“Apa yang sedang anda pikirkan Pak?” kata salah satu pegawaiku menyadarkanku.
Aku kembali ke dunia nyata.
“Oh, tidak, hanya mengingat masa lalu.” kataku. Aku sudah berada di meja besar aula pertemuan. Wartawan sudah berdatangan dan mulai memotret kesana-kemari. Seolah-olah tak cukup puas membuat mataku sakit akibat cahaya yang keluar dari kamera. Mereka mengarahkan kamera itu berkali-kali padaku.
Setelah semuanya sudah berkumpul, aku memulai pertemuan ini. “Kunjungan luar negeri akan segera dimulai satu minggu lagi. Aku sendiri yang akan pergi ke dua puluh negara dunia untuk mengadakan kerja sama atau mempererat persahabatan dengannya. Pemerintahan akan dipegang oleh wakil perdana menteri sampai aku kembali ke sini.”
Wakil perdana menteriku, beberapa tahun lebih tua dariku, berwajah bulat, rambutnya pirang dan badannya tambun. Dia mengenakan setelan jas rapi. Kami bertatapan sekilas, kemudian dia mengangguk padaku.
“Benar apa yang dikatakannya. Saya yang akan memegang kendali pemerintahan sampai dia kembali ke negeri ini.” kata Thomas Wilkinson dengan tenang. Setelah itu, pertemuan diakhiri dengan berbagai macam pertanyaan yang tidak kuingat seluruhnya. Setelah pertemuan itu aku langsung naik ke dalam mobil dan pergi lagi ke rapat lainnya.
Mobilku yang berwarna hitam itu memiliki kaca mobil yang anti peluru dan juga sangat tebal. Di dalam mobil, seharusnya, aku duduk bersama dengan pengawal yang menjagaku hampir setiap waktu. Tapi, aku tak terlalu suka dengan formalitas. Aku memalingkan wajahku ke arah toko-toko yang berderet di jalanan kota London. Sedangkan, pikiranku melayang-layang tak terbentuk kembali ke masa lalu.
#####
Pemakaman ibuku yang berlangsung tak lama setelah dia ditemukan tewas. TV, koran dan juga internet dipenuhi berita tentang kematian ibuku yang sangat mengenaskan. Bukan, karena gantung diri. Tapi, karena kecelakaan mobil seperti mendiang Lady Diana. Tentu saja itu semua hanya kebohongan. Tapi, aku sendiri tak bisa melakukan hal itu. Saat itu, aku masih sangat kecil sampai tak mampu memprotes tindakan ayahku. Aku hanya bisa diam dan tak melakukan apa-apa.
Semua perasaanku hanya bisa terpendam dalam dadaku dan tak mampu kulepaskan sama sekali. Aku seperti memegang sebuah bom yang akan meledak jika kupegang, tapi, aku menghancurkanku pula jika kulepaskan. Aku hanya bisa memendamnya dalam-dalam, tanpa bisa merubahnya. Ayahku sama sekali tak menangis, meski ketika pemakamannya, dia memperlihatkan wajah mendung yang dianggap orang sebagai ‘wajah tegar seorang laki-laki yang ditinggal mati istrinya’.
Aku sama sekali tak punya perasaan apapun pada seseorang yang kuanggap sebagai ayah itu. Aku tak menyukainya, tapi, juga tak membencinya. Hatiku hampa dan tanpa rasa. Persis seperti roti tawar yang tidak dimakan. Biasa saja, malah terasa hambar. Sejujurnya, aku selalu merasa yakin jika aku punya ibu. Tapi, aku selalu ragu apa aku punya ayah. Karena, seseorang yang menjadi suami ibuku hanya seseorang yang memberi materi tanpa kasih sayang. Tapi, setelah kematian ibuku. Aku jadi mulai merasakan perasaan seorang anak. Yah, kupikir ini lebih baik daripada aku tidak merasakan perasaan apapun padanya. Sekarang, setiap kali melihat ayahku. Aku merasakan perasaan muak tak terkira. Jika aku mendengar ada orang yang menyebut namanya, aku sangat ingin menghajarnya.
Ya, aku sangat membenci ayahku sendiri.
#####
Langit berubah menjadi gelap, rintik-rintik hujan sudah mulai turun perlahan-lahan. Kami sudah sampai kembali di Downing Street. Pengawal-pengawal membuka pintu mobil dan mengarahkan payung agar menutupi kepalaku. Tapi, entah kenapa aku sedang tidak ingin menghindari hujan.
“Ambil lagi payungnya dan masuklah ke dalam duluan.”
“Tapi…”
“Tak apa-apa. Aku hanya ingin melakukan sesuatu sebentar.” kataku lagi. Mereka akhirnya benar-benar pergi berteduh. Aku sendiri membiarkan seluruh tubuhku basah. Tak ada yang kulakukan, hanya diam dan menengadahkan kepalaku ke langit.
Aku memejamkan mataku dan air hujan membasahi wajahku.
Dulu sekali, pernah ada seorang perempuan yang berkata padaku. Jika berdiri di tengah hujan sangatlah menyenangkan, karena hujan bisa menyembunyikan semua rasa yang kita pendam dalam dada. Orang-orang bahkan tak akan tahu ketika kita menangis. Hari itu, aku menangis.
ns 15.158.61.48da2