Entah sebuah tantangan atau kebodohan. Ah, tapi biarkan saja. Biarkan aku beranggapan kisah ini masih dikisahkan dengan semestinya.344Please respect copyright.PENANAtHFGDuBFyu
344Please respect copyright.PENANAyJUiqAkgOl
Sudah hampir satu minggu Sheana bekerja sebagai sekretaris. Selama itu pula Syaf setia mengantar jemputnya. Meski harus berdebat dulu seperti biasa.
Hari ini pekerjaan Shea tak begitu banyak. Abigail selaku bosnya juga tidak masuk kantor. Di meja kerjanya, Shea hanya menonton video yang sempat disarankan oleh Alysha. Sesekali ia mengecek ponselnya takut-takut ada tugas dari bosnya.
Alysha juga telah menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu memang selalu menyelesaikan pekerjaannya agar ia tak dikejar deadline. Ia nampak santai mengusap-usap layar ponselnya. Sesekali mengetikkan sesuatu dengan satu tangan. Tangannya yang lain ia gunakan untuk memegang gelas kemasan milkshake cokelat.
Sorenya, Sheana mengajak Alysha ke caffe yang biasa ia datangi. Mereka duduk di tempat favorit Shea. Shea memesan secangkir matcha latte hangat. Sedangkan Alysha memesan secangkir milkshake cokelat hangat. Dasar gadis milkshake.
Sore itu nampak begitu cerah. Langit tak ragu menggelar selimut jingganya. Shea memandang ke seberang caffe. Lagi-lagi ia melihat laki-laki itu. Laki-laki yang beberapa hari lalu bertemu dengan Bang Syaf di caffe ini. Hari ini ia memakai kemeja putih yang tidak dimasukkan. Lengannya ia gulung sampai siku. Jas kantor berwarna hitam nampak bertengger ramah di pundak kanannya. Di lengan kirinya melekat jam tangan hitam yang membuatnya terlihat lebih gagah.
Tanpa segan ia membaur, duduk dan bercengkerama dengan para pengamen yang sedang mengistirahatkan diri dari rutinitas melelahkan mereka, menantikan lampu merah menyala atau menantikan warung makan buka.
Tak lama, laki-laki itu beranjak dari duduknya. Jas yang semula berada di pundak kanannya, telah tergenggam manis di tangan kanannya. Ia mulai melangkah menyeberang jalan. Setelah sampai di seberang, ia kembali menyeberang ke tempat asalnya tadi. Mengantar seorang nenek-nenek yang hendak menyeberang. Setelah mengantarkan nenek itu, ia menyeberang lagi.
Seperti sebelumnya, ia menuju ke caffe yang sama dengan Shea. Lonceng di pintu masuk caffe berbunyi. Pria itu melangkah ke meja yang sama seperti sebelumnya. Di sebelah meja Shea. Sebelum duduk, pria itu mengacak pelan rambut hitamnya. Ia tak langsung memanggil waiter seperti sebelumnya. Tapi ia memilih memainkan ponselnya lebih dulu. Setelah beberapa menit, ia baru meletakkan ponselnya dan memanggil waiter.
"Jangan memandang yang haram." Peringat Alysha mengumpulkan kembali kesadaran Shea yang sempat tercecer.
"Astaghfirullah. Tapi aku nggak ada maksud apa-apa kok, Lysh."
"Tetep aja nggak boleh, sayang. Pulang, yuk! Aku udah dijemput Ayah. Kamu sama Abangmu, kan?"
"Aku sama Ayah. Bang Syaf lagi banyak kerjaan katanya".
Mendengar nama itu, Alysha sempat tertegun. Ia segera menormalkan kembali ekspresi wajahnya.
"Syaf? Nama abang kamu Syaf?"
"Iya. Lengkapnya Syafril Rivai. Kamu kenal, Lysh?".
"Eh, kayaknya enggak, deh." Ucap Alysha dengan senyum yang berat.
"Aku kira kenal, soalnya Bang Syaf juga punya temen namanya Alysha, tapi aku lupa nanya nama lengkapnya."
"Ya udah, lah. Ayo, pulang. Nanti kesorean." Putus Alysha enggan membuat pikirannya menjelajah lebih jauh.
'Apa itu kamu? Semoga iya.' Ucap Alysha dalam hati.
Aku ingin bertemu kamu, Syaf. Tapi aku takut harus menelan kekecewaan. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai. Tapi tak apa, setidaknya kita bertemu sebagai sahabat yang pernah menertawakan hidup di sekolah yang sama. Dengan Jojo, Wisnu, dan Tasya.
Sampai di rumah, Shea mendirikam salat maghrib berjamaah dengan ayah dan ibunya. Setelah itu, mereka makan malam bersama.
"Jujur, ya. Ayah pengin Bang Syaf nikah. Abis itu She yang nikah. Ayah udah tua, pengin cepet-cepet gendong cucu." Ucap Salman sambil mengelap mulutnya.
"Ibu juga pengin gendong cucu." Ungkap Fida.
Merasa ibu dan ayahnya memandanginya, Shea yang sedang serius menyantap makanannya mendongak menatap keduanya bergantian dengan mulut penuh makanan. Setelah menelan habis makanan dalam mulutnya, ia mulai angkat bicara.
"Ehm. Iya tuh, Bang Syaf. Nggak nikah-nikah. Udah gede juga. Mau She cariin nggak mau. Padahal temen She cocok loh, buat Bang Syaf. Nanti deh, She bilang sama abang biar halalin perempuan." Setelah mengatakan itu, She bangkit dari duduknya. Ia membereskan piring yang kotor dan membawanya ke dapur.
Salman dan Fida saling pandang. Keduanya tersenyum dan menghela nafas lelah. Tapi mereka juga merasa bahagia karena mereka masih bisa tinggal bersama anak-anak tercinta mereka.
"Terserah mereka saja lah, Yah. Ibu juga masih pengin liat mereka di sini." Ucap Fida.
Salman hanya mengangguk sebagai jawaban.
Syaf tidak benar-benar lembur hari ini. Pekerjaan itu kelihatannya saja banyak, sebenarnya hanya membutuhkan waktu sedikit untuk menyelesaikannya. Ia memutuskan untuk bergabung bersama Jojo dan Wisnu di caffe.
Syaf hanya membutuhkan waktu tak lebih dari 10 menit untuk sampai di caffe itu. Sebelum masuk, Syaf mengecek ponselnya. Ada pesan dari Jojo bahwa Jojo dan Wisnu akan salat maghrib dulu di masjid dekat caffe. Syaf segera menyusul kedua sahabatnya itu.
Setelah salat maghrib, ketiga pemuda itu masuk lagi ke dalam caffe. Wisnu memesan espresso untuk cangkir ke tiga, Jojo memesan kopi hitam untuk cangkir ke dua, dan Syaf memesan cappuccino untuk cangkir pertama.
"Jadi, kapan nih lo pada nyusul gue?" Tanya Jojo.
"Nyusul? Kan lo di sini." Ucap Wisnu tenang.
"Wisnuku yang pinter, maksud gue nyusul gue nikah."
Perkataan Jojo tadi sukses membuat kedua sahabatnya menatapnya dengan tatapan mengerikan.
"Sorry, deh. Sorry. Lagian kan cuma nanya. Lo berdua juga udah mapan. Nunggu apa lagi, sih?" Ucap Jojo.
"Nunggu calonnya, lah." Jawab Wisnu setelah menyeruput espressonya.
Mendengar itu, Jojo hanya memutar bola matanya jengah. Ia memang tak pernah tahu tentang perempuan yang Wisnu kagumi. Berbeda dengan Syaf. Sudah tidak menjadi rahasia lagi tentang siapa perempuan yang dikagumi Syaf.
"Nah! Kalo Syaf pasti karena nungguin dia balik, kan? Alysha?" Ucap Jojo.
Cangkir berisi cappuccino itu tertahan di bibir Syaf. Benar, dirinya menunggu kembalinya perempuan itu. Setelah meletakkan cangkirnya di meja, Syaf menghela nafas.
"Jujur, iya. Gue nggak tau dia bakal balik atau enggak. Tapi gue ngerasa dia ada di sini. Di deket gue." Ungkap Syaf jujur.
'Gue juga ngerasa kalo perempuan yang gue tunggu ada di sini. Di deket gue.' Ucap Wisnu dalam hati.
"Kenapa suasana jadi sedih gini, deh?" Tanya Jojo.
"Gara-gara lo!" Balas Syaf dan Wisnu dengan sedikit kesal.
"Apa salah hamba, Ya Allah? Segeralah beri dua sahabat hamba ini jodoh, Ya Allah. Agar mereka tidak terus menyalahkan hamba. Aamiin." Ucap Jojo dramatis yang dihadiahi dengusan oleh kedua sahabatnya.
'Nggak tau kenapa, gue juga ngerasa kalo perempuan yang ditunggu sahabat-sahabat gue ada di sini. Di deket gue.' Ucap Jojo membatin.
"Balik, yuk! Ntar kemaleman lagi." Ucap Syaf.
Mereka bertiga beranjak meninggalkan caffe. Mengendarai mobil masing-masing untuk pulang.
Di rumah, Sheana telah selesai menunaikan salat isya. Seperti biasa, ia berdzikir dan berdoa. Tapi ada yang berbeda dengan doanya mulai malam ini. Jodoh. Ia yang dulu tak sempat memikirkan tentang laki-laki, kini mulai memikirkan tentang jodoh.
Mendengar apa yang ayah dan ibunya sering katakan, Sheana merasa harus mempertimbangkan keinginan orang tuanya yang satu ini. Tapi ia sendiri masih bingung dan enggan. Setelah berpikir cukup lama, ia menemukan satu-satunya cara yang setidaknya mengurangi kesedihan ayah dan ibu.
'Aku harus bujuk Bang Syaf biar cepet nikah. Kalo Bang Syaf udah nikah, kan. Aku nggak perlu buru-buru nikah juga. Semangat Sheana!'
"Bang Syaf udah pulang belum, ya? Perjuanganku harus dimulai secepatnya, kalau perlu malam ini." Ucap Sheana pada dirinya sendiri.
Sheana hendak naik ke kamarnya lagi setelah tadi turun ke dapur untuk mengambil air minum. Namun langkahnya terhenti saat melihat Syaf yang sedang menaikki tangga sambil memijat kedua pelipisnya dengan tangan kokoh laki-laki itu.
"Ngomong, nggak ya? Pengin ngomong. Tapi Bang Syaf kayak capek banget. Ih, tapi pengin ngomong."
Setelah lama terdiam, She menaikki tangga menuju ke kamarnya yang ada di sebelah kamar Syaf.
"Ah, udahlah. Besok juga ketemu." Ucap Sheana lirih.
Setelah membersihkan badan dan mendirikan salat isya, Syaf langsung membaringkan badannya di sofa kamarnya. Lengan kirinya ia gunakan sebagai bantal, sedangkan lengan kanannya menutup kedua matanya.
"Semoga nggak ada yang bahas kapan aku nikah. Seenggaknya sampe aku bener-bener tenang." Gumam Syaf. Akhirnya ia terlelap di sofa itu sampai pagi.
Mintalah apa yang kamu inginkan kepada Allah. Jika Allah tak memberi apa yang kamu inginkan, pasti Allah memberi apa yang kamu butuhkan.
ns 15.158.61.5da2