konversasi kecil itu tidak luput dari manik almond Arlen. Sepasang ibu dan anak itu terlihat saling bertukar senyum manis, seakan mengatakan bahwa sesulit apapun semua akan terlalui jika bersama.
*89Please respect copyright.PENANAcPQ1C9vfBU
*89Please respect copyright.PENANAm19XANrlsB
*89Please respect copyright.PENANAdEVzhv4U2m
*89Please respect copyright.PENANA9PjOfCAVnr
“Ren janji padaku” Arlen menatap serius
“Makan dulu baru bicara, kamu mau terlambat?”
“Ih, dengarkan dulu!” rengek Arlen
Airen mendesah pasrah lalu menatap adik kecilnya.
“Apa?”
Arlen tersenyum, “Nanti kalau aku udah besar, Renren harus berhenti kerja”
“Kenapa begitu?”
“Biar Arlen yang kerja, gantian dong”
Airen hanya bisa tertawa mendengar ucapan adik kecilnya yang baru kelas 5 sekolah dasar itu. Darimana adik kecilnya belajar kata seperti itu? Tapi kenapa sungguh menggemaskan sekali mendengarnya. Melihat Airen hanya tertawa menanggapi ucapannya yang sepertinya tidak terlihat bersungguh-sungguh Arlen menatapnya kesal. “Aduh, adik kecilku marah. Maaf ya sudah tertawa” ujar Airen sambil mencoba meredakan tawanya.
“Ih, aku sungguhan tahu! Kenapa Renren malah tertawa sih”
Airen total menghentikan tawanya, ternyata adiknya ini tidak bercanda.
“Sungguhan?” Airen memastikan yang dijawab anggukan mantap
“Renren pasti sudah bekerja sangat keras selama ini, menjadi mama dan papa untukku. Makanya saat aku besar nanti biar aku yang bekerja, Renren di rumah saja liburan”
Adiknya itu masih kecil, kelas 5 sekolah dasar dan empat bulan lagi baru genap 11 tahun. Tapi ucapannya itu begitu serius dan sungguhan, Airen jelas terpaku mendengarnya. Kedua manik almond itu saling menatap satu sama lain, bertukar kasih sayang di dalam kecilnya harapan. Sebulir air mata mengalir di salah satu pipi Airen saat dia tersenyum, tangannya terangkat lalu mengusap lembut puncak kepala Arlen.
“Iya! Boleh! Janji ya nanti Arlen yang kerja!” ujarnya
“IYA!!” seru Arlen
*89Please respect copyright.PENANA2KIAnCClfg
*89Please respect copyright.PENANAWYUvo1WLZ7
*89Please respect copyright.PENANAY2DxbKgEpY
*89Please respect copyright.PENANAgOOlFWEEG1
Arlen memejamkan kedua matanya sejenak, rasa sesak itu seakan menghimpit dadanya. Memori-memori lama itu tidak pernah diam di kepalanya, selalu berputar bagai roll film usang. Janji-janji omong kosong! runtuk Arlen yang memilih melanjutkan langkahnya, bisa-bisa dia akan terjebak dalam memori lama itu. Kali ini langkahnya berakhir di sungai pusat kota, mendudukan dirinya di salah satu bangku di dekat tepi sungai itu. Kepalanya menengadah, menatap gemerlap bulan dan bintang yang menghiasi malam. Sial, sebuah memori lama kembali muncul saat menatap itu semua.
*89Please respect copyright.PENANA2fmQJrHVrW
*89Please respect copyright.PENANA2DVtXeG5hL
*89Please respect copyright.PENANAcAEC6RgCn6
*89Please respect copyright.PENANAxTVhf2GRAZ
“Arlen, berjanjilah padaku satu hal”
Keduanya tengah duduk di balkon kamar sambil menatap langit malam.
“Soal?”
Airen menghadap penuh pada adiknya, dia menarik napas sebentar.
“Berjanji kamu akan menerima papa dan memaafkannya━”
“Tidak! Aku tidak mau!” sentak Arlen dengan wajah marah
“Aku tidak mau memaafkan orang yang sudah menelantarkan anaknya!”
“Arlen! Papa tidak menelantarkan kita!”
“Lantas apa namanya pergi tanpa pamit? Tanpa mengirimkan uang? Tanpa memberi kabar? Apa namanya?!”
“Tapi beliau tetap papa kita!” sentak Airen
“Mau seperti apapun, beliau tetap papa kita, beliau yang membuat kita juga berada di sini, papa memang melakukan kesalahan. Tapi tidak ada manusia yang sempurna kan? Tidak ada salahnya memaafkan dan memberi kesempatan”
“Kesempatannya telah habis saat kau nyaris mati, Ren!”
Perdebatan itu terhenti karena Airen tidak ingin membuat mereka berdua terpecah belah. Dia berharap lambat laun Arlen bisa menerima kembali dan memaafkan sang papa. Meski setelah kejadian itu, keduanya tidak lagi ingin mengungkit hal itu dan memilih untuk menghindarinya. Membiarkan waktu yang menjawab nantinya.
*
*89Please respect copyright.PENANA38ycqWL8Gy
*89Please respect copyright.PENANAfErI84rfch
*89Please respect copyright.PENANA0OTK4v6PvU
Arlen tersenyum miris, itu satu dari beberapa janji yang tidak bisa di pegangnya. Bahkan dirinya tak sanggup untuk berjanji, karena semua janji-janji usang yang terlontar sejak bertahun-tahun yang lalu hanya omong kosong untuknya. Orang yang berjanji padanya tidak lagi ada, dia telah pergi. Pergi menemui sang mama di atas sana.89Please respect copyright.PENANAxNZdkyDCdL