Damaikanlah hatiku atas tiap-tiap ketentuan-Mu.
"Syaf, gue ambil kunci motor. Abis itu langsung pulang." Ucap Wisnu ketika sampai di rumah Syaf.
"Kok buru-buru? Tapi, by the way, makasih, ya. Lo udah bawa gue ke rumah Alysha."
"Lo, sih. Suka nggak jelas sendiri. Soal kelanjutan lo sama Alysha kabarin gue aja."
"Pasti. Sekali lagi, thanks ya, Bro."
Setelah mengambil kunci motornya di kamar Syaf, Wisnu langsung pamit pulang. Ketika sampai di pintu utama, ia berpapasan dengan Sheana uyang akan masuk ke rumah.
"Dari mana, She?" Tanya Wisnu berusaha senetral mungkin.
"Dari mini market, Mas. Mas Wisnu udah mau pulang?" Tanya Sheana dengan memandang lantai.
"Iya. Assalamualaikum."
Wisnu keluar dari rumah Syaf masih dengan senyuman di bibirnya.
"Waalaikumsalam." Jawab Sheana yang sudah pasti tidak didengar Wisnu yang sudah menjauh sampai di motornya.
Sheana masih memandangi Wisnu sampai laki-laki itu keluar dari area rumahnya.
"Dari mana, Dek?"
Tanya Syaf yang tiba-tiba sudah ada di belakang Sheana.
"Mini market, Bang. Abang mau ke mana lagi?"
"Nggak ke mana-mana. Ayah sama Ibu belum pulang?"
"Belum. Mungkin bentar lagi."
"Oh."
"Abang kenapa, Deh? Uring-uringan gitu."
"Nggak kenapa-kenapa. Kamu nggak masak buat makan malem?"
"Kata Ibu nggak usah. Nanti Ibu beli di luar aja."
"Oh."
Sheana pergi meninggakan Syaf yang masih celingukan di depan pintu rumah mereka.
Selesai makan malam, seperti biasa, Sheana membantu ibunya beres-beres di dapur dan Syaf juga ayahnya di ruang keluarga.
Salman cukup peka dengan tingkah putranya yang sejak tadi terus bergerak gelisah dan terlihat tengah memikirkan sesuatu.
"Kenapa, Bang?"
"Ha? Kenapa, Yah?" Ucap Syaf mencoba fokus.
"Ayah nanya, kamu kenapa?"
"Nggak kenapa-kenapa." Ucap Syaf dengan tawa kecil yang dipaksakan.
"Ini kayak bukan kamu banget deh, Bang. Kalo mau ngomong, ngomong aja." Ucap Salman mulai tak sabar.
"Anu, Yah."
"Hm?"
"Kalo misal Syaf mau ngelamar perempuan gimana?" Ucap Syaf hati-hati.
Salman sedikit terkejut mendengar pernyataan Syaf. Namun, ia enggan menunjukkan keterkejutannya itu. Salman masih berusaha sebiasa mungkin.
"Siapa?" Tanyanya serius.
Syaf masih tak berani menatap Salman. Ia masih menunduk dan memainkan jemarinya yang tertaut. Syaf juga tidak mengerti kenapa dirinya bisa bisa segugup ini.
"Alysha. Alysha Shakeera, anaknya Om Hamdan." Ucap Syaf lirih.
Salman menarik sudut bibirnya ke atas. Hanya sekilas. Hanya dirinya dan Allah yang tau.
"Terus?"
"Sekarang Alysha lagi jagain anak temennya."
Salman masih diam, menunggu Syaf melanjutkan ceritanya.
"Intinya, sekarang Alysha jadi ibu dari anak temennya."
"Coba jelasin pelan-pelan." Ucap Salman.
Syaf menghela nafas dan mulai menceritakan apa yang dia tahu soal Alysha. Termasuk cerita keluarga Tantri dan juga Azzam, tentunya. Tanpa ditambah atau dikurang.
"Gimana, Yah?" Tanya Syaf setelah selesai menceritakan apa yang ia ketahui.
"Kamu yakin sama Alysha?" Tanya Salman begitu tenang.
"Syaf yakin. Sebenernya, Syaf udah lama ada rasa sama Alysha."
"Lama? Kenapa baru sekarang?"
"Dulu kan sempet lost contact, Yah. Sekarang Syaf nggak mau kehilangan lagi."
"Azzam?"
"In Syaa Allah, Syaf juga akan menerima Azzam sepenuh hati Syaf."
"Nikah bukan cuma soal perasaan, Bang. Ada banyak hal yang perlu kamu pahami mengenai sebuah pernikahan. Ayah yakin, kamu udah tau. Masalah kamu sekarang, kamu bukan cuma diharuskan untuk menjadi seorang suami, posisi kamu nantinya mengharuskan kamu untuk langsung jadi ayah, lho." Ucap Salman.
"Ayah keberatan sama Azzam?" Tanya Syaf yang telah memberanikan diri menatap wajah Salman.
"Ayah nggak ada masalah. Ibu juga pasti nggak akan ada masalah. Tapi, apa kamu udah yakin kalo kamu bener-bener bisa bertanggung jawab?"
"In Syaa Allah, Yah. Syaf akan belajar banyak dari Ayah dan Om Hamdan, mungkin."
Salman mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kapan?"
"Apanya, Yah?"
"Lamaran, lah."
"Syaf mau secepatnya, Yah. Takut dosanya makin gede."
"Besok."
"Ha?"
"Ayah mau ke kamar dulu."
"Aya--"
Salman meninggalkan Syaf begitu saja di ruang keluarga.
Ada rasa lega dan juga gugup sekaligus. Lega karena niatnya direstui orang tua dan gugup karena lamarannya adalah besok!
Tanpa membuang waktu lagi, Syaf langsung menghubungi Hamdan untuk memberitahukan kedatangannya besok.
Selesai menghubungi Hamdan, Syaf terpikir untuk menghubungi Jojo dan Syaf mengenai rencana ini.
Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi Wisnu, namun selalu tidak aktif.
Syaf memutuskan untuk menghubungi Jojo terlebih dahulu sambil menanyakan soal Wisnu.
"..."
"Iya, makasih, Bro. Semoga lancar honeymoon-nya dan cepet dapet momongan. Salam buat Nadia."
"..."
"Eh, Jo. Dari tadi gue coba hubungin nomer Wisnu kok nggak aktif terus, ya?"
"..."
"Oh, lo juga udah coba hubungin dia. Ya udah, deh. Besok gue coba lagi. Assalamualaikum."
Hari berikutnya, tepatnya di hari lamarannya dengan Alysha, Syaf masih berusaha menghubungi Wisnu. Namun, hasilnya tetap nihil.
"Gimana, Jo? Lo udah bisa ngomong sama Wisnu?"
"Belum, Syaf. Masih nggak aktif."
"Ya udah, deh. Gue mau siap-siap dulu. Doain, ya. Assalamualaikum." Ucap Syaf untuk mengakhiri panggilannya dengan Jojo.
"Bang, udah siap belum, sih? Disuruh turun sama Ayah," ucap Sheana dari balik pintu kamar Syaf yang sedikit terbuka. "Jangan kelamaan. Ntar diambil orang."
"Ih, ngomongnya kok gitu? Tunggu di bawah aja. Sebentar lagi Abang turun." Jawab Syaf.
Syaf segera berganti baju, menata rambut, dan juga menyemprotkan parfum ke bajunya. Tegang!
Sheana dan ayahnya sudah berada di dalam mobil. Sedangkan ibunya masih menunggu di teras rumah.
"Bu?" Panggil Syaf.
Fida langsung membalikkan badannya dan menatap putranya itu dengan senyum yang begitu menyejukkan.
"Udah siap, ya? Kamu udah gede ternyata," ucap Fida sambil memegang kedua pundak Syaf dan menatapnya penuh kasih sayang. "Dari dulu Ibu selalu nyuruh kamu buat cari pasangan. Tapi, sekarang rasanya berat banget, ya. Apalagi kamu langsung jadi ayah setelah menikah."
"Ibu keberatan sama Azzam?" Tanya Syaf pelan.
"Nggak, Syaf. Ibu seneng malah. Semoga, kamu bisa menjadi imam yang baik buat keluarga kamu, ya, Nak." Ucap Fida.
"Aamiin. Doakan ya, Bu."
Percakapan antara ibu dan putranya itu diinterupasi oleh suara klakson mobil Salman yang sudah menunggu cukup lama.
"Ayo, Syaf. Cincinnya udah dibawa, kan?"
"Udah kok, Bu," Syaf menghela nafas. "Syaf tegang, Bu."
"Wajar, Bang. Bismillah, semoga hasilnya sesuai yang kita harapkan, ya." Ucap Fida menenangkan.
Sang pria mengucap bismillah sebelum mengutarakan niatnya untuk meminang. Sang wanita pun mengucapkan 'iya' setelah bismillah. Cincin indah telah disematkan dan tanggal akad pun sudah ditentukan. Hari begitu cepat berlalu, mengalir mengikuti arus bincang kawan lama yang tak lama lagi akan menjadi besan dan kawan lama yang tak lama lagi akan menjadi sepasang.
Sebuah rencana sederhana, untuk masa depan yang luar biasa. Katanya, "yang penting sah," begitu. Akad hanya akan dihadiri keluarga terdekat. Resepsi pun tak perlu yang mewah.
Setelah semua hal disepakati oleh kedua keluarga, Salman berpamitan kepada Hamdan, calon besannya, mendahului anggota keluarganya yang lain.
"Semoga semuanya lancar, ya, Dan," ucap Salman setelah memeluk singkat Hamdan.
"Aamiin. Semoga ini yang terbaik, Man." Jawab Hamdan.
Shea dan keluarganya meninggalkan rumah Alysha setelah Shea puas menggoda Abangnya dan calon kakak iparnya.
"Syaf kan udah lamaran, sebentar lagi She, ya?" Ucap Fida di tengah makan malam keluarga Sheana.
"Apaan sih, Ibu? Ada calonnya juga belum," respons She dengan memanyunkan bibirnya.
"Kalo Wisnu menurut kamu gimana?" Tanya Salman.
"Wisnu yang mana?" Jawab Syaf cepat.
"Wisnu temen kamu, Bang. Anaknya Tante Dewi," jawab Fida. "Gimana menurut kamu, Bang?"
"Kok tiba-tiba, sih?" Jawab Syaf.
Sheana berusaha menyimak dan mencerna baik-baik apa yang sedang dibicarakan oleh keluarganya. Pendengarannya tak salah, kan?
"Kemaren waktu Ayah sama Ibu ke butik Tante Dewi, kami sekalkian ngomongin soal Wisnu sama She. Menurut Ibu, Wisnu anaknya baik, kok. Sopan, mapan, ganteng juga." Ucap Fida.
"Iya, sih. Tapi, She gimana? Mau atau enggak? Kita harus tanyain dulu," jawab Syaf. "Gimana, She?"
"She terserah Ayah, Ibu, sama Abang aja." Jawab She dengan sebisa mungkin menyembunyikan senyumnya.
Sebagai seorang kakak, Syaf begitu cerdas untuk dapat memahami apa yang adik perempuannya inginkan.
"Emang rencananya mau lamaran kapan, Yah?"
"Belum tau juga. Udah beberapa hari Tante Dewi susah dihubungi." Jawab Salman.
"Sambil nunggu, mending She memantapkan hati dulu, deh. Wisnu atau bukan." Ucap Fida.
"Iya, Bu," ucap She dengan wajah cerah. "She ke kamar sebentar. Piringnya nanti biar She yang cuci aja." She langsung beranjak dari kursinya dan menaiki tangga.
Tak lama, Syaf juga bangkit dari duduknya.
"Syaf ke atas dulu."
Salman dan Fida hanya mengangguk sebagai jawaban.
Sampai di depan kamar Sheana, Syaf terdiam sebentar. Entah apa yang sedang memenuhi pikirannya.
"She, Abang boleh masuk?" Ucap Syaf setelah mengetuk pintu kamar Sheana beberapa kali.
"Masuk aja, Bang." Ucap Sheana dari dalam kamarnya.
Syaf melangkah mendekati Sheana yang sedang duduk di depan meja riasnya sambil memegang ponsel.
"Kenapa?" Tanya Sheana.
"Lagi telfon sama siapa?"
"Kakak ipar. Mau ngomong?"
Tanpa menunggu jawaban, She langsung megaktifkan loudspeaker dan mendekatkan ponselnya ke arah Syaf.
"Assalamualaikum," ucap Syaf.
"Waalaikumsalam," jawab Alysha dari seberang sana.
Setelah mendengar jawaban salam dari Alysha, Syaf mendorong tangan Sheana agar menjauhkan ponsel itu dari dirinya.
"Ha? Gitu doang?" Ucap Sheana dengan kedua alis terangkat. Ia begitu takjub dengan kelakuan ajaib abang kesayangannya itu.
"Masih lama, nggak? Abang mau ngomong, nih."
Sheana mendengus mendengar kalimat Syaf.
"Udah dulu ya, Lysh. Ini calon suami kamu ribet banget. Assalamualaikum." Ucap Shea tanpa mematikan loudspeaker-nya.
"Iya, She. Waalaikumsalam."
Alysha merespons dengan tawa kecilnya yang mampu didengar Syaf. Hal itu membuat Syaf jadi salah tingkah sendiri.
"Ada apa, Bang?"
"Itu, soal kamu sama Wisnu. Kamu bakal terima?"
"Menurut Abang cocok atau nggak?" Balas She.
"She, yang bakal ngejalanin kan kamu," ucap Syaf. "Semua ya tergantung kamu."
"Tapi kan Abang lebih kenal Mas Wisnu," ucap She tak mau kalah.
"Dia ya baik, She. Persis yang Ibu bilang. Dia juga yang bawa Abang pertama kali ke rumah Alysha." Ucap Syaf sambil mengingat momen ketika ia pertama kali datang ke rumah Alysha.
"Menurut She juga gitu." She menjawab dengan senyum yang tak kunjung hilang.
"Kamu emang udah ada perasaan sama Wisnu, ya?" Ucap Syaf pelan, namun penuh terdengar penuh intimidasi.
Seketika itu pula Sheana sadar akan kelakuannya.
"Apaan sih, Bang? Udah, lah. She mau nyuci piring."
She berlari begitu saja meninggalkan Syaf yang masih setia menatap pintu kamar Sheana.
Dalam mimpi, kita adalah seorang sutradara. Dalam dunia nyata, kita adalah pemainnya. Belajarlah agar terbiasa membedakan antara yang nyata dan yang maya.
(Belantara Aksara)
257Please respect copyright.PENANAXCdcB288LV