Dumb #23
Mungkin Dewi Fortuna benar-benar dendam padaku maka dari itu dia memberikan kesialan berturut-turut kepadaku tanpa henti. Oh liburanku yang malang. Aku sangat benci. Benar-benar benci. Siapa juga orang bodoh yang mau mengganggu liburan mereka dengan kegiatan kaku begini? Oh iya, siapa lagi kalau bukan junior sialan itu yang dengan jahatnya membisikkan rayuan setan kepada Erik.
Aku menatap tanpa daya ke arah Brenda sementara di saat bersamaan juga melirik Garren yang wajahnya masih masam. Sepertinya dia benar-benar syok berat ketika peristiwa kemarin disalah-artikan oleh Brenda. Aku memeletkan lidah diam-diam karena 97% penyebabnya adalah aku sendiri.
Aku menatap tanpa tenaga ke arah bus eksekutif yang telah diisi oleh anak-anak OSIS periode baru. Lihat mata mereka yang pura-pura antusias itu, di dalam hatinya mereka pasti mengutuk lebih banyak dari pada aku. Sedangkan Erik telah melambaikan tangan ke arahku dengan senyumnya yang tidak tulus banget. Aku menggertakkan gigi penuh kebencian.
“Senior, gimana persiapannya? Lancar, kan?” kata Erik menatapku dengan tatapan mengejek.
“Lo gak usah sok baik di depan gue.”
“Loh... Putri Fiona, pagi-pagi udah nyeremin banget mukanya.”
Ketika aku mendengar suara itu aku mendapatkan firasat buruk. Suara itu terlalu menakutkan, Saudara. Bayangkan saja orang yang paling ingin kamu hindari secara suka rela mengetuk pintu rumahmu, kamu pasti memasang segala jenis gembok buat mengunci rumahmu rapat-rapat. Nah sayangnya, ini bukan di rumah dan si sialan Andrava ini yang senyum ganteng bisa membuat orang mimisan membawa petanda buruk kepadaku.
Aku bersikap seperti orang bodoh berkata kepada Erik. “Apa itu barusan gue denger anjing menggongong.”
Erik sebagai pihak asing memasang raut tidak bersalah saat melihat Andrava langsung memasang wajah kecut. “Senior ini pandai bener bercanda.”
Aku acuh tak acuh menatap Erik. “Emangnya gue pelawak?”
Andrava kesal ketika diacuhkan memasang muka merajuk di depanku. “Putri Fiona sudah lama gak ketemu kok jahat, sih.”
“Ini semua gara-gara lo! Kalau gak karena lo dan si Erik busuk ini, mana mungkin gue ada disini!” jawabku melotot kepada Andrava dan Erik memasang wajah merah seperti pantat monyet karena malu.
“Loh gimana lagi. Gue juga gak mau, ah. Kalau ada Ethellia kan ga jadi membosankan. Heheheehe.”
Aku menginjak kaki Andrava gemas. “Bosan-bosan. Sana taruh bosan ke anjing, bego!”
Si sialan ini malah memasang wajah menyengir kepadaku. Andrava mengangkat bahu tidak peduli dan malah santai masuk ke dalam bus meninggalkan aku yang masih kesal setengah mati.
Maka, selama perjalanan tidak seorang pun yang berani berbicara denganku karena aku yang udah seperti orang tidak waras duduk diam seperti orang mati.
Sesampainya di lokasi aku masih membawa aura suram berjalan dalam diam di samping Erik yang katanya mau membawaku kepada penanggung jawab acara. Sebelumnya aku sudah membawa proposal dari Erik dan aku sudah menghapal sebagian penanggung jawab penting. Aku memasang pose keren berjalan dengan anggun ke arah tenda berwarna hijau yang berukuran 2x2 di depanku.
Tidak ada yang berarti. Kami berkenalan singkat sembari berbicara sekilas mengenai agenda. Si wakil penanggungjawab tersenyum minta maaf kepada kami mengatakan bahwa ketua penanggungjawab sebelumnya tidak bisa mengikuti kegiatan ini jadi diganti dengan yang lain. Aku mengangguk diam tidak memikirkannya.
“Dik Ethel, saya dengar udah kelas tiga, ya. Pasti berat membimbing adek-adeknya,” kata wakil itu kepadaku dengan senyum berlesung pipitnya yang manis.
Aku tersenyum canggung saat dihadapkan dengan perhatian dari cowok ganteng. “Berat sih tetapi tidak sampai membebani kok.”
Kakak wakil itu sekali lagi tersenyum membuat aku tidak sanggup. “Tenang aja. Semuanya telah teragendakan dengan rapi. Kami jamin Dik Ethel tidak akan kesusahan.”
Aku mengangguk-angguk seperti ayam tidak berani menjawab. Aku ragu kalau kakak ini tahu aku sebelumnya menyumpahi acara ini tidak tahu deh sikapnya kayak apa.
Setelah meninggalkan tenda, Erik melotot kepadaku. “Senior lihat yang bening aja baru nurut.”
“Hei.... Jangan salahkan gue dong. Salahkan emaknya bisa lahirin kakak ganteng kayak gitu,” kataku mengangkat bahu tersenyum culas.
Aku dan Erik baru berjalan beberapa langkah ketika tempat anak-anak berkumpul telah membentuk barisan. Tadi si wakil bilang ketua pengganti datang terlambat dan katanya setelah ketua itu datang, pembukaan langsung dimulai. Brenda dan Garren sepertinya masih di wisma menyusun barang-barangnya. Aku berniat untuk memanggil mereka jadi aku mengambil jalan melingkar.
Lalu ketika aku asyik berjalan, aku mendengar suara bising jadi aku menengok ke asal suara. Disana beberapa kakak-kakak acara mengerubungi seseorang. Kalau dilihat dari antusiasmenya bisa jadi yang datang si ketua itu. Aku berhenti berjalan untuk menatap kerumunan kecil itu sebentar. Lumayan penasaran sama si ketuanya. Semoga aja ketuanya ganteng juga kan lumayan dapat bonus.
Hingga kerumunan itu membuka jalan barulah menampakkan siluet sosok tegap tinggi yang berjalan lurus ke arahku. Dilihat dari jauh kayaknya ganteng, deh. Aku tersenyum senang sedikit melamun sebelum mulai menyipitkan mata ingin melihat lebih jelas wajahnya. Hanya saja setelah itu wajahku menjadi kaku. Seluruh syarafku tegang. Bulu-buluku naik semua. Aku menatap tolol sesaat.
DEMI AYAM TONSENG LIMA RIBU!
Dari semua waktu dan tempat...... kenapa dia muncul di sini, sih..?
ns 15.158.61.5da2