“Uwah!”
Sabia terbangun karena terkejut, saat mentari pagi tengah menelisik ke dalam kisi-kisi tirai. Maniknya mengedar ke seluruh ruangan, kesadarannya belum terkumpul seluruhnya, membuatnya terlihat linglung. Tapi begitu pandangannya beralih ke sisi kasur, menatap punggung seseorang yang tidak asing. Ingatannya kembali pada kejadian kemarin, kedua matanya membulat setelah kesadarannya benar-benar pulih.
“AAAAAAHHHH!”
Pekikan itu segera membuat Alta terbangun dengan wajah panik, “Ada apa?” tanyanya mendekati Sabia yang masih dengan wajah terkejutnya. Sabia yang masih bingung dengan situasi yang terlalu mengejutkan kembali dikejutkan ketika maniknya menatap tubuh tegap tanpa busana atas apapun. “AAAAA!! MESUM!” segera saja Sabia mendorong Alta menjauh. Tidak lupa dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Hah?
Alta benar-benar dibuat bingung oleh kelakuan Sabia pagi ini. Setelah keheningan yang cukup lama Sabia memberanikan diri mengintip dari sela-sela jarinya. Mengira jika Alta tidak lagi bertelanjang dada, sayangnya wajahnya kembali semerah tomat saat menyadari Alta yang tidak beranjak sama sekali dan masih menatapnya heran.
“Kamu kenapa sih?” tanya Alta membuka suara
“Pa-pa-pakai bajumu dulu!” sahut Sabia kembali menutup matanya
Mendengar ucapan terbata itu Alta menatap tubuhnya sendiri, ah dia terbiasa melepas busana atasnya saat tidur. Sebentar, sebuah ide terlintas di benak Alta saat melihat wajah Sabia yang masih menutupi wajahnya itu. Seulas senyum jahil terpatri di wajahnya. Bukannya segera mengambil bajunya Alta malah mendekat.
Merasakan ada pergerakan yang mendekat, Sabia membuka sedikit sela-sela jarinya. “M-mau apa?” tanyanya begitu melihat Alta yang mendekat padanya, sambil masih tersenyum jahil Alta tetap mendekati Sabia yang telah menjadi istrinya sekarang. Aduh si pak direktur, mentang-mentang sudah meng hak paten. Sabia sendiri berusaha memundurkan badannya melihat Alta yang terus mendekat.
“A-Al!”
Terlambat. Alta sudah menggenggam kedua pergelangan tangan Sabia dan membuka paksa wajah yang tertutup itu. Keduanya saling bertatapan dengan dua mimik yang berbeda. Cup, kecupan ringan di daratkan Alta tepat di kening Sabia “Selamat pagi istri” godanya lengkap dengan senyum jahilnya. Belum sempat bereaksi, Alta sudah lebih dulu beranjak dari kasur dan masuk ke dalam kamar mandi dengan cepat.
“ALTA!!” sahut Sabia kesal
Meski tidak bisa dipungkiri jika wajahnya jauh lebih merah ketimbang sebelumnya. Perlakuan Alta entah kenapa menjadi manis sekali, bahkan tidak segan tangannya menggenggam tangan Sabia saat mereka akan turun untuk sarapan bersama. Sabia kan jadi merasa kikuk sendiri. “Kamu mau makan apa?” Sabia menoleh menatap Alta yang sudah menatapnya sejak tadi. Mereka berdua sudah berada di tempat sarapan.
Alta hanya bisa menopang dagunya, nafsu makannya sudah berkurang sejak melihat Sabia melahap semua makanan yang diambilnya tadi. Mana dia sempat memesan beberapa makanan pencuci mulut. “Kamu tidak makan?” pertanyaan Sabia membuyarkan lamunan Alta, sambil tersenyum dan mengusap sisa makanan di ujung mulut Sabia Alta berujar,
“Melihat kamu makan sudah membuatku kenyang kok”
Dih, perayu ulung
Sabia hanya mengangguk lalu kembali berkutat dengan sarapannya itu. Karena tadi dia sempat mencicipi nasi goreng dan ternyata rasanya enak, Sabia tidak tahan untuk tidak mencoba semua menu yang dihidangkan. “Sudah punya suami makannya dijaga dong, nanti gendut lho” ucapan sindiran dengan nada bercanda itu membuat kunyahan Sabia terhenti. Wajahnya menunduk dan hanya mengaduk makanannya tanpa minat. Alta menatap bibinya dengan wajah tidak suka, istrinya baru saja disindir jelas tidak terima.
“Jangan bicara sembarangan Bi, biarkan Sabia melakukan apa yang dia mau. Saya tidak keberatan kok”
Sang bibi hanya mengernyit tidak suka kemudian berlalu begitu saja, “Lanjutkan saja” ucap Alta saat melihat Sabia hanya mengaduk makanannya. Sambil mengangguk pelan, Sabia kembali melanjutkan makannya. Hingga sesendok makanan terjulur di depan wajah Alta, “Buka mulutmu” ucap Sabia datar. Sempat terkejut Alta memilih menuruti ucapannya, membuka mulutnya dan makanan itu masuk ke dalam mulutnya.
“Kenapa?” tanya Alta setelah selesai mengunyah
“Kamu tidak makan”
Ucapan pendek itu tentunya membuat desiran menyenangkan di hati Alta. Dan hal itu membuat Alta semakin bersemangat untuk menebus segalanya yang pernah dilakukannya. Menjadi suamiable mungkin pilihan yang baik. Yah, doakan saja pak direktur kita ini agar usahanya tercapai. Alta terus menatap Sabia yang kembali sibuk dengan makanannya, ada rasa senang melihat pipi gembil itu terus bergerak lucu.
“Ayo”
Sabia terkejut saat Alta mengamit tangannya, menariknya pergi setelah mereka menyelesaikan sarapan mereka. Atau lebih tepatnya Sabia yang menyelesaikan sarapannya. “Mau kemana?” tanya Sabia heran, bukannya menjawab Alta terus menarik Sabia untuk mengikutinya. Keduanya menghabiskan waktu di pantai, saling menggenggam tangan, atau hanya Alta yang menggenggam tangan Sabia.
“Lakukan apapun yang kamu mau Bia, aku tidak akan marah” ucap Alta saat keduanya berada di tepi pantai
“Apapun?” ulang Sabia
Alta hanya mengangguk, tidak tahu saja ada ide jahil terlintas di benak Sabia saat mendengar hal itu. Dan benar saja, detik berikutnya tubuh Alta sudah terdorong kebelakang dengan tidak elitnya. Suara deburan itu cukup kencang dan total membuat Alta basah kuyup, Sabia hanya tertawa lepas sambil berlari menjauh, “Kamu janji tidak akan marah!” godanya. Hm, balas dendam yang menyenangkan.108Please respect copyright.PENANA9v8uQYfDRf