Cukup dia yang aku jadikan sebagai masa lalu.183Please respect copyright.PENANAaeWhTLqhec
Kamu jangan, ya. : )
Alysha terbangun pukul 2 pagi. Ia menatap layar ponselnya dan penggilannya dengan Syaf masih aktif. Tak lama, hanya beberapa menit saja sampai Syaf yang mematikan panggilannya lebih dulu.
Makasih, ya.
Sebuah pesan masuk dari Syaf. Jemari Alysha mulai menari di atas layar ponselnya untuk mengetikkan sesuatu sebagai balasan.
Sama-sama. Jaga kesehatan, Syaf.
Setelah pesan balasannya terkirim, Alysha bangun dan pergi ke kamarnya untuk melaksanakan salat malam.
Alysha memutuskan menyelesaikan pekerjaan rumah dan berangkat ke kantor lebih awal. Ia akan menjenguk Sheana dulu di rumah sakit. Sebelum sampai, Alysha mampir untuk membeli buah tangan.
Alysha sampai di ruangan Sheana, hanya ada Sheana dan Syaf.
“Assalamualaikum.” Ucap Alysha.
“Waalaikumsalam.” Jawab Sheana dan Syaf serempak.
“Alysha!” Sheana begitu antusias dengan kedatangan Alysha.
Sheana mengangkat kedua tangannya meminta sebuah pelukan dari Alysha.
“Kok bisa sakit?” Tanya Alysha setelah pelukan mereka terurai.
Bukannya menjawab, Sheana justru menutup sebagian wajahnya dengan selimut.
“Kenapa?”
“Malu, ih,” jawab Sheana pelan. “Aku cuma syok aja kemarin. Biar Bang Syaf yang cerita.”
Alysha hanya tersenyum sebagai jawaban.
“Itu aku bawain buah, jangan lupa dimakan.”
“Iya, Kakak ipar. Makasih, ya. Jadi makin sayang.” Ucap Sheana setengah tertawa.
“Aku harus ke kantor. Cepet sembuh, ya.” Alysha mengelus pelan kepala Sheana yang tertutup jilbab, “Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam. Hati-hati, Lysh.” Balas Sheana.
Alysha tersenyum dari balik nikab dan mengangguk sekilas pada Syaf sebelum keluar dari ruangan Sheana.
Tak lama setelah Alysha keluar, Sheana langsung menyambar buah dari Alysha dan memakannya.
“Nggak keliatan kayak orang sakit kamu, Dek,” ucap Syaf. “Abang keluar sebentar.”
Sheana mengangkat jempolnya sebagai respons untuk Syaf.
Sampai di parkiran rumah sakit, Syaf menghampiri Alysha yang berdiri di samping motornya sambil memainkan ponsel.
“Lysh?”
“Eh? Kenapa, Syaf?”
“Lamaran Shea batal. Mungkin kemarin dia kaget sampe drop. Makasih udah jenguk dia.”
Alysha terdiam cukup lama. Gadis itu ingin menanyakan alasan kenapa lamaran Shea batal, namun ia merasa tak enak.
“She cewek kuat. Sebentar lagi juga sembuh.” Ucap Alysha.
Hening terjadi cukup lama antara keduanya.
“Lysh, orang yang akan menikah pasti banyak ujiannya. Kuat, ya,” ucap Syaf dengan begitu tulus.
Alysha merasa tertampar dengan perkataan Syaf. Hampir saja ia gagal dalam ujiannya ini dengan membiarkan Haris kembali masuk ke dalam kehidupannya. Gadis itu terus ber-istighfar di dalam hati. Rasa bersalah itu kembali menyayat perasaannya.
“Berjuang bareng-bareng ya, Syaf.” Alysha membenarkan tas di pundaknya, “aku pergi dulu. Assalamualaikum.”
Syaf kembali ke ruang tempat She dirawat dan menemukan adik kecilnya itu masih sibuk melahap buah-buahan yang dibawa Alysha.
“Wah, kamu udah sehat ya, Dek?” ucap Syaf meledek, “bisa pulang hari ini, nih.”
Sheana menatap Syaf dengan tatapan jengkelnya.
“Belum, Abang. Tapi kan She perlu asupan buah-buahan.” She melanjutkan kegiatannya mengupas jeruk, “Ayah sama Ibu mau ke sini jam berapa?”
“Sebentar lagi. Abang ada urusan soalnya,” jawab Syaf sambil mengecek notifikasi ponselnya.
“Urusan apa?” Tanya She denagn memicingkan mata curiga.
“Mau tau aja.”
She menatap Syaf malas setelah mendengar jawaban itu. Tak lama, Fida datang dan Syaf langsung beranjak pergi setelah berpamitan.
“Bu, Syaf pergi dulu, ya. In Syaa Allah nanti siang Syaf ke sini lagi. Assalamuaalikum.”
“Waalaikumsalam. Hati-hati ya, Bang.”
Sampai di parkiran rumah sakit, Syaf langsung menghubungi Jojo untuk melakukan rencana mereka kemarin, ke rumah Wisnu.
Sampai di depan rumah Wisnu, Syaf melihat Jojo yang sedang mengintai rumah Wisnu dari jarak yang cukup jauh.
“Jo! Udah lama?”
“Allahu Akbar! Kaget, woy! Kenapa nggak salam, sih?” Ucap Jojo kesal.
“Iya-iya. Assalamualaikum.” Ucap Syaf terkekeh.
“Waalaikumsalam. Gue berasa mau maling di rumah temen gue sendiri tau nggak? Dari tadi ngintip-nginitp.”
“Ya maaf, Jo. Terus gimana?”
“Tadi ada dua cewek masuk ke rumahnya Wisnu. Satu pake kerudung, satu enggak.”
“Saudaranya?”
“Bukan, kayaknya. Gue baru pernah liat juga.”
“Langsung masuk aja, yuk!” Syaf langsung melangkah dengan santai mendahului Jojo.
Syaf dan Jojo melihat Wisnu yang berjalan perlahan dengan meraba dinding dan benda di sekitarnya yang bisa ia jangkau. Pandangannya kosong dan tak ada emosi apa pun di sana.
Cukup lama, Wisnu berhasil mendudukkan dirinya di kursi putih yang ada di teras rumahnya. Syaf dan Jojo terus menyaksikan kejadian itu dengan tanda tanya yang memenuhi kepala mereka.
Syaf dan Jojo masih nyaman dengan kebungkaman mereka. Menatap Wisnu, yang mereka pikir sedang menatap mereka juga, namun tak mengatakan apa-apa. Dua orang perempuan yang baru keluar dari rumah Wisnu pun cukup terkejut melihat kedatangan dua orang pria yang ekspresinya tak bisa didefinisikan.
“Nu?” Panggil Syaf cukup tegas setelah bungkam sekian lama.
Jojo, Aleeta, dan Benvi memandang ke arah Syaf dan Wisnu bergantian, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Wisnu yang tak tahu apa pun terkejut mendengar suara sahabat baiknya ini.
“S-Syaf? Syaf? Lo di sini?” Ucap Wisnu terbata dengan pandangan yang entah mengarah ke mana.
Aleeta segera mengajak Benvi untuk kembali masuk rumah Wisnu. Ia cukup pandai untuk memahami situasi.
Setelah Aleeta dan Benvi masuk, Jojo lebih dulu berjalan mendekat ke arah Wisnu. Sedangkan Syaf masih berdiri terpaku di tempatnya.
“Nu, lo kenapa?” Tanya Jojo pelan.
Wisnu pun terkejut karena ternyata bukan hanya Syaf yang ada di sini.
“Jo? Lo juga di sini?” Wisnu menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri berusaha mencari sumber suara itu.
Syafril ikut mendekat ke arah Wisnu. Namun, mereka bertiga masih bingung dari mana harus memulai. Percakapan yang biasanya mengalir begitu saja kini entah terhalang oleh apa.
“Nggak ngobrol di dalem aja?” Ucap Dewi yang sudah berada depan pintu rumah.
Wisnu menundukkan kepalanya. Syaf dan Jojo menatap Dewi berharap unutk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang hanya bersarang dalam hati dan pikiran mereka. Tetapi, yang mereka temukan hanya satu lengkung kaku dan genangan air di pelupuk matanya.
“Tante bikin minum dulu, ya,” ucap Dewi ramah. “Kalau mau ke rumah tinggal masuk aja. Nggak perlu sungkan.”
“Kalian kenapa ke sini?” Tanya Wisnu setelah sekian lama membisu.
“Lo kenapa?” Bukannya menjawab pertanyaan Wisnu, Jojo justru bertanya kepada Wisnu.
“Kalian cuma berdua?” Tanya Wisnu lagi. Ia seolah tak mendengar pertanyaan Jojo.
“Jawab, Nu. Lo tuh sebenernya kenapa?” Ucap Syaf sedikit meninggikan suaranya.
“Sheana apa kabar, Syaf?” Tanya Wisnu lagi dengan suara yang sedikit bergetar.
“Menurut lo?”
“Sampein maaf gue buat Sheana, ya.” Wisnu mengangkat tangannya ke udara berusaha menggapai tangan Syaf dengan mengandalkan sumber suara yang ia kenal.
Tangan Wisnu sampai pada tangan Syaf dan memegang lengan Syaf erat.
“Tolong, Syaf,” ucap Wisnu memohon.
Jojo memandang Syaf yang tengah memandang Wisnu datar.
“Kenapa?” Tanya Syaf dengan suara yang mulai melunak.
“Nu, lo nggak bisa liat kita?” Tanya Jojo memberanikan diri.
“Bukan cuma lo berdua. Gue nggak bisa liat semuanya,” ucap Wisnu dengan senyum kecilnya. “Apa kabar lo berdua?”
“Nggak baik, si. Kenapa lo nggak cerita dan malah ngilang, Nu? Kita kan bisa berusaha buat bantuin lo.” Ucap Jojo.
“Gue baik-baik aja,” jawab Wisnu dengan senyum yang sedikit melebar. “Kalian ke sini cuma buat nyariin gue?”
“Nggak, si. Tapi, biar lebih enak mending Syaf aja yang ngomong langsung.” Jawab Jojo.
Wisnu tau apa yang ingin Syaf bicarakan. Namun, ia memilih untuk tetap diam.
“Sheana masuk rumah sakit. Dia drop kemaren pas tau lo batalin lamarannya,” Syaf menarik nafas sebentar, “gue nggak salahin lo. Tapi, gue mau tau alesannya. Biar Sheana nggak salah paham juga.”
Wisnu terkejut dan dihampiri rasa bersalah. Rupanya, ia telah menyakiti hati seorang perempuan.
“Maaf, Syaf. Tolong sampein maaf gue juga buat keluarga lo, terutama Sheana,” Wisnu menegakkan kepalanya dan memandang kosong ke depan, “gue pengin nikah sama Sheana. Tapi, gue nggak bisa ngebiarin Sheana harus hidup sama seorang suami buta. Emang lo tega, Syaf? Perasaan gue tulus, Syaf. Tapi gue nggak mau egois. Dia bisa dapet yang jauh lebih baik dibanding gue.”
Tanpa ketiga pria itu tau, di balik daun pintu ada Aleeta yang sedang berusaha keras menahan air matanya yang ingin mengalir bebas di pipinya.
‘Aku kalah, Wis. Aku udah gagal.’
“Ntar gue sampein, Nu,” Syaf memegang bahu Wisnu untuk memberinya kekuatan, “setelah ini lo mau ngapain?”
“Gue mau coba buat sembuh. Doain, ya.”
“Lo kan masih ada kesempatan buat sembuh. Lo nggak mau minta Sheana buat bertahan sebentar lagi?” Tanya Jojo.
“Nggak ada yang menjamin gue bisa sembuh, Jo. Gue cuma bergantung sama keputusan Allah. Seperti yang gue bilang, gue nggak mau egois.”
Ketiganya mulai terjebak dalam kebungkaman lagi.
“Kalian nggak mau masuk ke rumah dulu?” Tanya Wisnu.
“Eh, iya, Nu. Cewek yang di rumah lo siapa?”
“Itu Aleeta, yang pake kerudung. Benvi yang nggak pake kerudung,” tak berselang lama, Wisnu meralat perkatannya. “Eh, itu dulu, sih. Terakhir gue ketemu mereka di Singapura ya, gitu. Sekarang gue nggak tahu. Cuma masih inget suaranya aja.”
“Iya, kok. Satu pake kerudung, satu enggak.” Jawab Jojo.
“Syaf, lo sama Alysha gimana?” Tanya Wisnu.
“Lo harus dateng pas akad. Jojo juga.” Jawab Syaf.
“Gue mah pasti. Lo temen gue, Alysha sepupu gue.” Jawab Jojo semangat.
“Gue--” ucapan Wisnu hanya menggantung di udara setelah mendengar suara Dewi.
“Ini, diminum ya, Syafril, Jojo,” Dewi setelah meletakkan nampan berisi tiga cangkir teh manis hangat di atas meja, “Selamat ya, Jo, atas pernikahannya. Syafril juga selamat, lamarannya sama Alysha.”
Dewi memberi jeda sebentar pada kalimatnya.
“Syaf, sampaikan maaf Tante untuk keluarga kamu, ya. Ini keputusan Wisnu. Tante nggak bisa apa-apa.” Ucap Dewi pelan.
“Iya, Tante. In Syaa Allah nanti Syaf sampaikan. Tapi, kami sudah ikhlas kok, Tante. Seperti kata Tante, ini keputusan Wisnu. Kami juga akan berusaha menghormatinya. Kalau sudah jadi jodohnya, pasti nanti akan ketemu juga.”
Dewi tersenyum lega mendengar jawaban penuh pengertian dari Syaf, meskipun masih ada rasa tak enak dalam hatinya mengingat hubungannya dengan keluarga Syafril sudah terjalin begitu lama.
“Tante Dewi, Wisnu, kami pamit dulu,” Aleeta keluar dari rumah dan mendekati Dewi, “terima kasih dan maaf merepotkan.”
“Loh, sudah mau pulang? Jauh-jauh dari Singapura kok main cuma sebentar?” Ucap Dewi ramah.
“Iya, Tante. Nggak enak harus cuti lama-lama,” Aleeta memandang Wisnu dengan tersenyum lemah, “Wis, apa yang udah kamu kasih, aku balikin. Ada di atas meja ruang tamu. Makasih banget buat semuanya, ya.”
“Kan aku udah bilang nggak usah, Leet. Pake aja,” jawab Wisnu.
“Aku nggak mau punya utang, apalagi itu sama kamu,” Leeta masih tersenyum meskipun Wisnu tidak tahu itu, “aku pamit, assalamualaikum.”
Aleeta dan Benvi mencium tangan Dewi bergantian dan mengangguk sekilas pada Syaf dan Jojo yang ada di sana.
“Kalian nggak mau ngobrol di dalem?” Tanya Dewi setelah melepas kepergian Aleeta dan Benvi.
“Di sini aja, Tante.” Jawab Jojo.
“Ya udah, kalo gitu. Jangan sungkan-sungkan, anggap aja rumah sendiri. Tante ke dalem dulu, ya.”
Dewi merasa bahagia karena putra semata wayangnya itu ternyata memiliki sahabat-sahabat yang begitu peduli.
“Lo... kenapa bisa kayak gini sih, Nu?” Tanya Jojo pelan, takut jika Wisnu tak mau mengungkit hal yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini.
“Kecelakaan motor,” kekehan kecil muncul dari mulutnya, “boleh minta tolong, nggak?”
“Apa?” Tanya Jojo.
“Liatin motor gue di bengkelnya Pak Rezi.”
“Lo masih mau pelihara itu motor?” Tanya Syaf.
“Terlanjur sayang sih, Syaf.” Jawab Wisnu.
Obrolan mereka kembali menghangat. Mulai dari hal-hal receh tak penting, bisnis, Aleeta, hingga Nadia yang ternyata sedang mengandung.
“Mau jadi bapak-bapak aja lo, Jo.” Ucap Syaf meledek.
“Ngomongnya biasa aja, dong. Inget Syaf, yang bakal duluan jadi bapak-bapak itu lo.” Ucap Jojo puas karena telah berhasil membalikkan perkataan Syaf.
“Pulang ayo, Jo. Gue harus ke rumah sakit, nih,” Syaf melirik jam tangan hitam yang melingkar manis di tangan kirinya, “gantian jagain Sheana.”
“Ayo, gue juga harus ke kantor.” Jawab Jojo.
“Kalian udah mau balik?” Tanya Wisnu.
“Iya, Nu. Oh, ya. Nanti gue coba tanya ke temen gue, dia dokter, barangkali dia punya saran bagus buat lo.” Ucap Syaf.
“Makasih, Syaf,” Wisnu memberi jeda pada kalimatnya, “jangan lupa sampein permintaan maaf gue, ya. Jangan kasih tau Sheana kondisi gue sekarang.”
“Tenang aja, Nu. Pamitin ke Tante Dewi, ya. Assalamualaikum.”
183Please respect copyright.PENANATrkT6gGOV7