Dumb #30 (LAST)
Di gate yang sama. Tidak disangka ketika Erik berdiri untuk menunggu kedatangan seseorang, ia secara tidak sengaja melihat siluet Ethellia yang berbicara dengan seseorang dengan lelaki tinggi dan mengejutkan ada koper besar di antara mereka. Erik sedikit penasaran dan ia berencana untuk menyapa. Hanya saja, niatnya kandas ketika seseorang yang ia tunggu telah datang. Maka ia pasrah untuk tidak melanjutkan niatnya.
Yeah, mungkin Senior seperti biasa mengantarkan kakaknya yang sering bepergian.
Tidak terpikirkan olehnya bahwa itu mungkin kali terakhir ia melihat senior menyebalkannya itu.
**
Di pusat perbelanjaan yang besar, secara tidak terduga Erik bertemu dengan adik kelas yang sempat membuat Ethellia jengkel sampai mati.
“Loh? Ga nyangka ketemu,” ucap Andrava santai kepada Erik.
Erik mengangkat kacamatanya ketika ia melihat ke arah di belakang punggung Andrava dimana Brenda dan Garren berdiri lumayan jauh.
Erik mengangkat alisnya. “Lo lagi hangout bareng mereka?”
Andrava sejenak ingin pura-pura bersikap tidak mengerti sampai Erik melanjutkan kalimatnya.
“Tumben gak lihat Senior.”
Andrava terdiam. Ingatan tentang wajah seorang gadis yang bersikap konyol muncul di wajahnya. Sudah berapa lama ia tidak bertemu dengannya?
Anehnya, Erik yang biasanya tidak suka bersikap usil bertanya kepada Andrava. “Lo tahu dimana Senior sekarang?”
Andrava tertegun. “Maksud?”
“Tidak ada sih, cuman gue pernah beberapa kali menghubungi nomor Senior tapi selalu gak aktif. Trus gue rasanya ga pernah melihat dia lagi sejak perpisahan waktu itu.”
Andrava menjadi bingung dan ada beberapa perasaan rumit yang terpancar jelas di matanya. Lalu ia tiba-tiba merasakan sesuatu yang tidak enak di hatinya.
Erik masih berbicara. “Enggak juga sih, gue rasanya ketemu Senior minggu lalu di bandara.”
Awalnya Andrava masih melamun tetapi ia langsung gelisah.
“Di bandara?” ucap Andrava dengan nada tidak yakin.
Erik mengangguk. “Ada koper besar juga tapi mungkin ngantarin abangnya ke bandara. Kalau lo ketemu Senior tolong bilangin ke dia kalau gue nyari dia ya.”
Andrava mengangguk linglung dan bahkan tidak mempertanyakan urusan apa yang dimiliki Erik dengan Ethellia. Ia masih berdiri disana seperti patung yang bahkan tidak menyadari bahwa Erik telah menghilang.
Andrava mempunyai perasaan rumit dengan Ethellia. Ketika ia mengingat bagaimana pertemuan terakhir kali yang sangat buruk dan bagaimana ia dengan jahat mengatai Ethellia, Andrava masih mengingat raut wajah kehilangan di raut Ethellia.
Hati Andrava merasa ketakutan.
Tidak mungkin, kan?
Sebuah tepukan membangungkan Andrava dari linglung. Saat ia menatap wajah Garren yang tampan, hatinya bersimpul. Entah kapan, sifat Garren perlahan-lahan semakin dingin dan tenang. Seolah-olah memberikan kesan jauh.
“Ayo pergi,” kata Garren sembari melirik ke kejauhan.
Andrava mengangguk. Ketika mereka berjalan membahu saat Andrava ingin mengatakan sesuatu, ada sesuatu yang membuat tenggorokannya tercekat.
“Lo tadi lihat Erik juga?”
Garren mengangguk tanpa mengeluarkan suara dan tidak merasa ragu sekalipun.
Sikap Garren semakin membuat tenggorokan Andrava sakit. “Tadi dia nanya Ethel.”
Garren tidak terkejut. “Oh?”
Tidak yakin kenapa. Melihat sikap Garren yang tidak peduli membuat Andrava tidak berdaya. Firasatnya tadi entah kenapa mungkin benar.
“Sepertinya dia telah pergi,” katanya hampir berbisik.
Dan mungkin tidak akan kembali. Lanjutnya dalam hati.
END.
ns 15.158.61.8da2