Dumb #11
“Apa lo mau mampir?” kataku ketika Garren mengantarkanku menuju apartemen yang aku tinggali bersama Kak Re.
“Gak usah,” katanya tanpa menatapku.
“Oh ya udah.”
Kataku cuek sembari keluar dari mobil dan mungkin sudah suratan takdir, Garren dengan jiwa tak pekanya pergi tanpa meninggalkan pesan manis.
Duh apa sih yang aku harapkan dari seorang Garren? Dan mengapa coba aku mengharapkan adegan-adegan romantis kayak di drama korea yang sering diceritakan Brenda?
Terkutuklah Brenda beserta drama koreanya atau aku harus menghapus koleksinya itu?
**
Pagi yang cerah sembari menikmati sinar mentari pagi yang membelai lembut kulitku. Ya walaupun sinar mentarinya masih sedikit karena aku sedang lari pagi pada jam 5 pagi. Sesungguhnya ini rekor bagiku. Ethellia gadis yang jarang sekali berolahraga hingga dibilang Brenda bahwa aku punya banyak lipatan lemak sekarang melakukan kegiatan ekstrem ini dengan perasaan bahagia.
Ya iyalah. Siapa sih yang tidak bahagia sebab kemarin habis kencan dengan cowok ganteng? Walaupun dibumbui dengan adegan perceksokan rumah tangga yang ditonton oleh penonton dari segala usia di ruang terbuka.
Namun itu tidak masalah, anggap saja itu simulasi agar kelak mendapatkan kehidupan rumah tangga yang bahagia, aman, tentram, dan sejahtera bersama anak-anak yang lucu-lucu dan menggemaskan. Rumah tangga keluarga Juan.
“AAAAAAAAA MALUUUU!!!” teriakku sadis sembari melompat-lompat penuh euforia tanpa khawatir ditonton banyak orang.
“WOII SIAPA SIH YANG BERISIK?! INI SUBUH!”
Aku menutup mulutku dan bergidik ria. Ya walaupun tidak ditonton oleh orang tetapi suara toaku kayaknya berhasil membangunkan orang-orang yang sedang memimpikan iya-iya.
Iya-iya apanya?
“Tauk ah. Gelap,” ucapku cuek lalu kembali berlari menuju rumah bersiap menyongsong masa depan cerah.
Pintu apartemen aku buka dengan pelan lalu menutupnya kembali. Apartemenku berada di lantai 10 yang aku tinggali bersama kakak laki-laki satu-satunya yaitu Kak Re. Tetapi apartemen ini sebenarnya lebih sering ditinggali aku seorang karena kakakku yang sudah bekerja itu sibuk keluar-masuk Indonesia untuk urusan bisnis peninggalan keluarga.
Oleh karena itu aku selalu bersyukur mempunyai kakak laki-laki karena aku tidak perlu dicecoki oleh urusan perusahaan yang membuatku pusing tujuh keliling seperti yang aku lihat saat Kak Re pulang dari kantornya setiap hari.
“YA AMPUN! KAK RE!!”
Aku melotot tidak percaya ketika menemukan tubuh Kak Re terbaring menggenaskan di karpet ruang tamu. Lelaki itu seperti meregang nyawa dengan pakaian yang sembraut dan wajah yang penuh minyak dan kotoran. Aku buru-buru menghampiri lelaki itu dan menepuk wajahnya sekuat tenaga.
“Kak Re! Bangun! Woii bangun! Kenapa pulang dari Bandung menjadi semenggenaskan ini sih? Ya ampun Kak, aku masih belum siap menanggung urusan perusahaan itu! Bangun Kak! Banguuunnnn!!!! WAKE UP!!!!!”
Aku merasakan pergerakan dari tangannya yang aku pegang. Secercah harapan muncul di tengah bayangan kelam diriku yang diterkam musuh perusahaan. “A-airr..” kata Kak Re dengan suara yang lirih. Aku hampir tidak mendengarnya sama sekali.
“Okay, akan aku ambilkan tapi sebelum itu ayo ke sofa dulu Kak,” ajakku sambil membopong Kak Re ke sofa di sampingnya.
Satu jam kemudian Kak Re kembali menjadi manusia normal. Aku menggeleng tidak mengerti dari balik dapur sembari memasakkan sarapan untuk kami berdua.
Gimana? Aku sudah cocokkan menjadi menantunya Tante Yuna dan Om Axel?
“Senyum-senyum sendiri ih.”
Aku memanyunkan bibir saat Kak Re menggodaku dengan menopangkan tangannya di dagu dari balik meja makan. Saat ini aku bergabung bersama Kak Re untuk sarapan bersama dan tentu saja aku tidak mengacuhkan perkataannya tadi.
“Jangan-jangan mikirin cowok ya?”
“Apaan sih?! Udah deh Kak jangan ngejek aku terus, Kakak noh yang harusnya cari pacar biar nanti kalau kayak tadi lagi aku gak perlu repot-repot ngebopong Kak Re yang beratnya only-God-knows-it.”
Kak Re membulatkan matanya yang jujur tidak imut sama sekali. “Kamu kok gitu sih ngomongnya? Kamu udah ga sayang lagi sama Kakak?”
Aku menganga lebar-lebar saat Kak Re mengeluarkan air mata buaya.
Aku berdiri dengan histeris. “Tuh kan! Kakak mulai lagi ngedramanya! Udah deh Kak, mulai sekarang aku larang Kakak nonton drama koreanya Brenda lagi! Titik.”
Sekarang giliran Kak Re yang berdiri dengan histeris. “Ga bisa gitu dong! Kakak udah janjian sama Brenda buat nonton To the Beautiful Younya Choi Minho.”
“Ya ampun Kak! Itu drama udah jadul banget! Inget umur Kak! Inget umur! Kalau Kakak gak ngederin aku, biar aku yang pergi dari rumah ini!” kataku yang seketika terkejut karena merasa adegan ini seperti adegan amatir di sinetron-sinetron itu.
Kak Re langsung ciut seketika. “Oke. Oke. Jangan ngambek dong.”
“Bagus.”
Keuntungan lainnya dari punya kakak laki-laki adalah aku merasa seperti Ratu di rumah ini. Hehehe.
“Ngomong-ngomong Garren gimana?” kata Kak Re bersikap normal seolah yang tadi itu bukan dirinya.
Aku menyuapkan nasi gorengku dengan khidmat tanpa mengalihkan perhatianku dari tab. “Ga gimana-gimana.”
“Masa’?” imbuh Kak Re yang sepertinya kepo banget dengan Garren.
Aku tidak memusingkan Kak Re yang selalu cerewet itu. Memang ada apa dengan Garren?
Aku meminum airku sembari melirik Kak Re yang ternyata masih menunggu jawaban dari pertanyaannya yang sungguh tidak penting sekali. “Garren ya kayak Garren. Punya hidung, mulut, pokoknya ga ada yang berkurang dan bertambah dari Garren. Tumben nanya-nanya Garren segala,” tanyaku merilik curiga Kakakku yang rada absurd ini.
Kak Re mengangguk kalem setelah menandaskan satu piring nasi goreng. “Menurut kamu Garren gimana?”
“Ganteng,” kataku bingung namun masih tersenyum konyol saat mengingat wajahnya.
“Terus?”
“Keren,” lanjutku tanpa berhenti tersenyum.
“Hm. Selain itu?”
“Manly,” ucapku yang seketika membayangkan otot-otot lengannya yang terekspos saat memakai pakaian basket. Duh. Sekses yeorebeun.
“Hayo bayangin apa, hayo?”
Perkataan Kak Re sukses membuatku melemparkan sendok dan pas kena jidatnya.
"Ethelliaa!!! Kamu mau buat Kakak amnesia?"
Dosa apa aku mempunyai Kakak yang sangat bodoh dan udik tetapi dibilang jenius oleh orang di luar sana?
Sekali lagi only-God-knows-it.
**
ns 15.158.61.46da2