Dumb #2
Sebelumnya aku sudah katakan alasan sebenarnya aku mempermasalahkan perasaan sukaku kepada Garren. Lagi pula, suka kan wajar. Setiap orang boleh-boleh aja suka sama seseorang asal masih sesuai norma dan aturan yang berlaku.
Namun, masalahnya ada pada laki-laki itu yang membuatku takut kalau laki-laki itu sampai tahu aku suka sama dia.
“Garrennn saaayaaannggggggggg......” panggil suara seorang gadis bertubuh molek yang seketika bergelayut manja di lengan Garren.
Aku saat ini sedang berjalan menuju perpustakaan dan langsung sembunyi ketika mendengar teriakan itu. Saat ini, Garren bersama dua temannya langsung di hadang oleh Seril beserta gengnya. Jantungku berdegup kencang ketika bersiap-siap memerkirakan apa yang terjadi selanjutnya.
Wajah Garren yang semula cerah langsung dingin nan menusuk. Lelaki itu menyentakkan tangan Seril dengan kasar sehingga gadis itu terkesiap. “Sudah gue bilang kalau gue ga suka lo nyentuh gue, dasar cewek sinting!!”
Aku melihat raut muka Seril berubah menjadi ketakutan. Aku saja bahkan ikut gemetar. “K-kok kamu gitu sih Garren, kurang apa aku coba?”
Garren menatap Seril jijik. “Bukan cuma lo aja tapi semua cewek yang suka dan kegatelan ke gue kayak lo juga bakal gue kasarin..” Seril berusaha menahan tangisnya sedangkan aku berusaha menahan mualku. “Jadi.... minggir.”
Seril tanpa diminta dua kali langsung berlari meninggalkan Garren. Sedangkan Garren berusaha menyapukan tangannya dengan saputangan ke lengan bekas gandengan Seril tadi.
Carrol menepuk bahu Garren prihatin. “Segitunya elo sama cewek, dude.”
Azrel menyeletuk tiba-tiba sambil menggelengkan kepalanya. “Coba deh lo hilangin phobia lo itu. Ga baik buat lo tau, masa cowok ganteng kayak lo jadi perjaka tua.”
Garren tiba-tiba tersenyum (atau menyeringai) menanggapi ucapan Azrel dan Carrol. “Gue ga butuh cewek kayak gitu. Dimana-mana cowok yang memilih bukan dipilih, makanya gue jijik banget pas tau ada cewek yang ketahuan suka sama gue dan ngemodusin gue sengaja atau enggak sengaja.”
Ucapan Garren seketika membuat jantungku mencelos. Aku tidak sanggup menahan rasa mualku lebih lama sehingga ketika mereka bertiga sudah pergi aku langsung berlari ke toilet.
“Ya ampunn.. Apa salah gue coba mendapat cobaan kayak gini?”
Ya itu masalahnya. Garren itu Dating-Phobya!!! Tidak suka cewek selain keluarganya menyentuh dia bahkan tidak suka jika tahu ada cewek yang suka sama dia.
“Makanya gue jijik banget pas tau ada cewek yang ketahuan suka sama gue dan ngemodusin gue sengaja atau enggak sengaja.”
Apa dia bilang? Sengaja atau tidak sengaja? Apa jadinya nasibku ini yang bila sampai ketahuan sama lelaki itu jika aku suka sama dia? Kan aku sering banget main sama Brenda dan ujung-ujungnya bertemu sama dia!
Maka dari itu aku akan bertekad untuk menyembunyikan ini dari siapapun bahkan Brenda. Maafkan aku Brenda karena aku gak bisa menepati janji menceritakan tentang siapa First Crushku.
**
Sekarang masalah keduanya adalah Garren itu terlalu memesona! Sekalipun seantero sekolah tahu akan phobia cowok itu tetap saja mereka akan memekik dan semacamnya di belakang Garren walaupun di depan cowok itu mereka seperti jelly. Aku saja yang setelah menyadari suka sama cowok aneh itu juga tidak bisa menolak pesona dan ketampanan seorang Garren Dwi Juan.
Contohnya saat ini dimana cowok itu tertawa lepas sembari meminum air mineral di pinggir lapangan selesai olahraga. Bayangkan aja jakunnya yang naik turun saat meneguk air atau saat keringat di tubuhnya berkilat terkena cahaya matahari. Ya ampun! Kenapa dia seksi banget, banget, banget?
“AAAAAAA Garren! Huu-huu.”
Fantasiku langsung buyar karena teriakan beberapa gadis di belakangku yang sama-sama terpesona terhadap keseksian Garren. Aku mengusap dadaku lambat dan menatap tajam mereka yang seketika langsung ciut. Duh, apa benar ya aku kayak nenek sihir?
Tersenyum sejenak lalu aku kembali melangkah menuju ke tempat Brenda yang sedang menemui Garren.
Sekarang, masalah ketiganya adalah aku dan Garren itu sekelas! Sekelas juga sama Brenda. Cewek centil itu sensitif jika saja aku melakukan gerak-gerik aneh nanti dia akan langsung menginterogasiku di depan Garren. Tidak, aku tidak mau sampai itu terjadi. Jadi, berusahalah normal Ethellia. Normal!
Ini tidak normal! Kenapa saat aku tiba di depan Brenda dan Garren, lelaki itu sedang menyapu rambutnya??!!! Sial. Itu. Seksi. Banget. Ya. Ampun!
Entah kenapa aku menekuk muka saat lelaki itu menatapku. Aku tiba-tiba terbayang kalau lelaki itu akan menghardikku jika aku seperti alaynya Seril dan itu menyebalkan.
Brenda menatapku dengan pandangan menyelidik. “Kenapa Ethel? Muka lo gak enak banget dipandang tau?”
“Mulut lo itu ya isinya poop semua, Brend,” ucapku ganas menatapnya garang.
Brenda itu sahabatku tidak sih? Kenapa dia itu senang sekali ngebully aku? Di depannya Garren lagi. Walaupun dulu aku biasa juga sih.
“Dari pada lo, apaan tuh di mata lo? Ew, ada beleknya,” tambahku dengan senyuman angkuh.
“OMG!!!!!”
Aku tertawa lepas saat Brenda sudah berlari sangat kencang. Anak itu kalau urusan penampilan dan fashion sangat peka banget sampai percaya saja kalau aku cuma menjahilin dia.
Aku berusaha menghentikan tawaku tetapi bukannya berhenti malah tambah menjadi-jadi. Dapat aku rasakan perutku sakit sekali, aku berusaha untuk duduk tanpa melihat kiri-kanan. Setelah beberapa menit aku habiskan hanya untuk tertawa, akhirnya aku berhenti.
“Seneng banget ya lo?”
“Ya iyalah. Sekali-kali ngasih pelajaran ke anak itu biar ga asal ngerocos. Masa wajah gue dibilang ga enak dipandang? Wajah gue walau ga wow setidaknya ga ew.”
Tunggu. Aku merasakan firasat buruk. Lalu aku menoleh ke samping dan mendapati wajah Garren menatapku dengan pandangan selidik. Aku mengap-mengap mengantisipasi untuk kabur. Aku mencoba mengingat-ingat apa ada perkataan aku tadi yang ganjil sehingga bisa membuat cowok ganteng di sebelahku ini curiga.
Eh, cowok ganteng? Otakku korslet. Ya ampun dasar puber sialan.
“Lo....” Aku menahan nafas ketika suara bertanya itu menggema di telingaku dan juga hatiku. Alay banget, iuhh. “Wajah lo memang ga enak dipandang kok.”
Sialan. Double-shit saat Garren tertawa sambil menunjukku. Wajahku memerah dan tanpa kasihan menendang tulang keringnya. Aku melihatnya mengaduh namun tidak aku pedulikan.
Asal kalian tahu saja. Wajahku memerah bukan karena malu tetapi wajah Garren dari zoom in ganteng banget!
Sekali lagi. Dasar puber sialan double kampret.
ns 15.158.61.54da2