Sabia terpojok, dia tidak bisa menolak ataupun menghindar lagi. Bagaimana tidak, setiap ada kesempatan Alta selalu ada dihadapannya. Bahkan tidak sekali-dua kali mereka berdua terlihat pulang dan pergi bersama ke kantor. Apalagi sudah beberapa kali Alta datang ke kantornya hanya untuk mengajaknya makan siang. “Maksud dan tujuan kamu apa sih Al?” Sabia sudah kepalang kesal melihat kelakuan Alta akhir-akhir ini.
Keduanya tengah berada di salah satu restoran di jam makan siang. Alta yang baru saja memasukan makan siangnya ke dalam mulut terdiam, menatap dalam ke arah sepasang bola mata yang saat ini terlihat menggemaskan. “Aku sudah pernah bilang bukan?” kedua alis Sabia bertaut, perasaannya sungguh membingungkan. Alta meletakkan alat makannya dan menatap Sabia intens, seulas senyum terlihat di wajah tampannya itu.
“Aku mau kita menikah”
Sesederhana itu. Tapi,
“Gila ya?!” seru Sabia
Sabia sudah berdiri dari kursinya, seruan dan tindakannya itu membuat keduannya menjadi pusat perhatian. Alta dengan sabar menarik Sabia untuk kembali duduk, duh suamiable sekali anak adam satu ini. Masih dengan tangan yang bertaut, Alta menatap Sabia “Aku serius” ujarnya. Sang pemilik mata bulat itu hanya mengerjap sebentar, masih mencoba menampik maksud baik mantan gebetannya itu.
“Bisa kasih aku kesempatan Bi?” pinta Alta
“Kesempatan apa?” ujar Sabia ketus
“Masih bersikukuh buat memulai dari awal lagi?” sambungnya
“Bukan begitu maksudku Bi” ucap Alta
Sabia memilih diam menatap Alta.
“Aku hanya ingin memulai semuanya dengan benar, tidak ada lagi yang disakiti. Aku minta maaf jika dahulu membuatmu sesakit itu, jika dahulu membuatmu sekecewa itu, tapi sungguh Bi aku hanya ingin memulai semuanya dari awal dengan baik” Sabia terdiam
“Bi, perasaanku sejak SMA itu tidak pernah berubah. Masih tetap sama”
“Lantas kenapa kamu memilih untuk mencari yang lain? Jika perasaanmu sendiri tidak pernah berubah” ucap Sabia
Alta menghela napas berat.
“Bukankah kamu sendiri yang tidak ingin melewati batas itu Bi?”
Mulut Sabia terkatup rapat, “Kamu sendiri yang tidak ingin lebih dari teman” Alta menekankan kata terakhirnya. Sabia tidak bisa lagi membantah, memang sejak awal dirinya meragu untuk status lebih dari teman yang ditawarkan Alta dahulu. Sabia yang masih duduk di bangku kelas dua itu hanyalah gadis yang belum mengerti apa itu cinta. Sehingga saat Alta yang notabenenya kakak kelasnya mengatakan suka padanya membuat Sabia bingung. Dia hanya tidak ingin kehilangan dua kali. Mantan pacar dan teman baik.
“Bi” Alta meremat tangan Sabia lembut
“Kasih aku kesempatan, untuk melakukannya dengan benar”
Sabia tidak bisa berkata apa-apa lagi, tatapan memohon itu jelas terlihat di kedua mata Alta. Dan Sabia yang tentunya masih memiliki perasaan lebih untuk Alta tidak bisa lari lagi. “Dua bulan” ucap Sabia membuat Alta mengerjap bingung, Sabia menghela napas panjang lalu menunjukkan dua jarinya.
“Aku kasih kamu dua bulan setelah acara pernikahan, bagaimana?”
Alta tentunya tidak bodoh untuk mengerti ucapan Sabia, dengan wajah cerianya Alta dengan senang hati menyetujui permintaan itu. Tidak sulit kok mendapat kembali hati Sabia. Iya, kalau Sabia tidak berpaling atau sudah membuang semua perasaannya pada Alta. Semoga saja tidak.
123Please respect copyright.PENANAKxxxK2fg61
123Please respect copyright.PENANAQ74cgeMcZs
123Please respect copyright.PENANAoTXk89rYvR
123Please respect copyright.PENANA0GtdTiBmiV
123Please respect copyright.PENANAeuvuuiyLr6
Sabia hanya bisa meredam teriakannya dengan bantal. Apa sih yang dipikirkannya siang tadi, kenapa bisa dengan mudah luluh dengan pesona Alta. Tapi hati Sabia sudah tidak menampik lagi, dirinya juga ingin mencoba memulai dari awal. Menata semuanya dengan benar dan memulai perasaannya lagi. Karena bagaimanapun Alta menjadi sosok yang berperan besar dalam kehidupan masa sekolah Sabia.
123Please respect copyright.PENANA5yzT2tmLMW
123Please respect copyright.PENANAnFVWj1rMW8
123Please respect copyright.PENANATzQLAaGje3
123Please respect copyright.PENANA9lDNzSZO0B
123Please respect copyright.PENANADadacoOKEn
123Please respect copyright.PENANAdZfuIPyldA
123Please respect copyright.PENANAYRXXQJinPF
123Please respect copyright.PENANAdCtAye7x36
“Kamu apa?”
Sang ibunda mengerjap dengan wajah sumringah dan tidak percaya. Sabia hanya mendengus kesal, dia sudah mengulanginya sebanyak tiga kali dan ibundanya masih ingin mendengarkannya sekali lagi. “Bunda jangan jahil ih” sungut Sabia yang malah terlihat seperti bocah berumur lima tahun. Sang ibunda hanya terkekeh sambil mengusap salah satu pipi Sabia lembut, “Coba bunda mau dengar, kenapa kamu akhirnya memilih untuk menerima lamaran Alta”.
Duh, Sabia mana siap bilang jika itu hanya percobaan perasaannya. “Eh? Kenapa tiba-tiba? Bunda tidak percaya kalau Bia menerima lamaran pak direktur?” ujar Sabia kalap, dia tidak mau rencananya diketahui oleh siapapun. Ibunda hanya mengangkat kedua bahunya acuh, “Siapa tahukan kalian diam-diam membuat perjanjian sembarangan” terkanya. Sabia menelan ludahnya kasar, sepertinya dia tahu dari siapa dia mendapatkan intuisi yang hampir tepat.
“Enggak kok bunda, Sabia hanya menerima niat baik pak direktur saja”
Sang ibunda lantas mengangguk, “Nah begitu dong”
Sang ibunda lalu tersenyum lebar, akhirnya putri bungsunya menikah juga. Setelah beberapa kali ditanya ‘Kapan Nikah?’ oleh semua orang di umurnya yang sudah menginjak akhir dua puluhan. Harapannya sudah terwujud, tinggal bagaimana sang ibunda rela melepaskan putri bungsunya itu untuk pilihannya. Semoga saja pilihanmu adalah yang terbaik, begitu doa sang ibunda sambil mengusap lembut puncak kepala Sabia yang hanya tersenyum.
“Bunda akan beritahu mama Alta ya, kita akan membicarakan acara lamaran dan acara pernikahan kalian, kalau bisa sih secepatnya”
Sabia meneguk ludah kasar, tidak seperti itu bayangannya. Tapi melihat sang ibunda kepalang senang dan bahagia. Sabia tidak berani mengusik suasana bahagia itu, Maafkan Bia bunda. Dan ya, seperti yang sudah dibayangkan. Baik keluarga Alta maupun Sabia memilih untuk melangsungkan lamaran lebih dahulu, tiga pekan kemudian.
ns 15.158.61.39da2