Tiga!
237Please respect copyright.PENANAeNrnMHPkW3
Dua!
237Please respect copyright.PENANAeK9glW81sx
Satu!
237Please respect copyright.PENANAvwmsw7IMiS
sret!
237Please respect copyright.PENANAOxPkiAuwDv
Buket bunga pernikahan campuran biru dan putih itu melayang tinggi. Melewati kerumunan orang yang telah bersiap untuk menangkapnya. Hingga melayang jauh ke belakang dan mendarat dengan sempurna di wajah seseorang yang tengah sibuk dengan makanannya.
Dan ya, bisa di tebak kejadian selanjutnya.
Buket itu lalu jatuh ke atas piring makanan miliknya yang baru dimakan setengah. Tak lama gelak tawa terdengar di acara paling berbahagia itu. Bahkan kedua mempelai ikut tertawa melihat orang yang mendapatkan buket bunga dengan cara yang luar biasa.
****
“Bi, jadi kapan?”
Ng?
“Kapan nikah?”
Perempuan yang lebih muda itu hanya memutar kedua bola matanya malas. Pertanyaan ini lagi, runtuknya kesal sambil kembali menyendok nasi goreng di piringnya. “Kapan Bi?” sepertinya wanita yang sudah menyentuh kepala empat itu belum menyerah dengan pertanyaannya. Yang termuda, Sabia, hanya mendengus sambil menjauhkan piringnya yang telah tandas.
“Nanti tante, tanggal 30 Februari” jawab Sabia asal
Perempuan yang di panggil tante itu hanya mendengus sebal lalu menepuk pelan bahu keponakan jahilnya. “Serius tahu” ujarnya yang hanya dijawab kekehan pendek tanpa minat oleh Sabia, tapi sepertinya sang tante belum jera juga. Dia merapatkan duduknya mendekat pada Sabia, “Kemarin kan yang dapat buket bunga pernikahannya Reyan kan kamu, banyak yang mendoakan lho” ucapnya.
“Itu hanya buket tante, nggak lebih”
“Hei ingat umur Bi, kamu sebentar lagi mau tiga puluh, teman-teman kamu sudah menikah semua, bahkan sudah punya anak. Kamu kapan?”
“Kalau dua puluh tujuh itu mendekati tiga puluh, tante juga umurnya mau lima puluh dong”
“Anak ini, susah sekali diberitahu”
Sabia memilih tidak ingin berdebat dengan tantenya dengan beranjak dari tempat duduknya untuk meletakkan piring kotornya. Belum berhasil lolos Sabia dihadapkan dengan ibundanya yang tengah menggendong cucunya yang baru berumur tiga tahun itu. “Jadi kapan nikah Bi?” tanya sang ibunda jahil, membuat Sabia mendengus kesal sebelum memilih berlalu begitu saja menuju kamarnya.
Orang-orang kenapa sih!
Tapi ternyata, pilihan untuk ikut bergabung makan malam bersama adalah sebuah kesalahan. “Jadi kapan kamu nikah Sabia?” tanya sang ayah tenang. Semua orang yang ada di meja makan menatapnya penasaran. Sabia yang tersedak makan malamnya terpaksa meraih gelas minumnya dan meneguknya hingga tandas.
“Kenapa tiba-tiba?” ujar Sabia
“Umurmu kan sudah dua puluh tujuh, sudah waktunya menikah”
“Sabia akan menikah jika Sabia mau Yah”
“Ingat umur Bia!”
“Terserah lah!”
Sabia beranjak dari tempat duduknya, dia hanya ingin makan malam dengan tenang tanpa mengungkit soal pernikahan. Mungkin jika rumah sedang tidak ada acara kumpul keluarga sudah dipastikan Sabia akan terus berdebat dengan sang ayah panjang-lebar.
237Please respect copyright.PENANAuF6rDCxNGL
237Please respect copyright.PENANAoLsb4bwtw8
237Please respect copyright.PENANA3omkz0gNiY
237Please respect copyright.PENANA9ENG2um3qB
237Please respect copyright.PENANAMEpIZW6lLf
237Please respect copyright.PENANAjxWpArcQGZ
237Please respect copyright.PENANABbMlMOA9X1
“Bi”
“Hmmm …. ?” balas Sabia yang sibuk dengan es krimnya
“Kapan nikah?”
UHUK!!
Sabia menatap temannya yang tersenyum tanpa dosa itu kesal, kalau saja mereka tidak berada di tempat umum. Sudah di pastikan wajah temannya itu akan penuh dengan es krim yang ada di dalam mulutnya. Ah, sepertinya itu ide yang sangat bagus.
“Jangan bilang kamu juga” ucap Sabia
“Apa salahnya bertanya”
“Bukan cuma kamu yang bertanya sepanjang hari ini ya”
“Kamu nggak mau?”
Sabia memutar kedua bola matanya malas enggan menjawab.
“Jangan bilang ….” tatapan penuh selidik itu dilayangkan pada Sabia
“Kamu belum move on dari doi?”
Sabia melempar temannya dengan tisu bekas miliknya tadi,
“Sembarangan” ujarnya kesal237Please respect copyright.PENANA1gMJGACBBv