Dumb#9
Brenda memperlihatkan wajah khawatir yang hanya aku temui sekali setahun. Dan ini yang sekali di tahun ini.
“Thel, lo ga nyelundupin narkoba, kan?”
Tuh kan? Apa kataku? Dia itu sama anehnya sama aku. Walaupun aku akui dia lebih normal dari pada aku.
Aku mengangkat bahu dengan malas. “Ga. Si Kepsek nyuruh gue jadi pengawal tur keliling spesial buat anak baru..”
“Oh ya? Siapa? Siapa? Kok gue ga liat?” kata Brenda dengan wajah sumringah.
Aku mendengus. “Ya iyalah ga liat, dia anak kelas sebelas. Masalahnya itu si Kepsek masih nganggap gue itu Ketos padahal udah diganti semester lalu. Harus diganti tu aki-aki.”
“Anggap aja amal, Thel. Emangnya kenapa? Cowoknya ga cakep?”
“Darimana lo tau anak barunya cowok?”
“Ga tau.. Firasat novel gue kambuh sih...”
Aku menatap Brenda dengan tatapan aneh saat ia dengan santainya mengeluarkan kata-kata alien itu dengan wajah polos plus bikin aku pengin muntah itu.
Aku meletakkan kepala di meja dan menghela nafas sangat keras. “Cowok ingusan nyebelin kuadrat bukan anugrah buat gue walaupun dia cogan. Gue ga butuh.”
Brenda meletakkan minumannya dramatis dengan keras sehingga membuatku mengangkat kepala terkejut. Ia menatapku dengan tatapan judes yang membuatku sukses merinding disko. “Lo itu harus berubah! Mana tau si anak baru itu jodoh lo atau seenggaknya jadi pacar 1 bulan lo. Plis deh Thel. Kutukan lo tu harus dibuang!”
Brenda gila. Sinting. Stress. Dia harus masuk ke RSJ kalau begini. Masak iya dia mendoakanku pacaran sama Andrava? Satu bulan lagi. Lagi pula Garren mau dikemanakan?
“Gak mauuuuuuuu!!! Biarkan gue hidup damai sampai tamat tanpa embel-embel pacaran. Seenggaknya ga sama si Poop yang bilang gue Putri Fiona!!!”
“Bagus dong. Lo dibilang Putri..”
Aku menatap Brenda kelewat dramatis dengan suara rendah. “Lo tau maksud gue Bren. Putri Fionaa......”
“Lo emang mirip Putri Fiona.”
Suara berat itu membuatku merinding disko sekali lagi. Garren tiba-tiba berbicara di belakangku dan seenaknya duduk di sampingku dengan wajah mengejeknya itu. Aku dapat merasakan bau parfum bercampur keringatnya itu sehabis latihan basket. Seragam basketnya itu masih dia pakai.
OMG!!
Aku butuh oksigen!
“Woi..”
“Eh? Apa? Lo jangan ikutan! Sekarang menjauh dari gue! Lo bau sampah! Mandi sana, bego!!!”
Aku bangkit dan berjalan cepat meninggalkan Garren dan Brenda. Satu menit berlalu aku memutuskan berhenti di tangga. Berusaha menetralkan nafasku yang memburu sekaligus degup jantungku yang masih lari maraton.
“Wah ada Putri Fiona!!!!!”
Aku melotot horor ketika Andrava dengan wajah sumringah menatapku. Dia bersama tiga orang temannya berada di depanku. Karena aku berhenti di pertengahan tangga antara kelas 11 dengan lantai tempat kantin berada.
“Putri Fiona?” kata temannya yang menatapku dengan wajah penasaran.
“Ga ada mirip putrinya deh..”
Andrava semangat sekali menceritakan itu kepada temannya. “Bukan, Putri Fiona di film Shreck. Yang versi hijau!”
Aku memukul kepalanya tanpa ampun karena ia mendeskripsikannya terlalu jelas. Aku mengerang jengkel dan mencubitnya gemas. Aku melihat kulitnya yang putih itu memerah.
“Berhenti! Stop it! Lo Hulk!!!!!”
“Apa? Coba ngomong lagi kalo lo mau jadi dendeng sapi sekarang juga?!”
“Oke.. Okee... Gue minta maaf, sekarang lepasin gue...” kata Andrava dengan wajah lemas.
Aku mendengus bangga dan menepuk kepalanya pelan. “Bagus junior ganteng. Terus gini ya sopan sama Kakak,” kataku bangga.
Tapi entah kenapa suasana mendadak hening hingga aku mengernyitkan keningku dalam saat ketiga cowok di depanku menatapku aneh. Andrava lebih aneh lagi karena ia sekarang diam membeku sembari menatapku horor. Bukan aku yang horor tapi dia yang memasang tampang seperti itu.
“Kak, lo suka ya sama Andrava?” kata salah satu teman si Andrava itu.
Bibirku mengerucut sembari berkata, “Enak aja. Lo dapat persepsi darimana ngomong kayak gitu? Mau mulut lo gue iket pakai karet gelang?”
Cowok satunya lagi mengimpali perkataan temannya. “Tuh barusan Kakak bilang Andrava ganteng.”
“Emang dia ganteng kok. Masak gue harus bilang dia jelek? Sama kayak gue bilang pete ke eskrim gitu? Realistis dikit dong. Ya ampun. Stres.”
“Ethel?”
Suara Brenda menginstrupsi pembicaraanku. Ia bersama Garren menatapku penasaran sedangkan Garren, syukurlah lelaki itu sudah ganti baju.
Brenda mendekatiku sembari menatap Andrava. “Ini ya cowok yang akan jadi jodohlo, Thel? Hai Ganteng, kenalin gue Brenda. Anak baru kan?”
Aku memijat kepalaku saat Brenda tidak mengijinkanku berbicara dan gadis itu seenaknya mengatakan jodoh-jodohan di depan anak-anak ini dan Garren. Terkadang aku berpikir kesalahan apa yang aku perbuat hingga harus berteman dengannya.
“Brenda! Lo harus ngefilter omonganlo. Ga ada jodoh, ga ada yang kayak gituan. Hilangkan fantasi novel lo ke gue! GUE GA MAU!!”
Aku mencak-mencak tapi tanganku dipegang seseorang. “Jangan gitu dong. Kalau memang jodoh, apa salahnya kan Putri Fiona?”
Aku melotot horor ketika melihat Andrava tersenyum mencurigakan kepadaku dan mengatakan hal gila di depan Garren dan Brenda. Aku tak mampu berkata dan tak mampu melihat Garren. Aku rasa aku harus kabur dari tempat ini.
“NO WAY!!!”
Aku menyentakkan tangan Andrava dan pergi meninggalkan lokasi kejadian serta tanpa sadar menyenggol Garren. Saat itulah aku sadar aku salah arah dan terpaksa berbalik arah. Sialnya harus melewati Brenda dan Andrava lagi.
“Gue harusnya udah dapat penghargaan karena dapat kesilan bertubi-tubi.”
“SAYANGG!!!! HARI INI AKU JEMPUT YA?”
Dan aku harus berlari menjauh sebelum orang-orang menyadari siapa orang yang diberi sayang-sayangan sama Andrava gila itu.
ns 15.158.61.8da2