1
Romeo James Watson
295Please respect copyright.PENANA4NCXVTD3Ac
Aku bisa mendengar suara mereka dengan sangat jelas di telingaku. Suara-suara yang menyebut namaku, dari para pendukungku yang berada di sini setelah penghitungan suara selesai dan aku dinyatakan menang. Mereka membawa spanduk bertuliskan namaku. Mereka tidak berhenti meneriakkan namaku. Sementara cahaya kamera terus mengarah ke arahku. Aku terlalu senang sampai aku lupa untuk berkedip. Hatiku seperti mau meledak setiap saat. Satu-satunya yang bisa kulakukan adalah tersenyum dengan bangga.
“Suatu kehormatan bagiku berdiri di sini. Melihat kalian berdiri mendampingiku hingga akhir. Ini adalah tanggung jawab yang sangat besar. Kepercayaan kalian saat ini berada dalam genggamanku. Aku tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan kalian padaku.” kataku dengan tegas dan suara yang lantang.
Suara tepuk tangan bergemuruh dan memenuhi seluruh ruangan. beberapa kalimat yang diucapkan oleh pembawa acara itu berhasil masuk ke dalam telingaku.
“......Perdana menteri .....”
Perdana menteri, ulangku sendiri dalam hati. Rasa bangga dan senang tak terkira membuncah dalam dadaku. Setelah melewati berbagai macam persaingan ketat dan juga berusaha mengambil simpati rakyat. Akhirnya, aku bisa menjadi perdana menteri Britania Raya ini. Setelah sekian lama akhirnya aku berhasil menguasai perpolitikan Inggris.
#####
Katrina merentangkan kedua tangannya ketika aku turun dari panggung. Dia memiliki rambut merah yang dibiarkan panjang tergerai. Tingginya mencapai seratus tujuh puluh sentimeter. Wajahnya sangat cantik dan menawan, membuat setiap laki-laki terpana melihatnya. “Romeo!” katanya sambil mencium bibirku, aku sendiri tak menolak dan langsung membalas ciumannya. Setelah itu, aku menggandeng lengannya dan kami melangkah dengan anggun menuju sebuah limosin yang sudah lama menungguku.
Aku masih sempat melambaikan tanganku, sambil tersenyum dengan ramah kepada pendukungku. Aku menengadahkan mataku ke langit dan kulihat bintang-bintang berkilauan di sana. Limosin yang berwarna putih itu berhenti di depan kami berdua, seorang supir berbadan tegap dan juga terlihat sangat kuat keluar dari sana. Dia berjalan dengan langkah pasti dan tersenyum sekilas padaku. Tangannya memegang pintu mobil dan membukanya dengan perlahan.
“Silahkan!” katanya. Aku hanya tersenyum dan rasa senang dalam hatiku semakin besar. Aku mempersilahkan dia masuk lebih dulu. Sementara, aku sendiri masih membiarkan tubuhku dihujani cahaya kamera wartawan. Aku memandangi semuanya dengan seksama. Semuanya. Pintu, jendela, orang-orang, satpam, kamera-kamera, pengawal-pengawalku.
Mungkin, inilah yang yang dirasakan semua pemimpin sewaktu dilantik. Sebuah rasa yang membuatku merasa bangga dan juga merasa dipercayai. Sebuah perasaan yang membuat semangatku naik dan menjadi sangat kuat. Aku tidak akan pernah melupakan momen penting ini dalam seumur hidupku.
ns 15.158.61.8da2