Aku lebih suka keadaan seperti ini. Mencintai makhluk-Nya dalam diam. Semoga saja tak melebihi cintaku pada Yang Kuasa. Apapun yang terjadi nanti, ini adalah jalannya. Biar saja Tuhan bosan dengan kisahku yang selalu tentang dirinya. Siapa dia? Ah, biarlah tetap menjadi topik diskusiku dengan Tuhan setiap malam.319Please respect copyright.PENANAtC3gYDYJ5s
319Please respect copyright.PENANAUQyzPU2Jdf
Waktu belum terlalu sore. Tapi Sheana sudah tidak ada pekerjaan. Abigail, bos Sheana, juga pulang lebih cepat. Sheana melihat Alysha yang serius menatap layar laptop di depannya. Alysha nampak tenang duduk di kursi kerjanya dengan menyenderkan punggungnya. Jari-jari kedua tangan gadis itu saling bertautan di depan mulutnya. Sesekali Alysha mengerutkan dahinya. Penasaran, Sheana pun menghampiri Alysha.
"Assalamualaikum, Alysha."
"Waalaikumsalam." Jawab Alysha dengan posisi yang tak berubah. Hanya pandangannya saja yang mengarah ke Sheana.
"Kok malah nonton film, si? Kerjaan udah beres semua?"
"Eitss. Udah, dong. Anti dikejar-kejar tugas aku, mah." Ucap Alysha terkekeh.
"Pantesan. Nonton apa kayak serius banget gitu?"
"Ini nih, horror. Kata temen-temen setannya serem banget. Tapi menurutku nggak ada serem-seremnya. Cuma ngagetin. Kamu sendiri nggak ada kerjaan?" Ucap
Alysha merubah posisinya menghadap Sheana. Membiarkan film itu tetap terputar di layar laptopnya.
"Udah beres semua. Pak Bos juga udah balik dari tadi."
"Oh, gitu. Sante juga dong?"
"Iya, nih. Ke Magenta aja, gimana?" Ajak Sheana.
"Eh, boleh-boleh. Beres-beres dulu, ya."
"Oke, aku ambil tas dulu."
Saat mengambil tasnya, layar ponsel Sheana menyala, menampilkan sebuah panggilan masuk. Sheana segera menerima panggilan itu.
"Assalamualaikum. Kenapa, Bang?"
"Waalaikumsalam. Ini Abang udah beres semua. Kalo kamu udah selese abang jemput sekarang. Sekalian mampir caffe biasa. Udah lama kita nggak ke sana bareng, kan?" Ucap Syaf.
"Oh gitu, Bang. Aku udah selese, ini rencananya mau ke caffe juga. Tapi aku udah janjian sama temenku mau ke sana bareng."
"Temenmu ikut sekalian aja, naik mobil Abang."
"Oke, deh. Makasih, Bang. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Cepet keluar, Abang udah deket kantor kamu."
Setelah selesai berberes, kedua perempuan itu melangkah meninggalkan kantor. Dengan ramah mereka menyapa beberapa karyawan yang berpapasan dengan mereka, salah satunya Pak Sanip.
"Assalamualaikum, Pak." Ucap mereka kompak.
"Waalaikumsalam. Ini mbak-mbak jam segini mau ke mana?"
"Mau keluar, Pak. Kerjaan udah beres semua, kok. Di kantor nggak ngapa-ngapain." Jawab Sheana.
"Oh, begitu. Hati-hati, ya mbak-mbak."
"Siap, Pak. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Sampai di gerbang, Alysha melihat dia. Berdiri di sebelah kemudi. Ia merasa terkejut dan bingung. Debaran jantung terasa lain dari biasa, lebih cepat. Memang ia ingin bertemu dengan orang itu, tapi tidak sekarang. Ia benar-benar belum siap.
"Kita bareng Bang Syaf aja, ya. Dia juga mau ke caffe." Ucap Sheana menyadarkan Alysha yang masih sibuk merasakan perang antara hati dan pikiran pada dirinya.
"Eh, anu. Kamu aja deh yang pergi. Aku ada kerjaan yang belum beres, lupa soalnya." Ucap Alysha cepat.
"Tumben?" Tanya Sheana dengan dahi berkerut.
"Udah, ya. Hati-hati. Assalamualaikum."
Setelah mengucapkan itu, Alysha berlari masuk kembali ke dalam kantor. Pak Sanip yang menyaksikannya, hanya menampakkan wajah bingungnya.
"Waalaikumsalam. Tumben banget Alysha ada yang kelupaan."
Sheana berjalan menghampiri Syaf yang masih fokus pada ponselnya.
"Bang!"
"Eh, udah keluar. Lah katanya sama temen?" Tanya Syaf sambil memasukkan ponsel ke saku celana kain hitam yang ia kenakan.
"Nggak jadi, ada kerjaan yang kelupaan katanya. Tumben banget dia ada yang kelupaan."
"Ya, udah. Jalan sekarang aja, ayok."
Tak lama, mereka tiba di caffe. Sheana berjalan berdampingan dengan Syaf.
"Kok tiba-tiba abang inget ngajak adek manisnya ini ke caffe si, Bang?"
"Karena Abang tau, kamu kangen ke caffe sama abangmu yang tampan mempesona ini." Ucap Syaf percaya diri.
"Heh! Nggak kebalik, tuh? Ada juga abang yang kangen." Syaf tertawa kecil mendapat hadiah cubitan dari Sheana.
"Abang janjian sama temen Abang."
"Siapa, Bang? Kok ngajak aku segala?"
"Calon istri temen abang ikut. Tapi maunya perempuannya nggak cuma dia doang."
"Kirain sengaja mau nyenengin adik sendiri." Ucap Sheana dengan memutar bola mata malas.
"Geer kamu, ya."
Syaf menggenggam tangan She, menariknya ke meja di sudut caffe, dekat dengan jendela.
"Assalamualaikum." Ucap Syaf sumringah, masih dengan tangan Sheana dalam genggamannya.
"Waalaikumsalam." Ucap tiga orang itu kompak.
"Dia ..." Ucap Jojo menggantung. 'Semudah itu Syaf mengakhiri perjuangannya untuk Alysha?'
Perempuan berjilbab calon istri Jojo, masih menundukkan kepalanya, fokus dengan komik doraemon di pangkuannya, sesekali melirik ke arah dua orang yang baru datang itu. Nampak ada kemiripan di wajah keduanya.
'Apa-apaan ini? Tak masalah jika harus mengikhlaskan. Aku hanya belum dapat mencerna keputusan takdir, yang ternyata mengharuskanku mengikhlaskan secepat ini.' Wisnu membatin. Menatap dua orang itu dengan senyum yang dipaksakan.
"Gimana? Cocok nggak?" Tanya Syaf dengan kekehan khasnya.
"Udah halal, lo? Pegangan gitu." Ucap Jojo.
"Udah do... Aduh! Apaan sih, Fek? Sakit tau." Sheana menginjak kaki Syaf untuk mengakhiri ucapan ngelantur Abangnya itu. Sedangkan Syaf langsung melepaskan genggamannya pada tangan Sheana dan mengusap-usap kakinya yang tertutup sepatu hitam formal.
Menyadari kehadiran si pria senja di hadapannya, Sheana mulai salah tingkah. Ia meremas ujung hijab yang dikenakan sambil terus menatap ujung sepatunya. Sheana tak bisa berdiri diam di tempatnya.
"Kenapa, sih? Nggak bisa berdiri diem dari tadi. Itu juga, kok pipi kamu merah gitu? Kamu kesambet? Jangan bikin takut, ah." Ujar Syaf yang merasa heran dengan tingkah Shea.
Mendengar perkataan Syaf, Sheana yang sedari tadi terus bergerak gelisah langsung terdiam. Ia mendongakkan kepala memandang Syaf dengan tatapan tajam siap menerkam. Syaf hanya mengernyit melihatnya.
'Bukk!'
Sheana memukulkan tas yang ia bawa ke punggung Syaf.
"Aduh! Astaghfirullah. Iya-iya, orang cuma bercanda, kok."
Syaf dan Shea mulai menjadi pusat perhatian pengunjung caffe.
Menyadari itu, Syaf menyuruh Shea duduk di sebelah Nadia, calon istri Jojo.
"Ehm. Duduk di situ." Ucap Syaf dingin. Ia mengangkat dagunya menunjuk tempat di sebelah Nadia.
Sheana hanya mendengus sebagai jawaban, lalu ia duduk di tempat yang ditunjuk Syaf tadi.
Setelah Syaf juga duduk, terjadi keheningan beberapa saat.
"Perempuan kalau pipinya merah mendadak, padahal dia nggak sakit, biasanya dia malu." Ucap Nadia dengan senyum manisnya.
Cara bicaranya tegas dan cerdas. Kacamata yang bertengger di hidung perempuan itu, menambah kesan manis pada wajahnya yang imut.
Sheana hanya tersenyum untuk menanggapi. Ia juga masih bingung, karena ini adalah pertemuan pertamanya dengan teman-teman Syaf, kecuali Wisnu tentunya.
"Saya Nadia."
"Saya Sheana."
Kedua perempuan itu saling tersenyum dan berjabat tangan.
Wisnu yang menyaksikan drama singkat tadi, semakin dalam menundukkan kepalanya.
"Jadi, kenapa lo nggak ngundang kita, Syaf?" Tanya Jojo dengan suara yang terdengar menahan emosi.
Syaf terdiam sejenak.
"Ooh, itu? Hahaha!" Balas Syaf tertawa.
"Gue rasa nggak ada yang lucu." Ucap Jojo dingin.
Shea dan Nadia menatap para pria itu dengan tatapan bingung.
"Santai, Jo. Dia Sheana Oktavia. Adek kandung gue. Gue pasti ngundang kalian lah, kalo gue nikah."
Mendengar pernyataan itu, Wisnu langsung mendongakkan kepalanya. Pandangannya bertemu dengan pandangan Sheana. Namun dengan cepat gadis itu mengalihkan pandangannya.
"Huhh... Syukurlah. Jantungan tau, nggak? Gue pikir lo bakal nyia-nyiain perjuangan lo selama ini nunggu dia balik, bro. Tapi kalo emang lo bisa bahagia sama selain dia, gue bakal dukung lo, kok."
"Sabar, Jo." Suara Nadia mencoba semakin menenangkan Jojo.
Jojo menoleh ke arah Nadia dan tersenyum.
"Iya, calon istriku."
'Plakk!'
Syaf memukul jidat Jojo.
"Jomblo, eh maksud gue pejuang cinta. Tapi kan tetep jomblo, ya? Sirik aja, lu." Ucap Jojo sambil mengusap-usap jidatnya.
"Ih, Nadia malu. Pipinya merah." Ucap Shea antusias. Membuat fokus ketiga pria itu beralih pada Shea dan Nadia.
Merasa kedua sahabatnya terus memandang ke arah Nadia, Jojo mulai bereaksi.
"Eh, kalian nggak usah ngeliatin Nadia segitunya, dong. Nyari sendiri, sono. Nadia udah paten punya gue." Ucap Jojo dengan memandang Syaf dan Wisnu bergantian.
Syaf dan Wisnu memutar bola mata jengah.
"Eh, pesen, yuk. Dari tadi belum pesen apa-apa." Ujar Nadia. Perempuan itu lalu memanggil waiter.
"Kamu kopi hitam, Jo?" Tanya Nadia.
"Iya, tau aja calon ibu dari anak-anakku." Ucap Jojo terkekeh.
"Kopi hitamnya dua, ya." Pesan Nadia pada waiter.
"Kamu kopi hitam, Nad?"
"Iya, nggak papa. Sekali-sekali. Kalian pesan apa?"
"Cappuccino satu." Pesan Syaf.
"Espresso."319Please respect copyright.PENANAOO91NGycAE
"Matcha latte."
Pesan Shea dan Wisnu bersamaan. Selama beberapa detik, mereka saling pandang. Suara waiterlah yang menyadarkan keduanya.
"Jadi, kopi hitam dua, cappuccino satu, espresso satu, dan matcha latte satu. Mohon ditunggu, ya." Ucap waiter pria itu ramah.
"Jadi selama ini lo ngumpetin Sheana, ya? Gue sama Wisnu aja nggak tau kalo lo punya adek."
"Sorry, bro. Demi kesejahteraan bersama." Jawab Syaf dengan tertawa kecil.
Mereka berbincang-bincang menunggu pesanan datang. Sheana nampak akrab dengan Nadia. Seperti sudah saling mengenal lama.
Mereka lebih banyak membahas cerita-cerita inspiratif muslimah. Sedangkan para pria membahas soal bisnis. Tak jarang ketiganya terbahak dan menjadi perhatian pengunjung caffe.
Setelah beberapa menit, lima buah cangkir tersaji di meja sudut caffe itu. Menemani canda tawa si penikmatnya.
Semoga kelak espressoku dan matcha lattemu dapat tersaji di atas meja yang sama, di bawah atap rumah pemiliknya, sebagai penghangat kebahagiaan dalam sebuah ikatan yang halal.
ns 15.158.61.23da2