Memang benar manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya karena diberi akal. Namun manusia juga kadang bisa kehabisan akal saat harus mencari arti dari sesuatu yang ia anggap rumit, seperti arti debaranku saat berada dekat dengan kamu.661Please respect copyright.PENANA3A7vNp78bg
_____________________________________
Abigail POV661Please respect copyright.PENANAOyARfsbeXk
Sebagai seorang pemimpin perusahaan, sebisa mungkin aku memperlakukan karyawanku dengan baik. Seperti hari ini misalnya, aku mendengar bahwa Pak Sanip dan istrinya sedang perang dingin karena Pak Sanip yang terlalu sering pulang larut. Padahal aku sudah mengatur shift kerja satpam perusahaan. Mau tidak mau aku harus menjelaskan ini kepada istri Pak Sanip agar masalah tidak semakin berlarut-berlarut.
Kudapati seorang perempuan bergamis biru dongker dan hijab syar'i berjalan di area kantorku. Seingatku, istri Pak Sanip juga memakai pakaian seperti itu. Aku pernah melihatnya ketika ia dan anaknya mengunjungi Pak Sanip di Kantor. Tanpa ragu aku memanggilnya dan berusaha mengejarnya.
"Bu, Ibu! Istrinya Pak Sanip! Berhenti sebentar, Bu!" Teriakku dengan terengah dan setengah berlari.
Sampailah aku di depan perempuan itu. Aku membungkuk memegangi lututku dan mencoba mengatur nafasku.
"Ibu, dari tadi saya panggil nggak nyaut, malah jalan terus." Ucapku masih dengan membungkuk dan nafas terengah-engah.
"Bapak dari tadi manggil-manggil saya?"
Aku langsung menegakkan badanku mendengar suara itu.661Please respect copyright.PENANAljUTIQzP0u
"Lah, kok? Bukan istrinya Pak Sanip. Astaghfirullah. Maaf, saya salah orang." Setelah mengucapkan itu aku langsung pergi dan mengacak rambutku frustasi. 'Udah capek-capek, salah orang lagi. Capeknya si nggak seberapa. Malunya itu lho. Mana akhwatnya cantik lagi. Eh, Astaghfirullah'
Tidak lama kemudian, ada yang mengetuk ruang kerjaku. Ternyata Alysha. Salah satu karyawan terbaik yang dimiliki perusahaan.
"Maaf, Pak Abi. Ada yang melamar sebagai sekretaris Bapak."
"Oke, kamu bisa pergi. Biar orangnya saya yang urus." Jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari laptop di depanku.
"Baik, Pak. Permisi." Alysha keluar dari ruanganku.
"Duduk!" Perintahku pada pelamar jabatan sekretaris itu.661Please respect copyright.PENANAvVzJAOn54Z
"Perkenalkan diri kamu."
"Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan, saya Sheana Oktavia ..."
'Suara itu, Ya Allah'. Kualihkan pandanganku dari laptop di depanku ke arah perempuan berpakaian biru dongker itu. Dengan cepat kualihkan lagi pandanganku ke sembarang arah. Tanpa berpikir panjang aku memutuskannya.
"Kamu saya terima. Besok kamu bisa mulai bekerja. Jangan terlambat." Ucapku yang kentara membuat perempuan di hadapanku terkejut. Aku juga tidak tau kenapa aku berkata seperti itu.661Please respect copyright.PENANAMVQ4sfLFev
"Kamu bisa keluar dari ruangan saya".
'Karena jika tidak jantung saya akan semakin tidak normal. Efek malu atau aku menaruh hati pada kamu'.
"Eh iya, Pak. Terima kasih. Wassalamualaikum."
Seperginya perempuan itu dari ruanganku aku mulai senyum dan terkekeh sendiri mengingat tingkahku tadi. Seorang Abigail Maulana, dapat terlihat tidak karuan di hadapan seorang perempuan. Mustahil! Tapi kata mustahil itu berhasil dipatahkan oleh sekretaris barunya, Sheana Oktavia.
"Hem, nama yang indah. Tapi ini jantungku kenapa, sih? Debar-debar mulu, elah. Masa cuma gara-gara salah manggil orang malunya belum ilang juga sampai sekarang, sih. Apa iya aku mulai jatuh hati sama perempuan itu? Astaghfirullah, kenapa aku memikirkan perempuan itu, Ya Allah. Perempuan yang baru sekali kutemui dan jelas-jelas haram bagiku, Ya Allah. Jangan biarkan perasaan ini menjauhkan hamba dari-Mu Ya Allah. Jika memang jodoh, maka dekatkanlah. Tapi jika tidak, berikanlah apa-apa yang terbaik untukku. Damaikanlah aku dengan ketentuanmu."
Kuputuskan untuk segera pulang ke rumah. Memang pekerjaan hari ini tidak terlalu banyak. Kukendarai mobilku dengan kecepatan sedang menembus ramainya jalan raya oleh kendaraan yang berlalu-lalang sama seperti hati dan pikirannya yang sedang berkecamuk tak karuan. Ini adalah rasa yang pertama, untuk perempuan yang pertama.
Sesampainya di rumah, ternyata sudah ada dua mobil berjejer di depan. Satu mobil abahku dan satu mobil Pak Faris, sahabat abah sejak kecil. Aku mengenalinya karena Pak Faris memang cukup sering datang ke rumah.
"Assalamualaikum." Salamku ketika masuk rumah. Tak lupa kucium tangan abah dan Pak Faris.
"Waalaikumsalam." Balas mereka bersamaan.
"Umi mana, Bah?"
"Umi di dapur tadi. Kamu di sini dulu, ada yang abah dan Faris bicarakan sama kamu." Ucap Abah terdengar serius.
"Kenapa ya, Bah? Pak Faris?" Tanyaku dengan nada bingung.
"Abah ingin menikahkanmu dengan putri Faris, Zivanna Anastasya. Kamu pasti kenal, kan?" Ucap abah mantap.
Jantungku seperti berhenti. Nafasku sesak. Suaraku tercekat sampai di tenggorokan.661Please respect copyright.PENANAd5RjyoXjF0
"Tapi, Bah ..."
"Kalau nak Abi tidak bersedia, tidak apa-apa, nak. Tidak ada paksaan dari kami selaku orang tua." Kata Pak Faris dengan tenang.
"Ris, jangan gitu. Ini kan udah keputusan kita sama istri-istri kita juga." Ucap Abah mencoba menahan emosi.
"Aku rasa Abigail sudah dewasa untuk bisa menentukan pilihannya sendiri. Bukan begitu, nak Abi?"
"Iya. Nanti saya pikirkan soal pernikahan ini. Semoga keputusan saya adalah yang terbaik. Saya permisi dulu. Assalamualaikum." Ucap Abigail lemah.
Umi Abigail hanya mampu menghela nafas melihat putranya itu. Setahunya, tidak ada alasan untuk Abigail menolak rencana pernikahan ini. Kecuali Abigail telah jatuh hati pada seorang perempuan. Tapi janji adalah janji. Ia dan suaminya berjanji kepada Faris dan istrinya untuk menikahkan anak-anak mereka.
'Aku akan membuat Abigail mengerti. Tak ada salahnya dengan pernikahan ini. Zivanna adalah gadis yang baik dan keluarganya kami sudah kenal baik. Maafkan Umi ya, nak. Tapi ini harus'.
Di lain tempat, Abigail semakin resah dengan apa yang dihadapinya sekarang. Perasaannya pada Sheana atau pernikahannya dengan Zivanna. Abigail memang sudah mengenal Zivanna karena orang tua mereka sering bertemu dan mengajak mereka berdua. Zivanna adalah gadis yang baik menurut Abigail. Sedangkan Sheana, ia baru sekali bertemu. Seperti apa sifat Sheana dan bagaimana keluarga Sheana, ia tidak tahu.
Satu hal yang ia yakin dapat membantunya. Istikharah.
Keesokan paginya, suasana di rumah tampak seperti biasa. Semuanya ceria. Tapi itu sebelum abah menanyakan sesuatu padaku.
"Gimana, Bi, keputusan kamu? Abah nggak maksa kamu nerima. Tapi dari hati abah yang paling dalam, abah pengin rencana ini lancar. Faris udah banyak bantu keluarga kita, Bi".
"Iya, Bah. Abi tau. Soal keputusan Abi, Abi kasih tau secepatnya." Abigail menatap uminya yang hanya membalasnya dengan senyum.
"Abi berangkat ke kantor, Bah, Mi. Assalamualaikum." Setelah berpamitan pada orang tuanya Abigail melajukan mobilnya. Semoga keputusan yang nanti diambilnya adalah yang paling tepat.
Jalanan masih basah karena hujan semalam. Lubang-lubang jalan berubah menjadi genangan air kotor. Karena asyik dengan pikirannya, Abigail tak sadar jika ada genangan air kotor di depannya. Terdengar suara cipratan yang cukup keras dibarengi suara seorang perempuan di pinggir jalan.
"Ya Allah!" Pekiknya kaget.
Aku segera menghentikan mobilku dan turun menghampiri perempuan itu. Tanpa sadar aku terus menatap perempuan itu. Dari wajahnya, hanya nampak kedua mata indahnya saja. Ia sibuk menyibak-nyibakkan gamis biru mudanya yang terkena air kotor tadi. Setelah tersadar, aku mempercepat langkahku menghampiri perempuan itu.
"Maaf, Mbak. Saya tidak sengaja. Sungguh, Mbak. Saya minta maaf." Ucapku sungguh-sungguh.
Perempuan itu mendongakkan kepalanya sebentar, lalu menunduk lagi terlihat sedang berpikir. Beberapa detik kemudian, ia mulai bersuara pelan.
"Abigail bukan? Abigail Maulana, kan?" Tanyanya dengan dahi yang masih berkerut. Matanya, indah. Hah! Begitu indah ciptaan-Mu, Ya Allah.
"Eh, Mbak kok tau saya, sih?"
Aku tau perempuan itu tengah tersenyum di balik cadarnya.
"Tau, dong. Aku Zivanna, Bi. Anaknya Abi Faris. Kamu nggak ngenalin aku apa lupa, nih?" Ucapnya sambil terkekeh.
"Kamu Zivanna? Aku nggak ngenalin kamu. Soalnya waktu terakhir ketemu sama sekarang kamu keliatan ... beda." Ucap Abigail jujur.
"Iya, Bi nggak apa-apa, kok. Oh ya, mau berangkat kantor?"
"Iya, tapi biar aku anter kamu nyari baju ganti dulu, yuk. Kotor itu, nggak enak akunya".
"Nggak apa-apa, Bi. Cuma kotor sedikit, kok. Ini juga aku mau balik ke rumah, ada yang ketinggalan soalnya".
"Ayo, aku anterin, Ziv".
"Ya Allah, Abi. Udah aku bilang nggak usah. Kok ngeyel, sih? Oh iya, soal rencana nikah-nikah itu, apapun keputusan kamu, ngomong aja. Aku bakal ada di pihak kamu. Entah kamu nerima atau nolak rencana pernikahan ini. Assalamualaikum, Abi." Ucap Zivanna sebelum melangkahkan kaki meninggalkan Abigail yang mematung.
"Waalaikusalam, Ziv."
'Aku bahkan nggak yakin bisa nolak rencana pernikahan ini, Ziv'.
Allah memang maha membolak-balikkan hati. Teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu, Ya Allah.
ns 15.158.61.5da2