Sabia mengela napas panjang di meja kubikelnya, ini sudah melewati jam makan siang. Tapi dirinya sama sekali tidak beranjak, meskipun perutnya sudah berbunyi sejak tadi Sabia memilih untuk abai. Tidak biasanya. Hal itu semua karena apa yang terjadi sejak pagi tadi. Semua teman kantor bahkan atasannya tak henti-hentinya membicarakannya.
Entah soal pernikahannya dengan direktur utama, entah soal bagaimana dia bisa mengenal Alta, entah soal bagaimana caranya dia bisa mendapatkan hati Alta. Entah soal lainnya yang semuanya berputar pada satu nama. Altair Kenan Ganendra. Tapi ada kalimat candaan yang entah kenapa begitu mencubit hati Sabia hingga membuatnya memilih mengurung diri di kubikelnya hingga jam pulang tiba.
127Please respect copyright.PENANA3FxIF9QZeE
127Please respect copyright.PENANAtxMlWUqsWV
127Please respect copyright.PENANABcKX9vMfXP
127Please respect copyright.PENANAEDTNzXpeVA
127Please respect copyright.PENANAXbQgLmyArE
“Mungkin dia menggoda pak direktur?”
“Cantik saja tidak mau menggoda darimana, dengan tubuhnya?”
Sabia yang hendak mengisi air di ruang pantry hanya termanggu di balik pintu yang tidak tertutup rapat itu. Meski semua terdengar candaan, entah mengapa rasanya cukup menyakitkan mendengar kalimat seperti itu di rungunya. Sabia menatap cincin yang tersemat apik di jari manisnya. Apakah salah dia menerima lamaran Alta walau perjanjian itu hanya dua bulan.
127Please respect copyright.PENANAA3ZelpHgeO
127Please respect copyright.PENANAhy1Ijr0X5a
127Please respect copyright.PENANAeaqCuBRQge
127Please respect copyright.PENANA1ZATPHvvQ8
127Please respect copyright.PENANAqvEAQxshUZ
127Please respect copyright.PENANAbeRaWIJJND
Sabia terlonjak saat mendengar notifikasi dari ponselnya, dia sudah kembali ke masa sekarang setelah pikirannya sibuk berkelana. Diliriknya sebentar benda persegi itu dan maniknya mengerjap kaget saat membaca nama yang mengirimnya pesan. Nanti aku jemput, sesederhana itu dan itu membuat Sabia kelabakan dan kebingungan dalam membalas pesan itu. Dia hanya perlu menolaknya, tapi entah dirinya dan jemarinya yang sedang bertolak belakang, Sabia terkejut saat dia membaca jawabannya. Dan itu sudah terkirim.
Iya.
Sabia ingin membenturkan dahinya ke meja kubikelnya, meruntukki kebodohannya saat tanpa sadar dirinya mengiyakan pesan Alta Tapi entah kenapa rasanya perasaannya menghangat setiap kali Alta mengirimkan pesan untuknya. Yah walau terkadang Sabia lebih sering untuk tidak membalas pesan-pesan itu. Kasian Alta jika tahu.
“Sungguh? Jadi benar jika Sabia menjual dirinya pada pak direktur?”
Kali ini suara itu terdengar begitu jelas di telinga Sabia, entah sengaja atau tidak kedua atasannya itu berbicara di dekat kubikelnya. Tapi apakah harus berbicara seperti itu? Apakah harus dengan mengatakan jika dirinya memang tidak pantas untuk siapapun? Satu tetes air mata mengalir keluar tanpa Sabia sadari. Rasanya sakit sekali mendengar orang berpikiran seperti itu tentang dirinya.
127Please respect copyright.PENANAY613yHmgQY
127Please respect copyright.PENANAi9VWQo8vfo
127Please respect copyright.PENANAYrhy0nM4Ld
127Please respect copyright.PENANADwZu48gd2z
127Please respect copyright.PENANAUYtr1rtm2k
127Please respect copyright.PENANAFe5M3pepb6
Sabia memandang kosong jalanan yang ada di hadapannya, bahkan dirinya mengabaikan sapaan petugas keamanan yang membukakan pintu untuknya. Dirinya terus saja melangkah, sampai melewati Alta yang sudah menunggunya di dekat mobil. Mengabaikan panggilannya, Alta yang melihat sikap yang tidak biasa itu segera mengejar Sabia.
“Sabia!”
Satu tarikan di salah satu lengan Sabia membuatnya tersentak dan otomatis berbalik. Membuat keduanya bertubrukan, dan suara klakson yang terdengar nyaring lalu tidak lama sebuah mobil yang melesat cepat membuat keduanya menoleh. “Kamu kenapa sih?” sentak Alta membuat Sabia hanya bisa mengerjap bingung. Mencoba melihat situasi yang terjadi. Dia hampir menjadi korban kecelakaan.
Tanpa bicara lagi Alta segera menarik Sabia menuju mobil, kemudian melajukannya meninggalkan gedung kantor. Sepanjang perjalanan keduanya hanya terdiam satu sama lain, atau lebih tepatnya Sabia yang sibuk dengan pikirannya. Alta menghela napas panjang dan memilih untuk menepikan mobilnya, membuat Sabia tersadar dari lamunan dan menatapnya.
“Tunggu disini, aku hanya keluar sebentar”
Alta tidak membiarkan Sabia bertanya lebih dulu, dia langsung bergegas pergi dan berjalan memasuki sebuah minimarket. Cukup lama Sabia menunggu Alta keluar dari minimarket, entah apa yang dibelinya disana. Hingga sosoknya yang hanya memakai kemeja kerja dengan dasi yang sedikit longgar itu keluar, menenteng satu kantong belanja yang cukup besar.
“Ini”
Sabia mengerjap bingung saat kantong belanja itu berpindah ke pangkuannya. Maniknya menatap Alta dengan wajah bingung, “Aku memang tidak pandai menghiburmu, tapi semoga semua ini bisa menjadi penghibur yang baik”. Ucapan Alta membuat Sabia memilih membuka kantong belanja itu, dan semuanya berisi berbagai macam camilan termasuk es krim. Dengan perasaan canggung Sabia mengambil salah satu es krim lalu membuka bungkusnya. Rasa dingin dan manis yang terasa di lidah begitu membuat perasaan Sabia membaik, helaan napas panjang yang terdengar melegakan itu membuat Alta tersenyum.
127Please respect copyright.PENANAit5GKoGnoh
127Please respect copyright.PENANAFrXb5Lmv75
127Please respect copyright.PENANAbZHHofLpWa
127Please respect copyright.PENANAZ0PJoLTxMx
127Please respect copyright.PENANAklGTidxVfo
127Please respect copyright.PENANAvgIdoqKVWl
127Please respect copyright.PENANAQyzl2KdpFj
“Jadi bisa jelaskan kenapa kamu bisa sampai seperti itu?”
Keduanya sudah berada di dalam rumah, Alta membawa Sabia untuk duduk ruang santai. Mengusap sesekali ceceran sisa camilan yang ada di sudut mulutnya, Sabia yang yang sedang memakan keripik kentang hanya bisa terdiam. Dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, “Hanya masalah pekerjaan di kantor saja kok” ujarnya. Meski Sabia tersenyum, tapi Alta tahu jika itu sebuah kebohongan. Ada hal lain.
“Baiklah”
Sabia terpekik kesal saat Alta selesai berucap, karena dengan seenaknya dia merebut isi kantong belanja yang hanya tersisa beberapa camilan saja. Bahkan 5 es krim yang tadi di beli Alta sudah tandas di jalan tanpa sisa. “Alta!!” seru Sabia berusaha merebut kembali makanannya. Dan sisa hari itu berakhir dengan aksi kejar-kejaran Alta dan Sabia yang berusaha merebut kembali makanannya.127Please respect copyright.PENANA2333rnjG4A