x
Pahlawan Perang Dunia
Author : Ihsan Iskandar
677Please respect copyright.PENANAijIWdQ7pIp
“Hmm… Hakim Bisakah kita melanjutkan sidang ini?”
“Ehh… hmm… Baiklah akan kita lanjutkan”
Perkataan dari pak Tua Korna membuyarkan kebingunganku dan seluruh orang di persidangan tersebut. Hakim yang menjawab sambil mengambil kembali palunya mulai melanjutkan sidangnya kembali tanpa bertanya lebih lanjut.
“Baiklah. untuk keputusan dari sidang ini, sidang ini akan diistirahatkan selama 2 jam” setelah menjelaskan hal tersebut Hakim Labert Stein menutup sidang dengan 3 kali ketukan.
Setelah ketukan itu, seluruh peserta berebut mendatangi Pak Tua Korna selayaknya penggemar yang ingin menyapanya atau wartawan yang haus akan wawancara berita. Namun, sebelum aku berhasil bertanya dengan Pak Tua Korna perihal dirinya, 2 penjaga sidang tersebut membawaku ke tempat tunggu tahanan yang berjerak 4 ruang dari ruang sidang ini.
Setelah diseret ke ruang tunggu tahanan dengan paksaan tangan-tangan besar nan kasar penjaga tersebut. aku di suruh untuk menunggu didalam sana. Aku melihat disekelilingku, hanya ada 1 buah kursi kayu tua untukku dan 1 kursi besi untuk penjaga yang senantiasa mengawasiku selama 2 jam kedepan.
aku duduk di kursi kau itu menghadap ventilasi kecil di sudut ruangan, dengan sedikit cahaya dari lubang ventilasi itu, aku memikirkan mengenai perkataan Pak Tua Korna mengenai “Presiden Pertama” dan “Bung Korna”. Aku tidak memiliki pengetahuan mengenai hal itu, apa yang diharapkan dari bocah 12 tahun yang tinggal di desa pedalaman yang bahkan pemerintah negaranya sendiri tidak mengetahui desa itu ada.
Karena rasa penasaran yang begitu besar aku memberanikan untuk bertanya kepada penjaga yang sudah mulai bosan menjagaku. Secara perlahan aku mengalihkan pandanganku kepadanya.
“hmm? Apa yang kau lihat bocah Magna!?” Penjaga itu membentak dan melototiku seperti ingin membunuh seseorang.
“maaf tuan… boleh aku sedikit bertanya kepada anda wahai penjaga yang gagah perkasa?”
Aku menggunakan bahasa dan nada yang sopan serta rendah, dan agar dia tidak marah, aku harus memujinya. Aku masih melihat bagaimana respon penjaga tersebut. setelah beberapa detik, Penjaga itu menjawab.
“Gyahahaha… walaupun kau seorang pengkhianat, namun kau memiliki mata yang bagus. Baiklah apa pertanyaanmu bocah?”
Penjaga yang berjarak hanya 3 meter dariku itu menjawab dengan gelak tawa. Baiklah rencana ku berhasil. Aku harus mempertahankan ritme ini.
“Penjaga yang tampan, aku sebagai bocah yang bodoh ini ingin mengetahui mengenai ‘Presiden Petama’ dan ‘Bung Korna’ jika kau membolehkan”
“Gyahahaha… kau memang bocah bodoh kedua hal yang semua orang tahu, bahkan Kerajaan Madonia pasti juga tau. Tapi, kau saja tidak tahu… gyahahaha”
Penjaga yang mulai terkekeh mengeluarkan gelak tawanya sampai terpingkal selagi mengatakan “Dasar Bocah Bodoh” disela tertawanya membuat ku geram, tetapi aku harus menahannya, aku mengepalkan tanganku dan sembari berusaha tidak merubah ekspresiku, aku harus merendah dan terlihat seemah mungkin.
“Baiklah Bocah Magna aku akan memberitahumu. Presiden Pertama yang membentuk Negara pertama yang berdaulat di Benua Jaziro ini adalah Korna Gizzle atau panggilannya adalah ‘Bung Korna’. Dia adalah orang pertama yang menjadi panglima perang sekaligus Presiden pertama di Negara Roxalia. Walaupun bukan berasal dari kaum bangasawan, namun Kepahlawanannya dalam melawan dan membebaskan Negara Republik Roxalia dari belenggu Gosfulia menghantarkannya menjadi Manusia paling dipercaya dan diagungkan di Republik Roxalia. Itulah kenapa setiap generasi selalu diceritakan kehebatan beliau agar menginspirasi rakyat Roxalia semuanya. Hei, apakah kau mendengarkan ku bocah?”
“ehh… mmm… iya aku mendengarkan Tuan”
Penjaga tiba-tiba bertanya kepadaku membutku tersadar. Aku yang terdiam seperti orang bodoh karna ternyata Pak Tua Korna adalah orang paling berpengaruh di Negara ini, dan aku menempati rumahnya selayaknya orang yang menganggap pak tua Korna hanyalah orang tua biasa.
“Tapi, setelah berjalan beberapa tahun dan Negara Roxalia sangat maju dibuat olehnya. Terdapat penemuan yang membuat Masyarakat membencinya. Ternyata, para wakil presiden dan menteri lainnya mengumumkan bahwa Korna Gizzle adalah kaki tangan Gosfulia, serta berbagai korupsi yang dilakukan olehnya. Karena hal tersebut, Masyarakat berbondong-bondong menuju ke Istana Kepresidenan untuk menurunkannya. Dan secara tidak hormat, Korna Gizzle diturunkan dan sampai sekarang kabarnya tidak diketahui, bahkan ada yang bilang dia sudah mati. Baiklah Bocah, itu saja yang aku tau. Jadi, diamlah disana dan tunggu eksekusi mati mu dalam 2 jam kedepan Gyahahaha”
“Terima kasih tuan…”
Penjaga tersebut menyelesaikan ceritanya dan kembali ke posisi berjaganya. Aku yang mendengar cerita awal yang begitu hebat bahkan merasa seperti menemukan sosok pahlawan di mataku malah memiliki akhir yang menyedihkan. Aku yang masih berpikir dan berpikir mengenai Pak Tua Korna setelah mendengar cerita tersebut, membuatku bimbang dan bingung. Kebinguanku berlanjut sampai waktu isitirahat 2 jam telah selesai.
Aku dibawa kembali ke tempat sidang, seluruh penonton pengadilan telah hadir dan duduk, namun jumlahnya lebih banyak daripada sebelumnya. Hal ini pasti disebabkan oleh keberadaan Pak Tua Korna, aku kembali duduk di samping Pak Tua Korna, dia masih terlihat biasa dengan jacket dan kacamata hitamnya. Aku ingin bertanya kepada dia, namun aku terlalu takut dan bingung ingin bertanya apa padanya, Pak Tua Korna adalah mantan presiden pertama dan aku hanyalah bocah yang di cap sebagai Pengkhianat.
Setelah beberapa menit, Hakim Labert Stein dan Jaksa memasuki ruangan peradilan. Mereka semua duduk di tempatnya masing-masing, namun tepat sebelum Palu pembuka sidang diketuk, dari sisi selatan yaitu pintu masuk peradilan, seorang pria dengan memakai jas berkemeja Putih didampingi 2 penjaga besar berjas putih masuk ke peradilan dan duduk di tempat duduk paling belakang ruang peradilan.
Setelah Pria Berjas itu masuk, para Penonton mulai mengobrol dengan cara berbisik satu sama lain. Selagi aku masih melihat Pria Tersebut, Pak Tua Korna Menyentuh Pundakku secara tiba-tiba. Aku yang menoleh secara langsung dan menatap matanya di balik kacamata hitam itu langsung bergetar dan berkeringat dingin. Padahal, dia adalah Pak Tua Korna yang kukenal, namun mungkin meengetahui dia adalah orang besar membuatku menjadi sangat takut dan minder.
Di saat kondisi kami saling menatap itu Pak Tua Korna mngatakan sesuatu padaku secara pelan.
“Maafkan aku bocah, sepertinya ini tidak akan berjalan adil”
Setelah mengatakan hal itu, Pak Tua Korna kembali ke posisi duduknya, aku yang tidak mampu menjawabnya hanya kembali kepada posisi semula.
Pak Hakim mengetuk 3 kali dan sidang mulai berjalan kembali. Disesi yang menegangkan ini, yang menentukan nasib hidup dan matiku mulai membuatku lututku bergetar hebat, tengkukku merasa sangat dingin, perutku merasa sangat keram, dan aku ingin muntah. Aku menahan semua gejolak emosi tersebut dan berdoa agar selamat dari hukuman eksekusi.
“Baiklah, Hakim dan Jaksa Memutuskan bahwasanya Saudara yang bernama Jusuf setelah banyak melakukan penimbangan…”
Waktu terasa sangat lama berlangsung aku bahkan dapat mendengar suara jam dinding yang berdetak, aku menahan nafas karena dadaku yang semakin sesak.
“…Bahwasanya Saudara yang bernama Jusuf akan dijatuhkan Hukuman MATI”
Seakan atap-atap gedung dan bahkan langit seperti runtuh disekelilingku, aku tidak percaya dengan apa yang kudengar kata ‘MATI’ berdengung hingga memekakkan telingaku. Membayangkan kematian yang begitu dekat. Aku hanya terdiam dan mulai menangis, “Hidupku adalah sia-sia” hanya itu kalimat kesimpulan yang dapat kuambil.
Namun sebelum aku mulai berteriak menangis, Pak Tua Korna Berdiri dan mulai mengatakan sesuatu dengan tegas kearah Hakim yang memecahkan seluruh keheningan di peradilan.
“Yang Mulia HAKIM! Aku Korna Gizzle selaku akan melakukan naik banding!”
Pak Tua Korna melanjutkan sembari memperlihatkan sebuha kerta ke arah hakim
“Saya, Sebagai Ahli Kuasa Dari Jusuf akan mengambil dan bertanggung jawab atas semua kasusnya!”
Setelah pernyataan tersebut, Hakim bahkan penonton melihat dengan terbelalak dan terheran dengan pernyataan tersebut. Aku yang masih dalam keadaan Shock berusaha untuk memahami pernyataan dari pak tua Korna dibuyarkan oleh jawaban dari Hakim.
“Baiklah, kalo begitu sampai jumpa di peradilan selanjutnya. Dan dengan ini peradilan pada hari ini akan saya tutup… Dup Dup Dup”
Suara Ketukan penanda selesainya peradilan ini dibunyikan. Aku yang langsung menghadap kearah Pak Tua Korna langsung bertanya dengan tergagap-gagap.
“Pak... Tua… mak…Maksudku Tuan Korna, apa yang kau maksud dengan bertanggung jawab atas kasusku, aku lah yang bersalah disini!” aku mengatakan hal tersebut sembari emnarik-narik lengan jacketnya.
“Hahaha… Bocah kenapa kau memanggilku ‘Tuan’ haa? Hahaha…”
Pak Tua Korna hanya menjawabku dengan tawaan, namun aku masih melihatnya dengan tatapan serius selagi air mataku berlinang.
“haaa…. Tenanglah Bocah, kau akan aman setelah ini, mungkin kau harus menunggu beberapa hari lagi di sel penjara, tapi aku berjanji, aku akan meyelamatkanmu”
Pa Tua Korna mengatakan hal tersebut sembari memegang dan menepuk kepalaku. Belum lagi aku menjawab. Para penjaga menangkapku dan mulai menjauhkanku dari Pak Tua Korna.
“Sialan Lepaskan! Aku masih ada urusan dengannya! PAK TUA DENGARKAN AKU! HEI PAK TUA!”
Aku yang menggerakkan seluruh badanku untuk lepas dari genggaman mereka karena masih ingin mengatakan bahwa Pak Tua Korna tidak perlu mengorbankan dirinya untukku. Namun walaupun aku yakin pak tua Korna pasti mendengar suaraku, namun dia bertindak seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Tanpa sadar, aku yang terus berteriak tidak menentu itu telah dilempar kedalam sel yang dingin, gelap, dan menyeramkan, persis seperti tempat pertama aku dikurung, aku berusaha berdiri dan keluar, tapi para penjaga mulai memukulku sampai aku tersungkur tidak bertenaga dan hanya bisa bersuara lirih “Tolong…tolong…” tanpa ada siapapun yang peduli.
677Please respect copyright.PENANAbD6Fzpgr7H
677Please respect copyright.PENANAqq1zvXdnVu
ns 15.158.7.113da2