Sabia uring-uringan setelah kejadian salah ucap itu, merutuki jawaban spontannya yang seolah memberi harapan pada mama Alta itu. Padahal dia sudah berulang kali meyakinkan dirinya bahwa dia telah move on dari Alta. Bahwa drama percintaan masa sekolahnya sudah direlakannya. Tapi yang namanya perasaan tidak ada yang tahu, bahkan kini Sabia meragukan dirinya sendiri.
Apa benar dia telah sepenuhnya move on dari Alta?
Tentu saja jawabannya.
Tidak.
Sabia belum sepenuhnya merelakan cinta pertamanya itu, terlalu banyak kenangan yang mereka lalui bersama. Sebagai teman tentunya. Sabia menggelengkan kepalanya, kenapa jadi isi kepalanya kenangan masa lalu bersama Alta. Heran. Tapi tidak dipungkiri dan Sabia tidak ingin berkilah lagi. Dia tentu merindukan saat dulu bersama Alta, tawa dan tangis mereka bagi berdua tanpa ada orang lain tahu.
Bagaimana obrolan tidak jelas mereka yang bisa membuat keduanya lupa waktu. Bagaimana Sabia melihat sisi rapuh Alta saat neneknya meninggal ketika mereka di tahun terakhir sekolah. Bagaimana sumringahnya Alta saat Sabia datang di hari kelulusannya, bahkan nekat datang dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan. Alta juga melakukan hal yang sama pada Sabia bahkan lebih dari yang Sabia lakukan dulu.
Suara pintu yang diketuk membuat Sabia menoleh, “Cantiknya bunda sedang sibuk?” tanya ibunda sambil memberikan seulas senyum. Sabia membalas senyuman bunda manis, membuat bunda memilih mendekati putri bungsunya itu. Duduk bersama di atas kasur putrinya, “Tadi mamanya Alta menelpon” Sabia hanya mengerjap terkejut. Batinnya mengumpati dirinya sendiri karena salah bicara.
“Kamu sungguhan mau menerima lamaran Alta?”
Bisa dilihat raut wajah bunda yang sangat sumringah sekali.
Sabia menjadi serba salah, dia ingin sekali menjelaskan alasannya. Tapi niatnya urung melihat wajah berseri ibundanya, “Sabia akan memikirkannya bunda” ucapnya final. Sang ibunda hanya mengangguk maklum, beliau mengerti jika putrinya masih ragu untuk menikah. Tidak apa-apa, yang penting calon menantunya adalah Alta itu sudah cukup bagi sang ibunda.
142Please respect copyright.PENANAeD9Y2UKR2H
142Please respect copyright.PENANAJ1T1aXXLbK
142Please respect copyright.PENANAYJwxC6G8jy
142Please respect copyright.PENANAMDm8Kz33cg
142Please respect copyright.PENANAl7Gpeonq6E
142Please respect copyright.PENANAFGRsbXr67C
142Please respect copyright.PENANAOIzIbWiPUt
142Please respect copyright.PENANAjYygcizb9w
142Please respect copyright.PENANAmdDTsuz6Kv
“Jadi tujuan saya datang kemari adalah untuk melamar putri anda Sabia Gisel Satyadhita”
Sabia hanya bisa melongo, serius dia tidak bisa mempercayai apa yang terjadi. Hari minggunya terganggu saat kedatangan tamu yang tak lain Alta dan keluarganya. Apalagi menyatakan tujuannya yang membuat siapapun terkejut mendengarnya. Mana kebetulan kakak dan kakak iparnya datang berkunjung, kabar itu langsung membuat heboh seisi rumah.
Sabia yang sejak tadi sibuk bermain dengan keponakannya tidak bisa berkutik. Akhirnya sang ayahlah yang mencairkan suasana canggung itu, berdehem sebentar lalu mempersilahkan Alta dan keluarganya masuk ke dalam rumah. Setengah hati Sabia ditarik oleh kakak iparnya untuk bertemu dengan Alta, mendudukannya di sebelah sang ibunda.
“Maksud ucapan kamu barusan apa?” tanya ayah
Ehem!
“Begini pak, saya dan sekeluarga datang kemari ingin melamar putri anda, Sabia Gisel Satyadhita” ucap Alta mantap
“Melamar? Tidak salah?” ulang sang ayah masih ragu
“Seratus persen pak! Eh tidak, seribu persen yakin”
Alta langsung mendapat serangan siku dari papanya.
Alta tersenyum menawan setelah disadarkan oleh papanya, dia berdehem sebentar sebelum matanya mengerling ke arah Sabia. “Kedatangan kami memang terlihat mendadak, tapi semuanya sudah kami siapkan secara matang pak” ucap papa Alta tenang, tiba-tiba saja mama Alta berdiri lalu duduk di sebelah Sabia yang kosong. “Sabia mau kan jadi menantu mama?” ucapnya sedikit memohon, papa Alta hanya mendesah pasrah melihat tingkah istri dan putranya itu.
“Uhm, Bi-Bia ingin━”
“Saya ingin memulai semuanya dari awal Bia” potong Alta
“Maksudnya apa ya pak?” ucap Sabia tajam
“Ayo kita ulang dari awal. Kita ulang semuanya” ajak Alta
“Oh jadi maksud bapak, bapak ingin saya melupakan apa yang pernah terjadi antara saya dan anda di masa lalu?”
“Bukan begitu Bia”
“Lalu apa?” sentak Sabia
“Anda ingin melupakan luka yang pernah anda torehkan pada saya dengan mengajak saya untuk menikah? Memulai semua dari awal seakan rasa sakit dan harapan palsu itu bukan hal besar?” Alta bungkam
“Saya tidak satu atau dua bulan mengenal anda tuan Alta yang terhormat” Sabia berdiri dari tempatnya lalu menatap keluarga Alta
“Saya tidak bisa memberi jawabannya sekarang, dan tolong pertimbangkan lagi tuan dan nyonya sekalian. Apakah ini yang terbaik atau bukan. Permisi”
Acara lamaran itu berakhir canggung setelah Sabia berkata demikian dan pamit pergi dari ruang tamu itu. Tidak lama Alta dan keluarganya pamit pulang tanpa membawa hasil yang baik. “Sopan kamu bersikap seperti itu Sabia?” ucap ayah tajam, Sabia yang sejak tadi berada di dapur membuat kue hanya menggeleng pelan. “Sabia!” sentak sang ayah dan membuat Sabia berbalik menatapnya, di tatapannya laki-laki yang tidak lagi muda itu dengan pandangan datar.
“Kenapa? Ayah suka dengan Alta? Menikah saja dengannya kalau begitu”
“Sabia!”
“Jika ayah tidak tahu apapun, sebaiknya ayah tidak bersikap seperti ini pada Bia”
Sabia memilih kembali berkutat di dapur, memasak kue yang ingin dicobanya itu. Tidak ingin memperdulikan ucapan orang lain soal keputusannya tadi. Sabia hanya tidak ingin berharap lebih atas ajakan Alta itu. Dia hanya takut jika Alta hanya memanfaatkannya sebagai pelarian dari rasa sakit hatinya. Bohong jika Sabia tidak mengetahui seluruh kisah cinta Alta bahkan hingga mantan terakhirnya ini. Sabia tahu, dia tahu seluruhnya bahkan rahasia setiap mantannya pun dia tahu. Hal itu membuatnya ragu untuk menerima perasaan Alta untuknya.142Please respect copyright.PENANATAzor0BtPO