Dumb #21
Aku menatap layar televisi dengan wajah sayu. Di ruangan tamu yang sederhana ini aku terpekur sehingga dengan mudahnya aku mengabaikan suara bising yang dihasilkan dari televisi dengan raut tidak berdaya. Padahal aku sungguh bahagia ketika semester ganjil telah lewat dan telah mencatat berlembar-lembar planning yang akan aku lakukan selama 2 minggu masa liburan. Hingga akhirnya planning itu kini hanya akan menjadi sekedar planning yang tidak akan pernah terwujud.
Aku sangat ingin meraung kesal. Kenapa harus aku? Sepertinya mereka memang suka sekali membuatku aku menderita bertubi-tubi atau memang dewi Fortuna mempunyai dendam kesumat saat aku dilahirkan? Misalnya ibuku lebih cantik dari dewi itu mungkin?
Oh Tuhan, aku tahu aku bukanlah orang yang baik dan taat. Namun, ini sungguh begitu tragis. Liburan dua mingguku akan menjadi penjara dua minggu yang tidak akan pernah terlupakan dari memoriku sebagai kenangan paling mengerikan seumur hidupku.
“Dasar Andrava gila! Setan!” kataku penuh dengan umpatan kebun binatang.
Aku mengacak-ngacak rambutku yang lepek dan penuh dengan keringat karena aku sangat frustasi hingga bisa mengabaikan diriku sendiri.
“Kalau bukan karena si bego itu... gue gak akan mungkin terjebak dalam lingkaran setan nan biadab itu! Hmph!”
Sehari sebelum aku seperti ini.
Sore hari setelah penerimaan rapor, aku sebegitu senangnya dan aku memutuskan untuk cepat-cepat pulang bahkan mengabaikan Brenda dan Garren. Setibanya di rumah, handphoneku berdering dan langsung berdecak kesal saat firasat buruk mengerubungi hatiku ketika melihat nama penelpon yang sengaja merusak hari indahku yang sangat berharga.
Nama penelpon itu Erik alias ketua OSIS baru yang menjabat sekitar 3 bulan lalu. Penjabarannya, Erik itu cowok pendiam yang sangat suka mengunyah buku ensiklopedi namun sangat kompetitif untuk menjadi leader sebuah organisasi. Titahnya bagaikan pisau yang membuat orang-orang tidak bisa berbuat banyak dan harus rela menampung air keringat hingga satu galon saat mencetuskan event baru.
Tentu saja, dibandingkan aku, aku jauh lebih baik dan lebih fleksibel.
Satu-satunya yang membuatku sangat bersyukur adalah ketika mengetahui Erik itu tipikal adik junior yang bisa aku tunduki di bawah ketiak kekuasaanku saat aku menjabat ketua OSIS. Walaupun ia seperti reptil berdarah dingin, ia orang yang cerdas. Tentu saja aku memanfaatkannya.
“Ya, halo..”
“Senior, mari kita bicara di kafe Cassanova jam 4. Penting,” kata Erik judes.
“Sorry, gue ga bisa,” kataku balik lebih judes lagi daripada dia.
“Memangnya gue ngajak Senior nge-date? Ini tentang OSIS dan Senior harus datang kalau gak mau kena masalah selama liburan indah senior.”
Erik mengatakan kata ‘indah’ dengan suara skeptis yang membuatku berdecak keras-keras sebelum menutup telpon dengan kata ‘oke’ yang sangat sadis.
Aku menatap sekeliling kafe dengan wajah masam seperti habis memakan buah kecut yang sudah sangat layu. Seketika itu pandanganku bertubrukan dengan mata Erik yang mengisyaratkanku dengan matanya dan aku melotot tidak senang atas ketidaksopanannya itu. Ketika aku tiba di mejanya, aku dengan sengaja menginjak kakinya dan bersikap tak acuh saat ia mengerucutkan bibirnya tak senang. Rasain.
“Ada apa sih?” tanyaku dengan raut jengkel tetapi tetap memesan jus jambu biji kepada pelayan. Apapun masalahnya, tidak sopan untuk datang ke sebuah kafe tetapi tidak memesan satupun.
Erik mendesah dengan keras seakan mengejekku. Aku balik menatapnya dengan tatapan nenek sihir. Erik terkulai lemas karena memang itu senjata terampuhku untuk membungkam cowok itu. Kemudian tiba-tiba saja sebuah proposal muncul di hadapanku.
Aku mengambil proposal itu lalu membacanya. Awalnya bibirku mengerucut saat membaca judul proposal lalu keningku mengernyit saat membaca isinya. Setelah itu mataku melotot kaget saat mendapati namaku tertulis sebagai Pembimbing dan berakhir dengan wajah masam saat proposal itu telah disetujui dan dibubuhi cap sekolah.
Aku mencengkeram proposal itu dan tidak mau peduli jika itu adalah proposal asli yang menjadi rusak. Aku bisa saja meninju lelaki bodoh itu namun aku masih tahu tempat.
“Jelasin apa maksud dari proposal ini...” kataku mendesis seperti ular.
Erik mengangkat bahunya santai. “Bukannya Senior udah baca?”
“Jelasin!!!” kataku dengan nada membentak dan berhasil membuat Erik berjengit kaget begitu juga orang-orang sekitarku.
“Seperti yang Senior baca, proposal ini mengenai pemanajemenan organisasi yang disebut sebagai Organisation Management Ropes yang bertujuan untuk memperbaharui sistem manajemen organisasi OSIS beserta organisasi tanggung jawab OSIS dimana bekerja sama dengan Green M Teritory,” kata Erik tanpa jeda. Ia kemudian mengasak ranselnya lalu memberikanku berkas lainnya berjudul ‘G.M Teritory System Schedule’
Aku menatap berkas itu dengan seksama walaupun Erik masih melanjutkan pidato singkatnya. “Green M Teritory itu merupakan sebuah organisasi global dimana semua anggotanya merupakan mahasiswa manajemen dari universitas terbaik di dunia. Contohnya Harvard. Di Indonesia, G.M Teritory sendiri sudah membuka cabang dan anggotanya terdiri dari mahasiswa terbaik yang melalui seleksi ketat dan tentu saja syarat utamanya adalah mahasiswa manajemen.”
Erik memberi jeda sejenak dari pidatonya hanya untuk mengamati perubahan air mukaku. “Dan Senior harus tahu bahwa aku berjuang mati-matian untuk membuat proposal yang harus menarik perhatian G.M Teritory dan setelah 11 bulan akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk membawa G.M Teritory agar bekerja sama dengan sekolah kita.”
Aku terpekur saat Erik mengatakan bahwa ia menunggu 11 bulan dan aku menyadari bahwa itu masih periode aktif saat aku menjabat sebagai ketua osis saat itu dan Erik sebagai wakilku.
“Lo sudah merencanain ini sejak 11 bulan lalu dan lo dengan enaknya memutuskan sesuatu tanpa sepertujuan gue? Gitu?” kataku marah dan hampir mencampakkan berkas itu ke wajahnya.
“Bukannya begitu, walaupun gue membuat proposalnya lebih lama lagi belum tentu G.M akan melirik proposal kita. Tentu saja, itu tidak akan membuat masalah...”
“Gue ga ngerti apa maksud lo...” ucapku dengan raut masam. “Gue ga peduli visi misi lo tentang event ini, yang gue minta lo jelasin kenapa nama-gue-ada-disini?!”
“Ada anak baru namanya Andrva yang menjabat sebagai ketua Klub Basket saat ini mengusulkan nama Senior..”
“Apa lo bilang? Andrava?!”
Erik mengangguk tenang. “Kami telah mengadakan rapat sebelum penerimaan rapor. Saat itu aku mendapat kabar bahwa para guru tidak akan menjadi pembimbing untuk acara ini.”
“Lalu kenapa harus gue?” ucapku kekeuh dengan gigi bergemeletuk.
“Tenang oke..” ucap Erik siaga. “Acara ini tentu harus membutuhkan para pembimbing sebab gue tidak akan bisa menghadapi pekerjaan ganda selain itu gue tidak mungkin meminta orang lain yang tidak berpengalaman. Itu salah satu prasyarat dari G.M Teritory. Andrava lalu mengatakan pada gue bahwa OSIS pernah membuat acara seperti ini dengan Senior sebagai ketuanya. Ia pikir Senior tentu lebih meyakinkan, berpengalaman, dan bertanggung jawab.”
“Gue ga ngerti ya sama jalan pikiran elo! Lo harusnya tahu bahwa lo ga bisa seenaknya membuat sesuatu tanpa sepertujuan gue! Gue bukan ketos lagi! Lo harusnya tau gue bisa ngelakuin segala cara ketika orang biadab mencoreng kehormatan gue seperti yang lo lakuin dengan seenaknya menunjuk gue sebagai pembimbing!”
Aku berteriak dengan suara tertahan karena aku juga tidak mengharapkan keributan di tempat ramai seperti ini. Aku hampir mencapai batas kesabaran dan aku dapat melihat Erik memucat dan menatapku gelisah.
“Oke maaf. Tapi Senior harus tetap ngelakuin ini!”
“Gue bisa ga ngelakuin ini! Lo mau nantang gue?”
“Kepsek sendiri yang menyetujui hal ini dan langsung menyuruh gue memasukkan nama Senior. Dia bilang, Senior harus tetap dimasukkan sebagai pembimbing walau tanpa sepersetujuan Senior.”
Erik berbicara dengan suara seperti tikus. Aku makin murka hingga kulitku menghijau. Aku tidak bisa menghadapi diskriminasi dan ketidak-respect-an ini! Bagaimana mungkin mereka menganggapku sebagai orang yang bisa seenaknya disuruh-suruh. Ini jelas merendahkan harga diriku!
Aku mengrebrak meja dengan berkas itu lalu dengan wajah mengeras, aku berkata, “Gue gak takut konsekuensi apapun sebab gue tetap ga akan mengikuti ini!” kataku lalu segera berdiri bersiap untuk pergi.
Erik juga ikut berdiri, rautnya memucat tetapi juga mengeras. “Oke gue memang salah, Senior. Gue minta maaf. Lo bisa menuntut hak lo ke gue sebagai konsekuensi karena gue mencoreng harga dirilo tanpa merundingkan ini dulu. tetapi, gue juga gak akan tinggal diam saat Senior hampir merusak rencana yang sudah direncanakan OSIS matang-matang. Karena sekarang gue ketosnya.”
Aku mendekati Erik dengan tangan mengepal. “Lo nantangin gue?!”
“Tenang dulu. Senior tetap akan mengikuti acara ini, tentu saja Senior, aku menjamin tugaslo gak akan seberat gue. Gue jamin sebab semuanya sudah tertulis di schedule itu. Gue bahkan sudah menghubungi Kak Brenda dan Kak Garren yang masing-masing menjabat sebagai wakil Senior.”
Aku mendesah sebagai cara untuk menenangkan pikiran dan hatiku. Aku kembali duduk dengan mata menutup sembari tanganku memijat keningku.
“Ini akan menyenangkan Senior. G.M Teritory adalah organisasi elit. Tempat kita menghabiskan waktu lima hari berkemah akan sangat nyaman dan menyenangkan. Senior tentu tahu banyak keuntungan yang akan kita dapatkan ketika G.M Teritory bekerja sama dengan kita dan itu bahkan lebih menguntungkan Senior. Aku jamin hal itu. Senior juga bisa menuntut hak Senior juga. Bagaimana?”
Kalimat per kalimat yang Erik keluarkan sungguh persuasif membuat aku kembali membuka mata dan menatapnya dengan tatapan datar. Sebenarnya aku sedikit mengagumi kemampuan Erik tersebut dan menjadi alasan terkuatku saat aku mendukungnya untuk menjadi ketua OSIS periode sekarang.
“Gue pegang ucapanlo.”
Erik mengangguk dengan yakin setelah itu aku pergi namun Erik sudah terlebih dahulu memasukkan proposal dan schedule beserta dokumen lainnya ke dalam map bag dan memberikan map bag itu padaku. Aku menerimanya dengan tak acuh kemudian meninggalkan kafe dalam diam.
“Aku akan mengirimkan e-mail kepada Senior nanti malam. Ada banyak hal yang harus diperbincangkan sebelum keberangkatan kita 4 hari lagi.”
Aku menatap lesu punggung Erik yang menyebalkan itu.
ns 15.158.61.20da2