Kelak, esok yang entah kapan, kita akan bertemu kembali. Mungkin awalnya hanya ada kebisuan, ada canggung yang mencipta jeda untuk memulai sebuah percakapan. Lalu kita sama-sama tertawa mengingat kisah kita yang esok kau sebut dulu. Tak apa, setidaknya aku tahu kamu baik-baik saja dan kamu bahagia dengan kehidupanmu.186Please respect copyright.PENANAKGzD8m5ve8
186Please respect copyright.PENANAVNokoezU8l
Hari ini, selesai dengan rutinitas kantornya, Sheana dan Alysha pergi bersama-sama ke rumah Sheana. Atas paksaan Shea tentunya. Alysha yang hari ini kebetulan membawa mobil sendiri hanya bisa pasrah mengikuti kemauan sahabatnya itu.
"Ikhlas kan, Lysh. Jangan diem mulu dong. Kan Ibu yang minta aku ngajak kamu ke rumah. Ikhlas, kan?" Sepanjang perjalanan Shea memang terus mengoceh.
"Ikhlas tuh nggak perlu diomongin."
"Jadi kamu ikhlas, kan? Ibu udah masak banyak loh khusus buat kamu."
"Masa, sih? Khusus?"
"Iya, hari ini Ayah sama Bang Syaf lembur kayaknya. Jadi pasti makan di luar."
'Yess! Nggak perlu takut ketemu Syafril. Alhamdulillah.' Alysha bersorak dalam hati.
"Jadi Ayah sama Abang kamu nggak ada di rumah, ya? Yah, sayang banget ya, aku dateng pas nggak kumpul." Ucap Alysha dengan nada yang dibuat menyesal.
"Ih, kemaren juga kamu mau ke rumahku pas siang, kan? Nggak usah pura-pura, deh." Balas Sheana dengan memicingkan matanya.
"Mana ada, ih." Ucap Alysha santai.
Tak terasa mobil yang mereka tumpangi telah sampai di depan rumah Sheana. Alysha tak begitu khawatir datang sekarang. Karena semuanya aman terkendali.
Alysha mengikuti Sheana masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum." Ucap Sheana
"Assalamualaikum." Alysha ikut memberi salam.
"Waalaikumsalam. Udah pulang, She? Naik apa?" Jawab Fida.
"Naik mobilnya Alysha. Hari ini kebetulan bawa mobil." Jawab Sheana sambil mencium tangan Fida.
Alysha juga mencium tangan Fida.
"Oh, ini Alysha? Masya Allah, cantik sekali kamu, nak."
"Terima kasih, tante. Tante lebih cantik." Balas Alysha sopan.
"Kamu mah bisa aja. Panggil Ibu aja, jangan tante. Lebih enak didengar."
"Eh, iya Bu."
"Kamu mau Ibu masakin apa nak Alysha?"
"Ha?" Alysha kebingungan. Sheana bilang Ibunya sudah memasak banyak khusus untuk dirinya.
Seakan mengerti isi pikiran Alysha, Sheana langsung bersuara.
"Anu, Bu. Tadi She bilangnya Ibu udah masak banyak khusus buat Alysha. Jadi Alysha harus dateng." Ucap Sheana dengan wajah nyengir tanpa dosa.
"Ih, kamu tuh ya. Nggak boleh gitu lagi, loh She." Ucap Fida.
"Eh, nggak apa-apa kok tante, eh Ibu."
"Tuh, Alyshanya juga nggak apa-apa, kok." Ucap Sheana dengan megerucutkan bibirnya.
"Kalo Ibu mau masak, saya bisa bantu kok, Bu." Ucap Alysha tulus.
"Wah, kamu emang keliatan pinter masak, nak Alysha."
"Nggak kok, Bu" Alysha hanya tertawa canggung.
"Nah kamu mandi sana, She!"
"Iya, duhai Ibuku tercinta. Aku mandi dulu ya, Lysh." Pamit Sheana.
"Ya udah, langsung ke dapur aja, yuk." Ajak Fida pada Alysha.
Alysha dan Fida memasak sambil terus bertukar cerita. Tak jarang mereka tertawa bersama. Terlebih saat Fida menceritakan perilaku Shea di rumah. Ah, benar-benar klop.
"Masa sih, Bu?"
"Iya tau. Kayak anak kecil dia kalo di rumah."
Ketika asyik bercerita, ada suara bel yang menjeda.
Ting tong
"Eh, ada tamu kayaknya. Ibu tinggal ke depan dulu ya, Liysh."
"Iya, Bu."
Alyha melanjutkan kegiatan memasaknya.
Sudah lebih dari 5 menit tapi Fida belum kembali juga.
Saat Alysha tengah mengaduk masakannya, tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki di belakangnya.
"Tumben, Dek, udah pulang. Pake acara masak pula."
Alysha kenal suara itu!
Tak sempat Alysha mengeluarkan suara, Sheana datang ke dapur.
"Lah, Abang kok udah pulang? Nggak jadi lembur?" Tanya Sheana.
Masih dengan meminum air yang ia ambil dari kulkas dan tangan kiri yang masih memegang kulkas, Syaf memandangi dua perempuan yang ada di dapur rumahnya itu bergantian.
'Kalo She baru dateng, berarti yang masak siapa dong? Dari belakang mirip She.' Ucapnya dalam hati.
Tak lama, Fida kembali ke dapur.
"Gimana, Alysha? Udah jadi?" Tanya Fida sambil berjalan menghampiri Alysha yang masih menghadap kompor.
"Sebentar lagi, Bu." Jawab Alysha lirih.
"Kalian berdua bukannya bantuin malah berdiri di situ. Udah kayak patung selamat datang. Kamu mandi dulu sana, Bang!" Ucap Fida.
Syaf masih bergeming di tempatnya. Begitu juga gelas yang masih ia tempelkan ke bibirnya.
Melihat abangnya Shea terkikik pelan.
"Weh, Bang Syaf. Mukamu bingung amat dah." Ucap Sheana.
"Lah, kirain tadi yang lagi masak She. Tapi malah She di sini."
"Itu temenku, Bang." Jawab Sheana.
"Oh iya, nak Alysha, kenalkan ini Syaf, anak Ibu yang pertama."
Dengan ragu, Alysha membalikkan tubuhnya perlahan. Ia menunduk dan menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.
'Allahu Akbar. Kenapa datengnya sekarang, sih!'
"Assalamualaikum. Saya Alysha. Temannya Sheana." Ucap Alysha.
"Wa...waalaikumsalam. Kamu..."
Belum selesai perkataan Syaf, Alysha malah bergerak panik.
"Eh, eh, masakannya!" Ucap Alysha panik.
Setelah mematikan kompornya, Alysha tersadar bahwa semua mata sekarang sedang memperhatikan dirinya.
"Bang Syaf kenal sama Alysha?" Tanya Sheana.
"Ehm, entah. Abang kan gak tau mukanya."
"Ya udah yuk, makan. Udah jadi ini. Pasti enak." Ucap Fida.
Mereka berlima makan dalam keadaan yang tenang. Hanya ada suara sendok dan piring beradu.
Selesai makan dan membereskan meja makan mereka berkumpul di ruang keluarga.
Semua memuji masakan Alysha, kecuali Syaf tentunya. Ia mengeluarkan sikap dinginnya.
"Nak Alysha pakai niqab sejak kapan?" Tanya Salman.
"Baru beberapa minggu ini, Om".
"Panggil Ayah saja. Lebih enak."
"Iya, Ayah."
"Syaf, kamu kan juga punya temen namanya Alysha, kan? Yang dulu pindah itu." Ucap Salman.
"Hemm." Jawab Syaf yang masih sibuk dengan ponselnya.
Ketika Salman, Fida, dan Alysha sibuk bercerita, Sheana asyik mengecek barang-barang yang ada di tas Alysha dengan izin dari empunya.
Sampai sebuah diary kecil berwarna lavender berada di tangan Sheana.
"Bukunya lucu deh." Gumam Sheana.
"Alysha Shakeera, kamu satu SMA sama Bang Syaf? Eh, satu angkatan lagi. Apa kamu beneran temennya Bang Syaf yang dulu pindah?" Tanya Sheana, membuat semua Fida dan Salman juga memandang Alysha. Syaf masih memandang ponselnya, tapi fokusnya pada jawaban yang akan dilontarkan perempuan berniqab ini.
Mungkin ini saatnya ia mengatakan siapa dirinya. Tak mungkin dia akan menutupinya selalu.
'Bismillah...'
"Iya." Jawab Alysha singkat.
"Nah, gitu dong. Bang, ada temen lama ini, nggak diajak ngobrol?" Tanya Sheana pada Syaf.
Bukannya menjawab, Syaf malah beranjak dari duduknya dan masuk ke kamarnya.
"Oalah, jadi kamu anaknya Hamdan, ya? Udah lama nggak ketemu sama Hamdan. Gimana kabar ayah kamu?" Tanya Salman.
"Alhamdulillah baik."
Langit sudah menggelap, Alysha segera berpamitan kepada Sheana, Fida, dan Salman.
"Hati-hati, nak. Sering-sering main ke sini, ya." Ucap Fida bahagia.
"Bilang Ayahmu, Salman kangen, gitu." Ucap Salman.
"Iya, Insya Allah. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Di kamarnya, Syaf hanya merebahkan tubuhnya di sofa dan memejamkan matanya.
"Ternyata kamu, Lysh." Gumamnya.
Lihat, sekarang aku harus apa? Aku sadar, selama ini aku hanya mencari, tanpa tau apa yang harus aku lakukan ketika yang kucari telah kutemukan. Sekali lagi kutanya, aku harus apa? Tiada jawaban? Biar kucoba menebak tentang apa yang harus aku lakukan. Mungkinkah aku harus mendefinisikan tentang perasaan ini terlebih dahulu? Tapi jangan pergi sebelum aku menemukan definisinya. Egois, ya? Aku hanya malas untuk mengulang kesalahan yang sama.
ns 15.158.61.8da2