Rakka sampai di rumah. Baru saja ia menaruh tas kerja. Seseorang menelpon.
"Apa benar ini dengan Mas Rakka?"
"Iya Mbak, siapa ya?"
"Saya dari pihak bank Mas, tagihan kartu kredit anda sudah jatuh tempo, bisakah anda besok membayarnya?"
"Oh iya Mbak, maaf saya lupa, besok saya ke bank ya."
"Makasih ya Mas."
"Iya Mbak."
Rakka melemparkan ponselnya ke kasur.
"Haestt, aku akan berhenti berbelanja, harus pokoknya, tapi ngomong-ngomong si Marsha ngapain ya sekarang? pasti dia lagi kesepian," gumamnya.
Keesokan harinya di toko elektronik, Rakka berdiri terpaku di sana.
"Mas mau beli hp yang gimana?"
"Yang merk terbaru ya Mbak." ucap Rakka.
"Kalau gitu bentar ya Mas."
"Iya mbak."
(Gilaaa! ngapain aku di sini, kenapa aku peduli banget sama tu kelinci, haestt entah apa yang merasukiku) gumam Rakka dalam hati.
"Ini Mas yang model terbaru."
"Berapa ini Mbak?"
"Murah kok Mas, cuman 5 juta."
"Whattttt, 5 juta murah, Mbak aku beli yang versi lama aja ya, yang harga di bawah 5 juta ada nggak Mbak?" Rakka nyengir.
Penjual itu menunjukkan beberapa hp yang murah dan Rakka memilih salah satu.
"Oh ya Mas, TV-nya nanti saya kirim ke alamat ini ya."
"Iya Mbak, terima kasih ya." Rakka pergi dari toko itu dan menuju ke klinik.
Di klinik.
Hari itu tak seperti biasanya, Marsha terlihat malas-malasan di dalam kandang. Rakka tau mungkin Marsha masih kesal dengan ucapannya semalam.
"Duh, lagi ngambek ya, sampai nggak mau keluar dari situ, padahal aku mau ngasih sesuatu," rayu Rakka.
Tak berapa lama dua orang kurir mengangkat kotak kardus yang cukup besar.
"Iya Mas taruh di sini aja."
"Kami permisi dulu ya Mas."
Rakka membuka kardus itu dan mengangkat TV itu ke atas meja. Marsha sangat penasaran apa itu. Ia keluar dari kandang dan masuk ke kamar untuk memakai baju.
Rakka menyalakan TV itu. Marsha menghampirinya.
"Wahhhh, bukannya ini TV ya?" Marsha berteriak kegirangan, wajahnya yang murung kini kembali ceria.
"Apa kamu menyukainya? aku membelinya untukmu," ucap Rakka.
"Aku sukaaaaa banget." Marsha langsung memeluk Rakka, kemudian meloncat-loncat kegirangan.
Ia kemudian duduk di sofa dan mendekap bantal. Ia menatap ke TV dan tak berpaling.
"Dasar kelinci," gumam Rakka seraya menatap Marsha yang tersenyum kegirangan.
Rakka mengajarkan dia cara menyalakan dan mematikan TV itu.
"Oh ya Sha, ada satu lagi, ini buat kamu, ini namanya hp, ponsel pintar, kalau kamu menekan nomor 1 agak lama, kamu akan mendengar suaraku, dan kamu nggak akan kesepian lagi," ucap Rakka.
"Benarkah itu, coba ku lihat." Ia menekan nomor 1 di ponsel cukup lama.
Hp Rakka berbunyi dan ia mengangkatnya.
"Hallo Marsha."
"Hallo Rakka." Senyum Marsha merekah.
"Aku suka ini, aku bisa dengerin suara kamu, Rakka baik deh, makasih," pujinya pada Rakka.
"Duh kalau ada maunya." Rakka mengusap-usap rambut wanita berambut panjang itu.
Beberapa saat kemudian.
"Marsha, aku harus ke bank hari ini, jika kamu lapar aku bawa kue tadi di kulkas, ntar kamu makan ya!"
Marsha menganguk dan masih asyik menonton TV.
Rakka pergi ke bank untuk membayar tagihan kartu kreditnya.
Seperti biasa Wisnu mampir ke klinik Rakka.
"Kok jam segini dia belum buka, kemana tu anak?"
Untungnya Wisnu tau di mana Rakka meletakkan kunci pintu klinik itu.
Marsha merasakan seseorang mendekat. Tapi dari baunya itu bukan Rakka. Ia segera mematikan TV dan masuk ke kamar. Ia melepas baju dan berubah wujud. Ia menarik baju itu ke bawah ranjang agar tak terlihat.
"Wah bener-bener nggak ada orang nih," ucap Wisnu.
Wisnu masuk dan melihat-lihat.
"Loh si kelinci mana? kok nggak ada ya?" Ia mencari-cari si Marsha.
Ia melihat TV baru disana.
"Wahh, sejak kapan ni klinik jadi rumah, dasar tu Rakka."
"Kelinci! dimana kamu?" Wisnu berteriak dan terus mencari.
Lalu ia membuka sebuah ruangan yang seperti kamar di sana. Ia melihat kelinci itu terduduk di lantai.
"Ahhh, di sini kamu ternyata, mau lari ke mana kamu?" ucap Wisnu mengangkat tubuh Marsha.
"Achhh, tolong! lepasin aku! Rakkkaaaaaaaa!" teriak Marsha.
Di bank.
"Duh telinga ku gatal bangat, siapa sih yang lagi manggil." Rakka bergumam.
"Mas tunggu bentar ya, saya ambil receipenya."
"Iya Mbak."
Wisnu membawa kelinci itu ke kantornya. Wisnu adalah CEO di sebuah perusahaan.
"Kamu duduk sini ya kelinci jangan kemana-mana."
Marsha diam dan tak bergerak kemanapun. Ia pun tak bisa menghubungi Rakka karena sudah berubah wujud.
Rakka baru saja kembali dari bank.
"Marsha aku udah pulang nih." Rakka melongok ke ruang tamu, tapi tak ada siapapun.
"Shaaa di mana kamu?"
Rakka mencarinya kemana-mana. Ia masuk ke kamar dan melihat baju Marsha di bawah ranjang.
Ia mencoba menelpon Tapi ponselnya tergeletak di ranjang.
"Marsha ke mana ya?" Ia mulai cemas.
Ia mencoba berfikir dan akhirnya ia tau harus ke mana.
Di kantor Wisnu. Ia mengelus tubuh Marsha beberapa kali.
"Bulumu halus banget, mana wangi lagi, pasti si Rakka tiap hari mandiin kamu, aku jadi gemes sama kamu, coba aja kalau kamu itu manusia, aku pasti nggak akan nglepasin kamu." Wisnu mencubit pipi Marsha beberapa kali.
"Achhhh sakitttt, jangan di cubit napa!" teriak Marsha tapi tak terdengar oleh siapapun.
Mendadak Wisnu ingin mencium kelinci itu. Ia makin dekat dan mendekat.
"Tidakkk! tidaaakkk! jangan nyium aku! tolonggg! kalau aku sampai di cium dia bisa gawat, bisa-bisa aku nggak akan lepas dari dia, achhhh!" Marsha meronta dan menggoyang-goyangkan kakinya yang mungil.
Tiba-tiba.
"Sialan kamu Nu!" Rakka dengan cepat merampas Marsha dari tangan Wisnu.
"Oh syukurlah, aku selamat," gumam Marsha lega.
"Maaf Bro, aku cuman minjem bentar kok, habisnya dia keluar dari kandang sih," ucap Wisnu.
"Kamu apain si Marsha ha!" bentak Rakka dengan nada tinggi.
"Hahh, jadi kelinci itu namanya juga Marsha, wahhh kebangeten kamu ya, suka ama cewek sampai segitunya," celetuk Wisnu.
"Aku ingetin ya, jangan sentuh si Marsha!"
"Marsha yang mana dulu nih!" tanya Wisnu
"Keduanya!" bentak Rakka.
"Hah dasar serakah."
Rakka pergi dari kantor Wisnu.
Sesampainya di klinik. Marsha segera memakai baju dan menghampiri Rakka. Ia memeluk Rakka dari belakang.
"Makasih udah nolongin aku tadi," ucap Marsha.
Rakka melepaskan pelukannya.
"Kenapa kamu harus berubah wujud, kamu kan bisa seperti ini aja terus bilang ke Wisnu kalau kamu asisten aku atau apalah itu!" bentak Rakka yang masih sedikit emosi.
"Maaf, aku nggak kepikiran." Marsha merunduk karena dimarahi.
Rakka memegang pundaknya.
"Aku nggak lagi marahin kamu, tapi aku khawatir sama kamu, aku takut hal-hal buruk terjadi padamu, apa kamu mengerti," ucap Rakka dengan nada lembut.
Marsha kembali tersenyum, dan merangkul Rakka lagi.
"Jadi kalau kamu kawatir sama aku, jangan ninggalin aku terus," ucap Marsha dengan manja.
Jantung Rakka kembali berdetak kencang.
"Aku lapar kamu mau makan nggak?" ucap Rakka mengganti topik pembicaraan.
"Mau, mau, mau." Marsha melepas pelukannya dan berlari ke sana ke mari.
"Hah dasar!"
421Please respect copyright.PENANAkuP44x0JIF
421Please respect copyright.PENANAeXNCIY9MGU
ns 15.158.61.48da2