Setelah ijab dan qabul dilantunkan, kata sah juga telah menggema di seluruh penjuru ruangan, tak lupa doa juga telah dipanjatkan, seorang gadis cantik dengan gaun pernikahan berwarna putih itu dengan anggun menuruni tangga. Ia digandeng oleh seorang perempuan paruh baya, tak kalah cantik, sudah pasti itu ibunya. Di belakangnya, tak kalah anggun dua orang perempuan dengan dress brukat merah muda ikut mengiringi langkah perempuan yang kini sudah resmi menjadi istri Abigail.
Para tamu terpesona dengan keanggunan pengantin bercadar ini. Hanya dua mata indahnya saja yang nampak, namun kecantikan dan kebahagiaan begitu terpancar dari sana. Semua berdecak kagum, tapi Abigail masih setia menunduk, berusaha menyembunyikan air di pelupuk matanya. Sekarang ia memiliki tanggung jawab baru. Tanggung jawab seorang ayah terhadap putrinya, kini telah ia ambil alih sebagai tanggung jawab seorang suami terhadap istrinya. Penuh lika-liku dan perjuangan yang tak mudah untuk sampai di titik ini. Menghabiskan sisa hidup bersama Zivanna adalah kebahagiaan yang tak pernah ia impikan sampai sebelum hari ini.
Semua prosesi pernikahan telah selesai. Semua. Satu per satu tamu mulai berpamitan. Tetapi, ada beberapa orang bergerombol seperti enggan meninggalkan rumah ini, anak-anak muda yang sedang bernostalgia atau sekedar menyimak saja karena kenangan yang tak sama. Topik kisah SMA perlahan menyurut, yang laki-laki sibuk membahas urusan bisnis dan yang perempuan membahas make up si pengantin baru.
“Lysh, kemarin acara lamaran kamu gimana?” Tanya Sheana setelah pembahasan make up dirasa sudah terlalu banyak.
“Alhamdulillah, lancar.” Jawab Alysha dengan wajah sumringah.
“Lho, kok kamu lamaran nggak cerita ke aku, si?” Ucap Zivanna.
“Lah?” Alysha membuka mulutnya bingung.
“Ada apa, sih? Kamu lamaran kok nggak ngomong dulu ke saya?” Ucap Abigail menyela.
“Apaan, sih. Lagian kalo saya lamaran kan nggak ada urusannya sama Bapak, Pak.” Jawab Alysha yang masih belum menyadari ada mata yang mulai menyorotkan luka.
“Ada, lah. Ya, kan, istri?” Tanya Abigail pada Zivanna.
“Nggak ada, Mas.” Jawab Zivanna terkekeh.
“Dengerin tuh, Pak.”
“Sama siapa, Lysh?” Tanya Zivanna.
“Jadi tuh gini Ziv, She, kemaren …”
Kalimat Alysha menggantung begitu saja karena interupsi dari rekan kerja kantornya, Tantri, yang menepuk pundak Alysha dan membisikkan sesuatu dengan keadaan panik dan nafas yang tak teratur.
“Astaghfirullahaladzim! Aku bawa mobil, kamu sama aku aja.” Alysha berbicara dengan suara rendah tapi tak kalah panik. Setelah mendengar ucapan Alysha, Tantri segera keluar dengan sedikit berlari.
“Maaf, mau pamit duluan. She, maaf, ya, kamu pulang bareng abang kamu aja, gimana?” Ucap Alysha meminta pengertian dengan memegang lengan Sheana.
“Iya, nggak apa-apa. Tapi ada masalah apa?”
“Nggak apa-apa.”
“Bukan masalah kantor, kan?” Tanya Abigail penuh selidik.
“Bukan, Pak. Sekali lagi selamat, ya, Bos, Ziv. Maaf nggak bisa lebih lama. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Ucap mereka serempak.
“Hati-hati, Lysh.” Ucap Zivanna dan Sheana bersamaan yang disambut dengan jempol dari Alysha. Kurang lebih artinya : Oke, siap!
Seperginya Alysha, Jojo dan Wisnu memandangi Syaf dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Syaf pun hanya diam dan mengangguk lemah.
“Kalo gitu aku juga pamit, Ziv, Pak.” Ucap Shea.
“Kamu jadi, kan, bareng Syaf?” Tanya Zivanna.
“Aku mau naik taxi aja.”
“Kenapa nggak sama Abang aja sih, Dek?” Tawar Syaf.
“Jam segini taxi juga masih banyak, Bang. Assalamualaikum.” Pamit Sheana setelah berpelukan dengan Zivanna.
“Hati-hati, She.” Ucap Zivanna yang dibalas dengan senyuman dan anggukkan kecil dari Sheana.
Tak berapa lama setelah kepergian Sheana, Abigail mendapat panggilan telfon sehingga harus meninggalkan ruangan yang masih sedikit ramai.
“Jadi, siapa nih, yang mau nyusul aku nikah?” Ucap Zivanna mencoba memecah kebisuan.
“Kayaknya gue dulu deh, Sya. Eh, Ziv, maksudnya.” Jawab Jojo.
“Ah, iya, Shea sempet cerita kalo dia pernah ketemu calon istri kamu. Nadia, kan?”
“Iya, kok lo udah cerita banyak aja, sih, sama adiknya Syafril?”
“Nggak tau, ya, gampang akrab aja. Apalagi Sheana kan temennya Alysha juga. Mereka berdua cocok lho, kalo jadi kakak-adek.”
Syaf masih diam, hingga Wisnu lah yang bersuara.
“Mungkin lo sedikit kurang cepet, Bro. Apa perlu kita cari tau dulu siapa orang yang udah ngelamar Alysha?” Ucap Wisnu pada Syaf.
Tak pernah ada pembahasan mengenai Syafril dan Alysha antara para lelaki itu dan Zivanna, namun mereka mempunyai pemikiran yang sama. Insting sahabat.
“Mau digimanain lagi, Nu?” Jawab Syaf dengan kekehan sumbangnya. Terdengar memilukan. Apalagi di telinga sahabat yang sudah seperti saudara sendiri.
“Coba, deh, kamu diskusiin lagi sama Allah, Syaf. Minta petunjuk.” Ucap Zivanna.
Zivanna benar, akhir-akhir ini diskusi Syaf dengan Allah mengenai Alysha mulai mengendur. Syaf hanya takut perasaannya ini adalah salah, terlebih bukan kepada yang halal.
“In Syaa Allah, Ziv. Kita pamit, ya. Salamin juga ke Abigail. Sekali lagi selamat.” Ucap Syaf dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Wisnu dan Jojo segera pamit juga mengikuti Syaf.
“Gue balik duluan, ya.” Ucap Jojo sebelum melajukan mobilnya.
“Ati-ati.” Balas Syaf.
“Syaf, biar gue aja yang nyetir.” Tawar Wisnu yang mengerti keadaan Syaf.
“Gue baik-baik aja, Nu. Ayo, masuk.”
Tak mau berdebat, Wisnu pun mengikuti saja kemauan Syaf.
Di tengah perjalanan, Syaf meminta Wisnu untuk menghubungi Sheana melalui ponselnya. Tetapi, ponsel Syaf ternyata kehabisan daya.
“Pake ponsel lo, Wis. Tolong.” Ucap Syaf meminta.
“Nomornya gimana?”
“Gue hafal. Nih, 0838xxxxxxxx.”
Wisnu mencoba menghubungi nomor Sheana dengan sedikit gemetar. Tak lama terdengar suara perempuan dari ponsel Wisnu.
“Assalamualaikum. Ini siapa, ya?”
Wisnu kenal suara itu. Tanpa pikir panjang lagi, Wisnu langsung mematikan sambungan teleponnya. Syaf menaikkan sebelah alisnya bingung melihat tingkah Wisnu yang mulai berkeringat.
“Bener, kan, itu nomer adek gue?” Syaf memastikan pada Wisnu.
“Syaf, gue harus ngomong apa?” Tanya Wisnu pada Syaf.
“Tanyain, udah dapet taxi apa belum. Kalo belum, sekarang dia di mana. Kalo udah, sekarang udah sampe mana, gitu.”
Wisnu mengangguk patuh. Kemudian ia mencoba menghubungi nomor Sheana lagi.
“Assalamualaikum. Maaf, dengan siapa, ya? Jika tidak ada kepenti…”
“Udah sampe mana? Waalaikumsalam.” Sahut Wisnu cepat hingga baru menjawab salam di belakang pertanyannya.
“Maaf, ini dengan siapa, ya?”
Wisnu merasa tak mampu berkata-kata lagi. Ia langsung mengaktifkan loud speaker pada ponselnya dan mendekatkannya ke arah Syaf yang sedang mengemudi.
“Lemah, lo. Ngomong sama cewek aja nggak bisa.” Ucap Syaf dengan nada mengejek yang sukses menohok perasaan laki-laki di sebelahnya. Syaf hanya terkekeh melihat ekspresi yang ditampilkan Wisnu.
“Halo?” Ucap Shea.
“Udah sampe mana, Dek?”
“Lho, Abang? She udah mau sampe rumah ini. Tadi langsung dapet taxi soalnya.”
“Ya udah. Ati-ati, ya. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam, Bang.”
Wisnu segera memutus sambungan teleponnya setelah Shea menjawab salam Syaf, kemudian langsung memasukkan ponselnya ke dalam kantong celana kainnya.
“Nu?”
“Y-y-yaa?”
“Gue mau nanya. Masalah serius.”
“A-a-apa?”
“Nggak usah gugup gitu. Kayak mau diintrogasi calon besan aja, lo. Nih, menurut lo, orang yang ngelamar Alysha itu siapa?”
Wisnu merasa lega mengetahui kalimat itu yang keluar dari mulut Syaf.
“Kurang tau juga. Coba tanya adek lo.”
“Kayaknya dia juga nggak tau.”
“Maksud gue, tanya ke dia kemungkinan orang yang ngelamar Alysha itu siapa aja. Mungkin temen sekantor. Lo inget Diki? Waktu SMA dia perhatian banget sama Alysha. Selese SMA dia ngurus pesantren milik abahnya sekaligus kuliah. Gue denger-denger sekarang dia juga kerja di kantornya Abigail.
“Lah? Saingan gue ‘Gus’? Berat, sih, berat. Mana Alysha udah ketutup banget gitu.” Ucap Syaf dengan tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala.192Please respect copyright.PENANAXyQ3YtQdUc
192Please respect copyright.PENANAdcESg9GhuM
192Please respect copyright.PENANAIad6WfYfVN
192Please respect copyright.PENANANehAEAmDKh
192Please respect copyright.PENANAyGoMO5lXum
Setelah aku pastikan siapa pria yang akan menjadi imammu, baru aku akan mengambil keputusan. Tetap maju atau memilih mundur. Bukan, bukan bersaing. Sahabat juga berhak menyeleksi calon pendamping sahabat baiknya, bukan?
192Please respect copyright.PENANAWo7oMQH7gT