Waktu berlalu dengan cepat sekali setelah itu. Aku dan Valentino memutuskan jika kedua keluarga harus segera bertemu.
Valentino datang bersama keluarga besarnya dari Belanda. Mereka kelihatan senang sekali ketika akhirnya hal yang sudah mereka idam-idamkan bisa terwujud juga. Di ruang tamu sudah ada ayah Valentino, bibi dan juga saudara-saudara lainnya. Mereka mengenakan batik sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga kami. Tubuh mereka yang tinggi-tinggi seperti orang Belanda pada umumnya membuat ruang tamu menjadi sesak.
“Wah, akhirnya bisa juga ya keluarga kita jadi besan.” kata ibuku dengan bibi Valentino yang diikuti tawa dari assisten rumah tangga kami di dapur. Bibi Valentino bernama Alexandara. Seorang dosen yang mengajar Bahasa Indonesia di Belanda. Dia sangat fasih berbahasa Indonesia , bahkan lebih mengenal budaya jawa dari orang jawa sendiri. Dia sangat menyukai musik gamelan dan wayang kulit. Keluargaku dan keluarga Valentino sepakat untuk membuat pesta pernikahan yang megah dan besar-besaran. Padahal sepertinya baru kemarin aku menerima lamaran Valentino, waktu berlalu dengan cepat dan tahu-tahu sekarang kedua keluarga sudah membicarakan pernikahan. Aku melihat pantulan parasku sendiri di cermin, memperhatikan dengan seksama apakah penampilanku sudah cukup rapi atau belum.
Aku mengenakan kebaya berwarna merah muda dengan kain berwarna coklat untuk bawahannya. Aku membiarkan rambut panjangku terurai dan mengenakan make up secukupnya. Ketika aku turun, orang-orang sudah menungguku di bawah. Valentino menatapku dengan senyum mengembang di wajahnya. Dia sangat tampan dengan batik berwarna biru.
“Karena Kirana sudah hadir, sebaiknya kita langsung bicara saja pada titik persoalannya.” Kata ayahku. “Begini ya Nak, kami berdua sepakat memberikan kalian waktu untuk berlibur bersama selama dua minggu. Sementara, segala pernikahan ini biar kami yang mengurus semuanya dan kamu hanya tinggal hadir saja. ”
“Apa?” Aku terkejut.
Aku masih bisa menerima jika mereka ingin membuat pesta pernikahan besar-besaran. Tapi, bagaimana bisa mengusirku dari pernikahanku sendiri? Bagaimana aku tahu jadinya akan seperti apa nanti?
Ayah Valentino berbicara, “ Kami juga sudah berbicara dengan Valentino dan Valentino setuju dengan rencana ini.”
Aku mendelik pada Valentino, ini pertama kalinya sejak dia melamarku, aku tidak bersikap malu padanya. Apa maksudnya ini? Valentino yang tahu dengan jelas jalan pikiranku hanya menundukkan kepalanya. Mereka pasti sengaja mendiskusikan hal ini sebelum datang ke rumahku. Karena mereka tahu aku pasti akan menolaknya. Aku hanya ingin pernikahan yang sederhana, cukup orang-orang terdekatku saja. Memang apa salahnya? Memang betul apa yang dikatakan orang-orang jika nikah di Indonesia itu sebetulnya mudah dan murah, hanya gengsinya saja yang besar!
Satu jam kemudian aku dan mereka berdebat panjang lebar. Hanya aku sendiri, tapi bukan Kirana namanya jika tidak memberikan perlawanan habis-habisan.
“Ini kan pernikahanku, bagaimana bisa aku tidak tahu akan jadi seperti apa?”
“Kau harus percaya dengan kami.” Kata ibuku.
“Kami sudah merencanakannnya dengan baik.”
“Tapi, ini pernikahanku!”
“Kami akan membiayai segalanya. Pernikahan ini kan bukan hanya soal kamu, tapi kami juga. Kamu kan anak mami sama papi. Ingat Kirana, menikah itu satu kali seumur hidup. Ini juga bisa menjadi ajang reuni papi dan mami bertemu teman-teman lama kami. Sudah kamu tinggal pergi saja dengan Valentino. Mami, Papi, Ayah Valentino dan Tante Alexandra yang akan menyiapkan segalanya.”
“Aku tidak mau.”
“Tapi, kami sudah menyiapkan semuanya!”
“Aku tidak perduli.”
“Ah, kau jahat sekali...” kata Melati. Sahabatku yang luar biasa itu tentu saja tidak memihakku. Melainkan memihak keluargaku.
“Ayolah..”
“Kenapa kalian begitu keras kepala?”
“Kau yang keras kepala!” kata Melati lagi. “Kau hanya ingin pernikahan yang sederhana. Tapi, kan pernikahan itu tentang dua keluarga, Sri. Hal ini bukan hanya tentang dirimu saja. Sebaiknya kau terima saja dan percaya pada kami. Kau tinggal menikmati waktu liburanmu dengan Valentino sebagai sepasang kekasih dan datang sebagai calon pengantin.”
Aku menghela nafas panjang.
“Kemana kalian ingin aku pergi?”
“Paris, Perancis.”
176Please respect copyright.PENANAS1HvYmqOt6